Bab 16. Sang Ahli Ramuan

(bukan Snape)


Bernardus Padron menyuruh mereka masuk setelah berkenalan hangat dengan Brianna. Tuan rumah itu menawarkan sup yang segera disambut gembira oleh Brianna saat teringat perutnya yang kosong setelah memuntahkan makan malam tadi, sedangkan Nicholas menolak setelah menyalakan pemantik untuk mengembalikan cahaya lampu jalanan. Mereka melangkah dari dapur sempit berjendela persegi kecil sebagai ventilasi, menuju ke ruang tamu yang dibatasi oleh sekat kayu tipis dengan lebar celah kurang dari sedepa.

Alih-alih sofa, di ruang tamu ini hanya terdapat empat kursi kayu yang mengelilingi meja persegi di depan perapian. Pemandangan jalanan bersalju di luar tertutup oleh gorden hijau usang yang menyentuh lantai parket. Menunggu Bernardus menghangatkan sup, Brianna duduk di salah satu kursi yang paling dekat dengan perapian dan meletakkan sangkar Brie di bawah, melepas mantel dengan hati-hati sambil menggigit bibir saat kain tebal itu menggesek luka sayatan pada lengannya. Setelah terbebas dari mantel, ia pelan-pelan menggulung lengan sweter merah mudanya yang sobek dan penuh bercak darah. Salah satu pecahan botol seukuran tiga senti masih menancap di kulit, tidak berani ia tarik.

Brianna memerhatikan Nicholas duduk di sebelahnya, menuang botol berisi cairan putih ke kapas yang baru ia keluarkan dari koper, kemudian menyihirnya ke luka di lengan gadis itu. "Jangan bergerak, itu akan membersihkan lukamu dan menghentikan pendarahan," perintah Nicholas saat Brianna refleks menjauhkan lengan dari kapas yang melayang. Gadis itu meringis kesakitan saat kapas basah menyengat lukanya bagai percikan api. Kapas tipis itu melebar dan menghisap pecahan kaca yang tertancap tersebut dan membungkusnya di dalam, sebelum mengusap bagian luka lain dengan dua ujung sisi yang menyatu, berbentuk seperti mulut. Dalam sekejap, bekas darah di sekujur lengannya tersapu bersih, menyisakan beberapa goresan tak beraturan yang mulai terlihat jelas.

Nicholas berjalan ke sisi ruangan, mengambil salah satu dari deretan botol berbagai bentuk dan ukuran yang terpajang di rak teratas lemari kayu. Kemudian ia menunduk untuk memperhatikan toples-toples di rak ketiga sebelum mengulurkan tangannya ke dalam dan mengeluarkan sebotol cairan kental kekuningan.

Kembali ke meja, Nicholas membuka salah satu botol dan menaburkan bubuk hitam ke luka Brianna yang menganga, mengakibatkan gadis itu memekik keras, merasa seolah ada yang menuang air panas ke atas kulitnya yang perih. Menahan bahu Brianna kuat agar ia tidak bergerak, Nicholas membalut perban ke lengannya dengan tongkat sihir. Setelah selesai, dia menarik penutup kayu botol yang berisi balsem kekuningan tersebut dan mengoleskan ke luka di dahinya sendiri, lalu meletakkan sisanya ke tengah meja.  Brianna membaca label pada balsem itu dan merasa familier. Sari Murtlap, untuk meredakan luka-luka yang tergolong ringan.

"Oleskan ini ke lukamu sebelum tidur nanti," katanya, lalu menyimpan botol bubuk hitam ke koper dan menaruhnya di bawah meja.

"Aku ambil bubuk Wigglehead dan Sari Murtlap," umum Nicholas pada Bernardus yang membawa semangkuk sup ke meja.

"Satu Galleon dan dua Sickle, kawanku." Ia menyeringai saat menangkap koin emas dan perak yang dilempar Nicholas.

Brianna berseri saat bau harum ayam dan jagung memasuki penciumannya. "Maaf sudah merepotkan, Mr Padron," katanya sambil memposisikan lengannya dengan hati-hati ke atas meja. Walau tidak sesakit tadi, luka di lengan kiri Brianna masih berdenyut. Gadis itu berusaha melupakan rasa nyerinya dan menyendok kuah kuning kental itu, lalu terperanjat saat rasa asin yang amat sangat menyengat lidahnya.

"Tidak apa-apa, Nona, aku senang bisa melayani tamu. Sudah satu minggu ini pondokku tidak mendapat pengunjung, dan coba tebak, teman sekolah lama lah yang pertama kali muncul." Dia menyeringai pada Nicholas. "Apa yang membawamu kemari setelah dua tahun meninggalkan dunia sihir?"

"Aku tidak meninggalkan dunia sihir," sahut Nicholas. "Apa itu gosip yang mereka sebarkan?"

"Kau menghilang tanpa jejak, Bung," kekeh Bernardus, menepuk keras punggung temannya. "Aku tidak pernah menerima orderan darimu lagi sejak kematian Violette."

Nicholas tersenyum kecut. Nama yang diucapkan Bernardus memberi efek ekstra bagi wajah cemberutnya. "Cukup mengejutkan kalimat itu keluar dari ahli ramuan yang mengasingkan diri di desa terpencil muggle."

"Aku masih memiliki koneksi dari beberapa pelanggan penyihirku, tahu." Bernardus melambaikan tongkat sihirnya sehingga sebuah ketel panas dengan tiga gelas besi berbentuk piala melayang dari arah dapur dan mendarat di atas meja. Ketel itu menuangkan teh panas ke masing-masing piala sebelum terbang kembali ke tempat asalnya. "Melihat kedatanganmu ke sini beserta teman gadis barumu dalam kondisi berdarah-darah, aku yakin kau tidak sekedar ingin memesan ramuan atau bahan terlarang yang tidak boleh diantar burung hantu."

Nicholas menjentikkan jari. "Itu salah satu alasannya."

"Apa alasan yang lain, Sobat?" Masih menggunakan tongkat sihir, Bernardus mengatur perapian yang redup sehingga api kecil mulai menjalar di antara kayu hitam. Tidak sehangat perapian di rumahnya atau bar tadi, tapi cukup membuat salju di bot Brianna meleleh. Brianna merasa Bernardus sengaja menjaga kobaran api tidak terlalu besar demi mencegah botol kaca dalam rak ramuan di sisi ruangan retak, karena tuan rumah itu sendiri memakai dua lapis sweter rajut, yang sweter terluarnya agak longgar.

"Sudah menjadi rahasia umum bahwa Revorlaud Hill adalah markasnya para Dissentum." Nicholas memulai. "Mereka menculik Casey, jadi di sinilah aku bersama kekasihnya, kabur dari bar Revorus Dissentum saat mereka menyerang." Dia tidak menyebut para Auror Occultis yang turut membantu.

Bernardus melirik Brianna dengan tertarik. "Brianna Ashton, kekasih Casey Dougherty," katanya seakan baru saja menemukan makhluk magis jenis baru yang menghasilkan sari ajaib. Dia menggeleng pada Nicholas. "Aku ingat saat Casey menyelamatkanku dari naga liar yang ingin kuambil ekornya beberapa tahun lalu—bodoh memang, tapi siapa sangka naga hitam yang terbaring tak bergerak di tengah hutan rupanya masih hidup. Aku tidak mengerti, bagaimana Auror sehebat Casey bisa tertangkap Dissentum?"

"Seseorang berpura-pura menjadi ayah Casey dan mengirimnya surat. Asalnya dari daerah ini."

"Jenggot Merlin!" seru Bernardus. "Bukankah ayahnya sudah meninggal? Mereka menemukan mayat tanpa kepalanya di hutan Godric dan Casey melihatnya!"

Nicholas mengangkat piala dengan ujung tongkat sihir, bermain-main dengan memutar gelas itu di udara. "Itu bukan ayahnya, Bernard. Sepupuku mengkonfirmasi demikian semata untuk melindungi ayahnya yang masih buron di luar sana. Jika aku tidak segera menemukan Casey sebelum Occultis, ia akan bernasib sama dengan ayahnya yang malang, berada di tempat yang salah dan waktu yang salah. Dissentum menjebak dua Auror Occultis terbaik dengan pola yang sama, dan Casey yang bodoh memakan umpan itu mentah-mentah."

"Casey hanya sangat mengkhawatirkan ayahnya," cetus Brianna. Ia sama sekali tidak pernah mendengar Casey menyinggung soal ayahnya sedikit pun, tapi gadis itu merasa harus membela kekasihnya saat dikata-katai Nicholas.

"Jadi ayah Casey benar-benar masih hidup?" tanya Bernardus.

"Kami akan segera tahu setelah menerobos markas Dissentum besok," jawab Nicholas diplomatis, menurunkan piala dan menggenggamnya.

"Pekerjaan berat," geleng Bernardus. Raut kekhawatiran tampak dari kerutan dahinya yang sempit.

"Tenang saja, aku tidak akan melibatkanmu dalam misi ini," kata Nicholas, menyesap cairan kental panas yang manis dari pialanya. "Tapi kami akan sangat menghargai jika kau membantu dengan informasi yang kau miliki setelah lima tahun tinggal di sini, sejak kelulusan kita di Hogwarts."

"Sayang sekali ... aku menyesal, kawanku, kalau pengetahuanku mengenai dunia Dissentum sama terbatasnya denganmu. Kebanyakan penyihir yang mencariku adalah pendatang jauh—terkadang dari berbagai negara—karena mereka mendengar dari temannya bahwa Bernardus Padron adalah ahli ramuan dengan bahan-bahan terbaik. Aku sendiri jarang ke luar rumah ini selain berkelana ke dalam hutan untuk mengumpulkan bahan, dan itu pun tidak banyak penduduk Reverlaud Hill yang kutemui." Bernardus menyandarkan tubuh ke kursi. Uap-uap mengepul dari ketiga piala mereka beserta mangkuk sup yang mendadak tidak ingin Brianna habiskan lagi.

"Tidak ada desas-desus?"

"Kecuali ... hanya ada seorang Dissentum yang pernah kutemui. Dia membeli ramuanku," ucap Bernardus pelan, "aku mendengar darinya sesuatu tentang ruang bawah tanah di bawah bukit dedalus. Selain itu tidak tahu lagi. Aku sungguh-sungguh menyesal hal itu terjadi pada Casey dan tidak dapat menolongnya."

"Tidak masalah, Bernard," kata Nicholas. "Mungkin sedikit Polijus dan beberapa ramuan lain akan sangat membantu."

Bibir tebal kemerahan Bernardus melengkung ke atas. Setelah turun dari kursi, ia berjongkok di tengah ruang tamu, mengetuk tongkat sihirnya ke lantai hingga beberapa bilah papan tersebut bergeser dan meninggalkan lubang besar di mana terdapat tangga yang menurun. "Kemari," ajaknya.

-------------

Keterangan:

Bubuk Wigglehead: (murni ciptaan Penulis) digunakan untuk mempercepat penyembuhan.

Sari Murtlap: (berasal dari dunia Harry Potter, ciptaan JK Rowling) untuk meredakan dan menyembuhkan luka-luka yang tergolong ringan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top