Bab 3. You're not a wizard, Bri

'Dear diary,

Aku belum pernah menulis diari sebelumnya--setidaknya tidak pernah rutin. Tapi kurasa kali ini aku wajib menulisnya, sebelum Casey meng-obliviate-ku lagi hingga aku melupakan semuanya. Casey memang mengatakan kalau ia tidak akan melakukan itu lagi, menghapus ingatanku maksudnya. Tapi siapa tahu tiba-tiba ia berubah pikiran?

'Karena, aku tidak boleh melupakan fakta kalau dunia penyihir itu ADA, dan Casey adalah salah satu kaumnya. Oh ya, satu lagi, aku muggle--bukan penyihir.' 

Brianna menulis kata terakhir itu dengan tekanan putus asa. Malam itu, setelah Casey menceritakan semua rahasia besarnya dan ia telah menghabiskan coklat panas untuk kesekian gelas, Brianna memberi Casey kecupan selamat tidur kemudian memasuki kamar tamu yang hampir menjadi kamar keduanya. Sebenarnya ia belum mengantuk, dan ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi dengan kekasihnya--bagaimanapun juga, saat itu baru pukul sepuluh malam. Tapi ia tidak bisa menahan diri untuk tidak segera menuliskan semua hal yang ia alami saat itu juga.

'Serius,' gadis itu kembali menggoreskan penanya ke atas permukaan kertas daur ulang yang ia temukan di laci meja belajar di sudut ruangan. 'Jika kau menemukan tulisan ini dalam keadaan tidak tahu apa-apa (maksudku, siapatahu ingatanmu dihapus oleh pacarmu yang menyebalkan itu), kau harus percaya kalau Brianna Jeanine Ashton lah yang telah menulis semua ini. Kau pasti mengenal tulisanmu sendiri, kan? 

'Jadi memang benar, Casey itu penyihir golongan Occultis, penyihir yang mengusahakan agar dunia mereka tetap tersembunyi, kemudian menangkap penyihir-penyihir golongan Dissentum (kata Casey, itu adalah kelompok penyihir berbahaya yang bertujuan untuk menguasai kaum muggle). Dan tebak, J.K. Rowling itu golongan Dissentum. Ia tidak berbahaya, hanya saja ia telah memberi pengaruh yang besar pada seluruh kaum, baik penyihir maupun nonpenyihir di dunia, dan ia dilindungi secara ketat oleh golongannya.

'Dan soal mimpi ular itu, ternyata itu memang benar-benar terjadi. Saat itu salah satu--atau kelompok--Dissentum mengirim ular raksasa untuk menyerang Casey yang kebetulan sedang bersamaku. Dan, hei, Casey itu juga seorang Auror yang (katanya) paling hebat! Dan dia lulusan Hogwarts! (tapi tidak ada Albus Dumbledore di sana, sayangnya). Aku tidak menyangka, semua latar-latar di novel Harry Potter sebagian besar nyata. Dan juga makhluk-makhluknya. Yang berbeda hanya tokohnya saja. 

'Kata Casey, golongan mereka sempat berusaha menghentikan perilisan buku tersebut, tapi mereka gagal, dan itu merupakan salah satu kegagalan terbesar mereka secara tidak langsung. Sejujurnya diam-diam mensyukuri kegagalan mereka, karena bagaimanapun juga, aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa kehadiran Harry Potter. Eh, tunggu, bukankah sebenarnya dunia penyihir memang sudah ada walau tanpa kehadiran Harry Potter?

 'Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana menerima semua ini. Apakah ini juga yang Harry Potter rasakan ketika Hagrid memberitahunya kalau ia adalah penyihir? (seandainya karakter Harry Potter memang nyata).

'Tapi tunggu dulu, dalam kasusku, aku bukan penyihir, dan ini adalah perbedaan besar yang cukup menyedihkan. Aku bahkan tidak bisa menggunakan mantra Lumos dengan baik.

'Kenapa aku tidak bisa menjadi peny--

Suara ketukan di pintu mengejutkan Brianna, membuat gadis itu buru-buru melipat kertas buram tersebut dan kembali menyimpannya di laci bawah meja kayunya. 

"Masuk saja, Casey," sahut Brianna setelah ia melompat ke bawah selimut wol tebal di ranjang.

Casey membuka pintu kamar perlahan, seolah takut kalau pintu tersebut akan terlepas dari engselnya, sehingga menimbulkan bunyi derit yang tidak mengenakkan telinga. "Aku hanya ingin tahu apakah kau bisa tidur," katanya setelah memasuki kamar, kemudian menutup pintu kembali--kali ini dengan gerakan yang lebih cepat.

"Tentu saja, kenapa tidak? Aku sedang mencobanya sekarang." Brianna pura-pura mendudukkan dirinya di atas ranjang, diam-diam berharap kalau Casey tidak menguasai Legilimency--ilmu membaca pikiran.

Casey tersenyum miring menatap Brianna. Warna sweter coklat tuanya tampak menyatu dengan pintu yang ia sandari. "Kalau begitu kurasa tidak ada yang membutuhkan teman tidur malam ini."

Sudut-sudut bibir Brianna mulai terangkat. Ini adalah pertama kalinya Casey menawarkan diri untuk tidur bersamanya. "Hei, aku tidak keberatan," katanya, terlalu terburu-buru hingga gadis itu mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana jika Casey salah mengartikan responnya?

Tapi Casey hanya melangkah menuju tepi tempat tidurnya, kemudian menyelipkan tubuhnya di bawah selimut di samping Brianna. "Aku tahu semua informasi ini mengguncangmu. Kau bisa berteriak padaku jika itu bisa membuatmu lebih baik," katanya lembut.

"Aku hanya akan berteriak padamu jika kau berani mencoba menghapus ingatanku lagi, Case," balas Brianna.

"Maafkan aku." Mungkin ini sudah permintaan maafnya yang kesejuta kalinya.

"Sudahlah, aku baik-baik saja," ucap gadis itu, mulai merasa tidak enak.

"Selamat malam." Casey mengecup kening Brianna singkat sambil membelai rambut kekasihnya yang selembut bulu angsa, kemudian mereka mulai membaringkan tubuh mereka. 

"Nox," seru Casey, kemudian lampu kamar mati dengan sendirinya.

"Bolehkah aku mencobanya lagi?" tanya Brianna. 

Casey menatap Brianna heran, tapi kemudian sadar kalau gadis itu tidak akan melihat ekspresi wajahnya.

"Lumos," seru Brianna tanpa menunggu jawaban Casey, dan lampu kamar kembali menyala terang.

Tiba-tiba Brianna kembali menegakkan punggungnya dan berseru girang, "Kau lihat itu? Aku bisa melakukannya! Aku juga penyihir." 

Casey menatap Brianna beberapa saat, seolah sedang berusaha merangkai sebuah kalimat yang tepat. "Lampu kamar ini dapat dikontrol menggunakan sensor suara, Bri. Aku sudah mengaturnya agar ia mengenali suara kita. Ini murni teknologi. Kupikir ini akan membuatmu senang, mengingat kau begitu menyukai Harry Potter."

"Tapi aku tidak bisa melakukan sihir," kata Brianna pelan.

Casey menatap Brianna gugup. "Bri..."

"Oke, selamat tidur." Brianna kembali menjatuhkan tubuhnya, bersamaan dengan harapan kecil yang baru saja timbul. "Nox," ucap gadis itu sambil membenamkan wajahnya ke guling menghadap Casey, sehingga suaranya lebih terdengar seperti gumaman tidak jelas. Dan tentu saja, tidak ada yang terjadi.

"Nox," seru Casey lebih jelas, kemudian mendekatkan tubuhnya lebih dekat ke Brianna setelah ruangan kembali gelap. Pria itu melingkarkan lengannya ke tubuh mungil kekasihnya, mengusap punggungnya dengan lembut hingga mereka berdua tenggelam ke alam mimpi mereka masing-masing.

----

Di saat niatnya gak byk romance, malah muncul adegan itu lebih byk dari yg direncanakan ._. #fliptable

Oke, tenang saja, konflik akan dimulai di chapter berikutnya huehehehehehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top