Bab 20. Pertarungan

"Bagaimana jika Occultis menemukanmu bersama ayahmu, Casey?" Brianna menatap khawatir kekasihnya.

"Aku tidak peduli," sergah Casey. Brie dalam pelukannya beruhu keras seolah meneriakkan dukungan. "Ayahku tidak bersalah. Dia berada di bawah pengaruh Imperius, dikurung dan disiksa oleh Dissentum!"

Langkah Casey lebih cepat dari Brianna. Tahanan-tahanan lain dalam lorong itu melolong membanting pintu saat melihat mereka. Casey menoleh pada Brianna sesaat dan bertanya, "Boleh aku pinjam tongkat sihirmu? Punyaku dipatahkan saat dibawa ke sini."

Teringat dengan tongkat sihir yang diberi Nicholas tadi, Brianna buru-buru mengeluarkannya dari saku mantel dan menyerahkan pada Casey.

"Itu ..."

"Benar, milik si wanita rambut merah," kata Brianna, sekalian melepas mantel hitam Mazelle yang longgar agar ia bisa bergerak leluasa. Dahi Casey mengernyit jijik sekilas saat menatap tongkat sihir hitam berpilin di tangannya.

"Apa ayahmu ada di salah satu sel ini?" Briana mengeraskan suaranya saat teriakan-teriakan melengking di sekitar mereka meninggi.

Casey menggeleng. "Tidak. Aku tidak tahu dia di mana, tapi yang pasti bukan di ..." Kalimatnya menggantung saat seorang penyihir wanita berjubah hitam berdiri di depan lorong. Rambut dan matanya sewarna dengan jubah, mengingatkan Brianna pada kucing yang bertengger di pilar rendah tadi. Kucing hitam itu tidak terlihat lagi.

Astaga, pikir Brianna, wanita itu animagus!

"Wah, wah, wah," Suara merdu wanita itu berkumandang selagi dia melambai tongkat sihir dengan anggun. "Ada acara penyelamatan romantis rupanya. Baxton mungkin cukup bodoh untuk membedakan Mazelle yang palsu dan asli, tapi untunglah aku selangkah lebih depan dari kalian."

"Mildred Reed," panggil Casey dingin sambil melepas burung hantu yang segera kabur ke atap. "Kau masih hidup."

Mildred tersenyum sambil berdecak. "Casey, Casey, betapa lugunya dirimu. Itu lah kenapa kau begitu mudah jatuh ke perangkap kami. Apa kau pikir aku bisa tewas dengan hanya jatuh dari tebing? Mudah sekali saat ini untuk merekayasakan kematian, Sayangku, jika kau adalah Dissentum ... seharusnya kau belajar dari kasus ayahmu, kemudian Violette, dan kau adalah yang selanjutnya. Auror-auror Occultis bodoh."

"Violette masih hidup?" tanya Casey, terdengar kaget. Brianna hanya mengernyit tidak mengerti, merasa pernah mendengar nama itu tapi lupa di mana.

Tanpa membalas pertanyaan Casey, Mildred langsung melancarkan serangan yang segera ditangkis Brianna karena perhatian gadis itu sama sekali tidak terdistraksi. Casey sadar di detik berikutnya dan membalas wanita itu dengan kilatan merah, tapi tidak cukup kuat karena Mildred hanya mengibaskan sedikit tongkatnya sambil terkekeh. Memakai tongkat sihir yang bukan milik sendiri adalah tantangan sulit.

Mildred mengirim api hijau dari tongkat sihirnya. Casey berhasil mengelak dan membelokkan api tersebut ke lorong tahanan di belakangnya hingga terdengar suara ledakan yang keras. Selama Mildred dan Casey berduel dengan kekuatan yang tak imbang, Brianna meneriakkan mantra yang muncul pertama kali di otaknya.

"Expelliarmus!"

Tongkat Mildred melayang beberapa meter di atas. Wanita itu menggeram, mengubah bentuknya menjadi seekor kucing hitam dan melompat ke atas tiang rendah untuk melakukan lompatan kedua ke arah tongkat sihirnya yang masih berputar di udara, tapi Brie sudah mengapit badan tongkat itu seraya mencakar kepala si kucing.

Kucing hitam itu mengeong marah, berusaha mencapai Brie yang terbang meninggi, lalu terjatuh sia-sia di atas lantai batu. Brianna mengacungkan tongkat sihir ke arahnya, mengurungkan niat untuk menyerang saat Mildred memamerkan taring sebelum berlari ke dalam kegelapan lorong lain.

"Dia kabur." Brianna menengadah pada burung hantu di atasnya sambil tersenyum. "Kau hebat, Brie."

"Mildred tidak kabur dari kita," kata Casey, mendekati Brianna dengan terengah. Ia melirik ke dalam lorong tahanan, di mana teriakan dan derap kaki menggema semakin jelas.

Wajah Brianna memucat, rasa gentar melingkupi dirinya untuk pertama kali sejak ia minum Ramuan Keberuntungan. Pintu sel terbuka, para tahanan di dalam berebutan keluar, dan kini mereka berhadapan dengan beberapa werewolf dan manusia setengah raksasa yang murka. Sebagian manusia serigala belum benar-benar bertransformasi--atau perubahan mereka menjadi tak sempurna--tapi Brianna bisa melihat taring panjang di balik bibir mereka dan mata bulat yang tajam.

Paling belakang di antara tahanan-tahanan bebas itu, sekelompok kecil manusia sekurus tengkorak menatap liar ke segala arah, tidak fokus. Salah satunya, wanita berambut panjang, merangkak di atas lantai dan berteriak dengan suara pilu. Erangan memekakkan telinga lain menyusul.

"Tangisan banshee. Mereka menyihir muggle," jelas Casey dengan bisikan, terlihat sama terpakunya dengan Brianna saat wanita mirip hantu itu terbaring dan tak bergerak lagi. Manusia serigala yang tampak paling tidak sabar mulai memajukan langkah, memandu kawan-kawannya untuk bertindak.

"Dengar, kita bukan musuh," ucap Casey pelan, mengangkat kedua tangan ke atas. Namun Makhluk-makhluk itu tampaknya tidak mendengar. Perintah Casey selanjutnya tertutupi oleh geraman-geraman dan dengusan kemarahan, serta derapan langkah yang memenuhi ruangan.

"Stupefy!" Brianna menyerang laki-laki setinggi tiga meter yang berjalan ke arahnya. Mantranya tidak mempan. "Incendio!" kobaran api keluar dari tongkat sihirnya, berhasil membuat si raksasa mundur dan menabrak dinding. Sebuah cakar menyambar lengan Brianna yang terluka, membuat gadis itu menoleh sambil menyentakkan tangan keras-keras sambil mengeluarkan api lain. Casey mendorong seorang pria tua gila yang mencakar babi buta dan memberi kilatan merah pada manusia serigala berpakaian daster di dekat Brianna.

"Casey?" Teriakan seorang gadis asing terdengar di tengah-tengah keributan. "Casey Dougherty?"

"Violette!" sahut Casey. Sambil mencoba melancarkan berbagai mantra untuk menjauhkan wanita raksasa gemuk di depannya, Brianna melirik ke arah Casey menoleh dan mendapati seseorang berjubah penyihir dengan rambut pirang kotor awut-awutan. Casey menengadah, berteriak pada burung hantu yang mencakar salah satu mata raksasa gemuk. "Brie, berikan tongkat sihir itu pada Violette!"

Violette menangkap tongkat yang dijatuhkan Brie, tepat saat belasan penyihir Dissentum mendadak muncul di tengah-tengah mereka. Manusia setengah raksasa dan para werewolf mulai mengubah target mereka, kelihatannya mengenali wajah pelaku yang mengurung mereka di penjara selama ini. Brianna meneriakkan berbagai mantra penyerang dan pelindung ke dua penyihir Dissentum yang mengepungnya sekaligus, nyaris terkena kutukan Crucio—salah satu kutukan tak termaafkan yang akan menyiksa korban dengan rasa sakit tak terbayangkan—jika salah satu manusia serigala tidak menggigit leher si penyihir Dissentum.

Dari kejauhan, Brianna melihat Nicholas datang dari lorong tempat gadis itu pertama kali masuk. Sama sepertinya, Nicholas juga sudah kembali ke wujudnya yang semula dan melepas jubah bertudung.

"Case!" Nicholas membuat pingsan seorang penyihir Dissentum yang hendak menyerangnya, menangkis Dissentum yang lain dengan mudah selama ia berlari menghampiri Casey dan Brianna. "Ayahmu masih hidup, dikurung di lorong barat." Dia menunjuk undakan menurun lain di depan dengan tongkat sihirnya. "Pintu tak bercelah, dijaga oleh dua patung ksatria hidup. Ayo, pergi bersama Brianna sekarang!"

"Bagaimana denganmu?" tanya Casey.

"Aku cukup beruntung," jawab Nicholas, tepat ketika raksasa wanita gemuk menendang seorang penyihir pria berambut panjang yang mengacungkan tongkat ke arahnya dari belakang.

"Felix Felicis," timpal Brianna, tidak tahan untuk tidak menyinggungkan senyum saat Casey mengerutkan dahi.

Casey nyengir pada Nicholas, mengedikkan dagu ke Violette yang berduel dengan seorang penyihir setinggi pinggangnya yang cekatan. "Temukan keberuntunganmu selanjutnya."

Membiarkan Nicholas menghampiri Violette dengan tergesa, Casey menggenggam tangan Brianna menuju jalan yang ditunjuk sepupunya tadi. Brianna membantu Casey menangkis kilatan di sekitar mereka yang sepertinya lebih banyak mengarah ke pria itu, lalu bertanya, "Siapa itu Violette?"

"Salah satu Auror Occultis, dan teman dekat Nicholas," jawab Casey sambil menunduk untuk menghindari api hijau yang meledakkan dinding batu di sampingnya. "Dissentum menculik Violette dan membakar mayatnya di depan gedung Kementerian, tapi rupanya ia masih hidup."

"Mau ke mana, Casey Sayang?" Seorang wanita muncul di depan mereka dengan seringai lebar. Goresan-goresan penuh darah menghiasi kedua pipi dan lehernya, sama seperti yang Brianna lihat terakhir kali saat ia mencabut sehelai rambut merah wanita itu. Brianna mempererat tongkat sihir, juga gandengannya bersama Casey.

"Apa ternyata kau begitu menyukaiku hingga harus mencuri tongkat sihir milikku?" kikik Mazelle. Ia mengeluarkan tongkat sihir abu-abu pendek yang entah diambilnya dari mana. "Expelliar—"

"Protego!" Brianna menciptakan mantra pelindung di depan Casey tepat waktu. Pada saat bersamaan, Casey menyerang Mazelle dengan kilat merah.

Mazelle mengibaskan ujung mantelnya untuk menangkis sambil berdecak. "Kau lebih baik dari ini, Sayang." Ia bersiap untuk melancarkan mantra lain, tapi mantra penyabet yang mengenai pergelangan kakinya yang terbuka membuat wanita itu memekik.

"Muggle kasta rendah!" raungnya pada Brianna, mengirim kilatan-kilatan dari ujung tongkat sihirnya dengan marah.

Sambil menangkis serangan, Brianna berjalan mundur saat Mazelle melangkah maju kepadanya. Ia bisa mendengar suara Casey yang memanggilnya, dan melihat kekasihnya itu dihadang oleh seorang penyihir Dissentum lain. Brianna mengelak tepat waktu saat kutukan pembunuh meluncur ke pipinya. Dia mencoba melawan dengan mantra, tapi gerakan Mazelle terlalu cepat.

"Confringo!" kutukan terakhir yang diteriakkan Mazelle melesat di atas bahu Brianna dan meledakan tiang-tiang rendah di belakangnya. Brianna menoleh dengan ngeri saat salah satu tiang yang jatuh mengenai bola kristal hitam di tengah hingga pecah.

Detik berikutnya, seluruh ruangan menjadi jauh lebih gelap dan dingin. Puluhan makhluk hitam yang keluar dari kristal melayang memutari ruangan, menikmati kebebasan mereka, lapar akan jiwa-jiwa yang terperangkap di dalamnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top