Bab 14. Tiga Pria Asing
~○●♢●○~
Brianna mendongak ke sumber suara, dan mendapati dua orang pria yang berdiri di antara mereka. Salah seorang dari mereka bertubuh besar, dengan kumis dan janggut kasar berwarna gelap yang memenuhi wajahnya. Sebelah tangannya yang kapalan menggenggam segelas wiski api, bersama sepiring besar daging asap di tangan lainnya. Pria di sebelahnya sedikit lebih pendek dan gempal, berambut coklat dengan panjang melewati batas daun telinga, dan tulang hidungnya patah. Ia juga memegang gelas yang sama.
Kehadiran dua sosok asing di meja mereka tersebut tampaknya secara tidak langsung telah membuka kesempatan bagi pengunjung lain yang kehabisan tempat duduk, karena belum sampai setengah menit kemudian, seorang pria kurus berkulit pucat dengan mantel panjang juga ikut bergabung.
~○●♢●○~
Brianna menggeser piring-piring kosong untuk memberi ruang pada ketiga pria asing tersebut sampai si pelayan bajak laut botak mengambilnya.
"Aku Arnold Clearwater," Si Hidung Bengkok mengulurkan jari-jari tangannya yang gemuk dengan sopan pada Nicholas dan Brianna. "Belum pernah melihat kalian sebelumnya. Pendatang baru?"
"Siapa yang cukup tolol untuk ke neraka tanpa TV kabel dan internet?" kata Si Pria Berjanggut menimpali sambil mengigit daging asap yang langsung ia pegang dengan tangan. Brianna berusaha tidak memerhatikan lemak-lemak daging yang menempel pada rambut sekitar mulutnya ketika ia mengunyah dengan keras. "Kalau bukan karena kontrak kerja membangun rumah sialan itu, aku sudah angkat bokong dari sini."
"Hanya dua seniman yang butuh ketenangan untuk menciptakan karya-karya mereka," jawab Nicholas tenang. "Aku Nicholas Crown, dan sepupuku--" ia menunjuk Brianna yang mulai terbiasa dengan penyamaran mereka "--Brianna."
"Seniman?" Si Pria Berjanggut tampak tertarik. "Aku suka patung. Namaku Gilbert Roughand, kau bisa buat patung naga?"
"Aku pelukis realis," kata Nicholas.
"Seperti lukisan kapal yang bisa bergerak di rumah Mr. Sheperd?" Gilbert memasukkan gumpalan daging terakhir ke mulutnya. Entah bagaimana ia masih bisa bersuara dengan jelas saat mulutnya penuh. "Aku bersumpah, ombaknya benar-benar hidup."
"Mr. Sheperd pasti telah mendapat lukisan dari seniman terbaik," ucap Nicholas, tersenyum tipis sesaat sebelum meneguk Butterbeer-nya.
Gilbert melambaikan tangannya tidak sabar seolah ingin membuang ucapan Nicholas barusan. "Kau tidak tahu," katanya. "Hal-hal itu sering terjadi. Aku pernah diundang minum di rumahnya, lalu mendengar suara-suara aneh dalam perjalanan ke kamar kecil. Kupikir lorong itu kosong, dan ketika kucek kembali, salah satu wanita dalam lukisannya terlihat sedang terkikik." Gilbert mengelap tangannya yang berminyak ke mantelnya, lalu kembali melanjutkan sambil mendengus keras. "Aku benci lukisan realis."
"Aku pernah bertemu dengan lukisan koboi yang meneriakiku," kata Nicholas.
Tanpa sadar Brianna menahan tawa.
"Ini Reverlaud Hill, Bung," ujar Arnold pada Gilbert. "Hal-hal yang tidak kaumengerti terjadi di sini."
"Sekte penyihir." Si pria kurus pucat membuka suara untuk pertama kalinya sejak duduk bergabung. "Reverlaud Hill tidak sembarangan disebut sebagai kota berhantu dengan teknologi terbelakang. Tidakkah kalian sadar kalau ada sekelompok orang yang menggerakkan tongkat sihir mereka di balik semua ini?"
"Hahahaha!" Gilbert tertawa keras sambil memukul meja dengan suara keras. "Ternyata kau salah satu orang tolol itu. Aku tidak akan bicara apa pun soal hantu, tapi penyihir dengan kekuatan ajaib jelas tak masuk akal. Orang kolot!"
Pria kurus itu tidak menanggapi Gilbert, hanya terdiam sambil meminum wiskinya tanpa ekspresi.
"Dan namamu adalah ..." Nicholas melirik pria itu dengan rasa penasaran yang tidak terlalu kentara.
"Kau tidak perlu memanggilku," balasnya dingin.
"Kenapa?" tanya Gilbert sambil mengusap tumpahan wiski yang jatuh ke janggutnya. "Takut tersihir jika kau memberi nama aslimu?"
"Mungkin kau bahkan tidak perlu memberi nama untuk bisa tersihir," kata Arnold, mengangkat sedikit bahunya.
"Aku justru khawatir para penyihir tidak ingin mendengar namaku." Si Pria Kurus bersandar dengan tenang, memalingkan wajahnya ke sekitar bar seolah ia memiliki kepentingan lain.
"Apa? Voldemort?" Brianna menahan tawa lagi, ia tidak tahan untuk tidak menyela.
Nicholas ikut mendengus.
Si Pria Kurus menyipitkan matanya pada Brianna. Sorotan yang ia tunjukkan lebih terlihat menyelidik dibanding mengancam. "Mungkin kau tidak tahu, tapi markas terbesar mereka ada di sekitar sini."
Brianna memajukan tubuhnya begitu cepat hingga tanpa sengaja kakinya menendang sangkar kosong Brie di bawah kursinya dan mengenai kaki Gilbert di samping, membuat pria itu tersentak dan mengaduh terlalu heboh untuk ukuran manusia bertubuh besar yang disenggol rangkaian besi ringan.
"Maaf, maaf, Sir," ucap Brianna, kembali menarik sangkar burung tersebut sambil mengerutkan dahi diam-diam.
"Apa itu? Sangkar burung?" tanya Gilbert, masih terlihat tidak senang akibat benturan kecil tadi.
Si Pria Kurus yang duduk di sisi lain Brianna menunduk, dan sebelum gadis itu sempat bereaksi, ia sudah mengambil sehelai bulu kecoklatan yang menempel di dasar sangkar. "Burung hantu," gumamnya sambil mendekatkan bulu Brie yang ia jepit di antara jari-jari rampingnya ke depan mata. "Menarik."
"Ya," kata Brianna sambil berdeham, sedikit gugup. "Baru saja kabur, dan aku sedang mencarinya."
"Kau memelihara burung hantu?" Arnold menatap Brianna dengan penasaran.
Brianna melirik Nicholas agak panik, berusaha memberi kode untuk bantuan, tapi pria itu hanya menyesap minumannya dengan ekspresi tak terbaca. Mata tajam Nicholas tertuju pada Gilbert.
"Potterhead," jelas Brianna akhirnya ketika tidak ada tanda-tanda kalau Nicholas akan menyihirnya supaya diam dan mengambil alih pembicaraan seperti biasa. "Kau tahu, er ... tergila-gila pada Harry Potter. Aku juga membeli kalung ini." Brianna mengeluarkan kalung deathly hallows dari balik mantelnya dan berseri. "Simbol Relikui kematian. Segitiga melambangkan jubah gaib, lalu lingkaran di tengahnya ini--"
"Oh, penggemar berat," komentar Arnold sekaligus memotong ucapan Brianna dengan tak tertarik. Kemudian ia menoleh pada Nicholas selama beberapa saat. "Kau membawa muggle, Nicholas Dougherty."
Brianna terbelalak, ia tidak tahu perasaan mana yang lebih menguasainya, kesal karena disebut muggle atau terkejut karena Arnold mengetahui nama asli Nicholas.
"Senang akhirnya kau memperkenalkan identitasmu, Arnold," kata Nicholas sinis. "Sayang sekali kita bertemu di waktu dan tempat yang salah."
"Kalau begitu sebaiknya kita pergi ke tempat yang seharusnya," balas Arnold. "Kau lebih beruntung dari Casey, karena aku akan mengundangmu secara baik-baik."
Mendengar nama Casey disebut membuat punggung Brianna menegak. "Di mana Casey?" serunya tidak sabar.
"Aku memang berniat ke sana," kata Nicholas. Tidak ada satu pun di antara mereka yang menghiraukan desakan Brianna. "Tapi tanpa digiring."
Arnold menggeleng. "Maaf, Nicholas, tapi kau tidak punya pilihan."
"Aku punya, dan itu adalah tidak. Sampai ketemu dengan caraku sendiri."
"Mungkin kau tidak akan bisa menolak lagi," ucap Arnold dengan suara rendah, kemudian dalam sekali gerakan mengarahkan tongkat sihirnya ke depan dada Nicholas.
Brianna menatap pemandangan tersebut sambil mematung. Ia ingin mengeluarkan tongkatnya sendiri dan membantu Nicholas dengan menyihir Arnold, tapi tubuh besar Gilbert menghalangi mereka. Nicholas memberi tatapan peringatan padanya ketika Brianna baru saja mendekatkan tangannya ke saku mantel.
"Kau penyih--"
"Stupefy!" Arnold melambaikan tongkat sihirnya ke arah Si Pria Kurus sekilas dengan malas sebelum kembali menusuk dada Nicholas. Si Pria Kurus itu terjatuh tak sadarkan diri di lantai, membuat beberapa orang sekitarnya berteriak kaget dan melotot ngeri ke meja kami.
"Kau tidak bisa mengacungkan tongkat di tempat umum, Arnold."
"Ini Revorlaud Hill," balas Arnold.
Brianna tidak mengerti bagaimana Nicholas masih bisa berkata dengan tenang. Tangannya sudah berada di dalam saku dan mencengkram erat tongkat sihir.
Nicholas mendengus. "Tapi tidak di depan Occultis."
Dan segalanya terjadi dengan cepat. Gilbert mendadak bangkit hingga kursi drumnya terjungkal dan menggelinding di belakang. Sebuah tongkat sihir yang agak panjang tergenggam dengan mantap di tangannya, terarah ke Arnold. "Simpan tongkatmu, Dissentum," perintah Gilbert tajam. Lalu ia melirik Nicholas dengan alis terangkat, "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Reaksimu pada benturan sangkar burung yang terbuat dari campuran besi dan taring naga," kata Nicholas. "Aku berani bertaruh inti tongkat sihirmu adalah nadi jantung dari naga yang sama."
"Bagus." Arnold tertawa dengan nada mengerikan. Brianna memiliki perasaan kalau penyihir itu senang dengan perhatian yang didapatkannya dari seisi bar. "Aku akan membawa dua Occultis. Ayo lakukan ini dan kita buat pertunjukan menarik bagi para muggle bodoh di sini."
"Tidak semudah itu, Dissentum."
Sebuah suara lain menyahut. Brianna menoleh dan mendapati Magnus mengacungkan tongkatnya ke arah Arnold. Beberapa pengunjung bar lain ikut berdiri dari beberapa meja, dan semuanya ikut memegang tongkat. Brianna refleks memalingkan pandangannya ketika matanya tanpa sengaja bertubrukan pada pria jangkung botak. Gadis itu tidak yakin apakah sekarang ia bisa menganggap Occultis sebagai lawan, tapi yang jelas ia tetap tidak begitu suka pikirannya dibaca begitu saja.
"Sempurna. Mari kita mulai pestanya." Arnold tersenyum semakin lebar. "Revorus Dissentum."
-------
Ini jauh lebih sulit dari yang kubayangkan.. butuh waktu lama untuk nulis part ini karena awalnya aku merasa terlalu datar dan kayaknya agak bosan. Jadi akhirnya langsung munculin action aja deh.
Dan aku berasa alurnya malah makin cepat ahahah
(Pingin cepet2 tamat hmm)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top