Between Us 8


Pizza! Baiklah, meski bukan makanan yang baik untuk makan malam, tetapi setidaknya cukup buat mengganjal perut yang sejak tadi memang sudah meronta minta diisi. Kulihat Shanum tengah bermain dengan Mbok Sum. Dua potong makanan khas Italia itu sudah cukup membuatku kenyang. Ku teguk air mineral hingga tandas meninggalkan soft drink yang tersaji di depanku.

Sejak beberapa tahun yang lalu aku sudah menjauhi minuman softdrink dan semacamnya, karena memang menurut beberapa artikel kesehatan yang ku baca, minuman seperti itu tidak baik untuk tubuh, meski kedua rekanku masih setia meneguknya.

"Sudah jam delapan, Mbok, sepertinya Shanum harus tidur."

"Iya, Mbak. Biasanya juga jam segini Shanum tidur."

Aku mengangguk kemudian meminta agar Mbok Sum juga beristirahat.

"Oh iya, Mbok, Mas Damar tadi bilang nggak jam berapa pulangnya?"

Aku mulai gelisah, bukan karena apa-apa, tetapi jika pria itu tiba semakin malam, itu artinya kecil kemungkinan aku untuk pulang, karena pasti akan lebih repot karena Shanum tentu akan terbangun lagi.

"Maaf, Mbak, Mas Damar nggak bilang apa-apa."

Ya Tuhan! Kenapa aku jadi seperti seorang istri yang menunggu suaminya? Nggak, nggak! Dia mau pulang jam berapa pun bukan urusanku! Lagipula anak ini juga bukan urusanku, 'kan?

Kenapa aku resah dan harus menuruti apa yang diinginkan pria itu? Emangnya dia siapa berani mengacaukan jadwal hidupku? Setelah Shanum tidur, kurasa aku harus pulang! Biarkan saja Damar nanti berpikir apa tentangku, toh dia juga seenaknya!

"Mbak? Shanum sudah tertidur, sebaiknya dipindah ke box-nya." Mbok Sum menatapku heran. "Mbak saya perhatikan kok melamun terus? Mbak pasti kecapekan, ya?"

"Nggak, Mbok. Oke, biar saya yang pindahkan Shanum ke ranjangnya."

Pelan kuangkat bayi cantik itu dan meletakkannya di ranjang, tentu saja tak lupa kucium pipinya. Wangi bayi menurutku adalah wangi yang paling bisa membuat siapa pun tenang.

"Saya ke kamar dulu ya, Mbak. Mbak kalau butuh sesuatu bisa pencet bel itu," ujarnya sembari menunjuk tombol yang berada tak jauh dari ranjang Shanum.

"Baik, Mbok. Makasih, ya, sudah bantuin saya."

"Itu sudah tugas saya, Mbak. Oh, iya, Mbak kalau mau istirahat bisa tiduran di ranjang itu. Biasanya Mas Damar juga tertidur di sana kalau kecapekan dan nggak sempat tidur di kamarnya."

Aku menatap ranjang berukuran queen size dengan bed cover putih di sebelahku.

"Mbak nggak usah khawatir, karena Mas Damar bawa kunci sendiri, jadi bisa masuk jam berapa pun," paparnya.

Aku mengangguk dan kembali mengucapkan terima kasih.

Setelah Mbok Sum pergi, kulihat kembali arloji. Baiklah! Jarum jam menunjukkan hampir pukul sepuluh malam, sepertinya akan semakin jauh keinginanku untuk kembali ke kost-an. Andai bisa menghubungi pria itu sudah pasti akan ku hubungi dan mungkin ku maki-maki dia. Sayangnya aku bahkan tidak memiliki nomor teleponnya.

Sayup-sayup terdengar suara petir, cuaca memang tidak bisa diprediksi akhir-akhir ini. Aku melangkah ke jendela sedikit menyibak tirai berwarna pink untuk mengetahui cuaca di luar. Dari temaram lampu terlihat rinai mulai turun.

Kembali aku mendekat ke box Shanum, bayi berkulit putih itu terlelap. Andai pernikahanku dulu baik-baik saja, pastilah sudah memiliki bayi juga, tetapi dalam hidup apa pun bisa terjadi, bukan? Bahkan pada orang yang kamu sangat menggantungkan harapan indah padanya.

Aku mulai merasa ngantuk. Sedikit ku regangkan tubuh menghalau rasa itu, tetapi sia-sia. Mataku seolah meminta dipejamkan. Teringat ucapan Mbok Sum agar aku tidur di ranjang itu.

Mungkin nyaman, tetapi tentu saja itu tak mungkin aku lakukan. Bagaimana bisa aku merebahkan tubuh di ranjang itu, sementara membayangkan Damar juga sering terlelap di sana membuatku bergidik.

Satu-satunya yang bisa menolong adalah sofa. Sofa besar berwarna putih itu rasanya cukup untuk bisa membantu nyaman sambil menunggu pria itu datang.

**

Mataku mengerjap saat kudengar suara rengekan Shanum. Sejenak mencoba mengumpulkan kesadaran. Cahaya matahari menelusup dari ventilasi kamar ini, dan aku tersadar jika semalam aku tertidur di rumah Damar, tetapi bukan di ranjang. Aku semalam tertidur di sofa, bukan? Tapi kenapa pagi ini aku berada di tempat tidur? Dan selimut ini? Siapa yang menyelimutiku?

Apakah aku bermimpi dan berjalan ke ranjang? Atau memang aku tanpa sadar merebahkan diri di sini? Atau ... nggak nggak! Aku benci pikiranku! Ini nggak boleh terjadi! Bagaimana mungkin aku berpikir jika Damar yang memindahkan aku dari sofa ke ranjang itu? Ah, sial!

Gegas menghampiri Shanum mengabaikan ribuan tanya di kepala soal kepindahanku dari sofa ke ranjang semalam. Ketukan di pintu meminta diizinkan masuk, aku tahu itu suara Mbok Sum.

"Mbak, Shanum sudah saya siapkan mandinya. Biasanya dia mandi di sini." Perempuan itu menunjuk meja lebar yang memang dipergunakan untuk bayi cantik ini mandi.

"Iya, Mbok, sepertinya saya kesiangan bangunnya, dan Shanum sudah nggak sabar pengin mandi."

Mbok Sum tersenyum lebar lalu menghilang di balik pintu untuk mengambil perlengkapan mandi anak majikannya.

Tak menunggu lama, dia kembali dengan bak dan air hangat. Beruntung aku pernah belajar memandikan anak Kak Nina, kakak sepupuku, jadi tidak kagok saat memandikan Shanum.

"Mbak terlihat sangat telaten sekali, Mbak." Mbok Sum rupanya memperhatikan sejak tadi.

"Saya pernah belajar memandikan anak sepupu saya, Mbok."

Perempuan itu manggut-manggut.

"Saya kasihan sama Shanum, dia bayi cantik, tapi tidak punya mama," ujarnya dengan mimik sedih.

Ku hela napas, sembari mengusap tubuh Shanum dengan sabun.

"Emang mamanya ke mana, Mbok?" tanyaku pura-pura tidak tahu.

Dari bibir Mbok Sum keluar cerita tentang majikannya yang cerita itu sama persis seperti yang diceritakan Alya padanya.

"Tapi Mbak jangan tanya ke Mas Damar, ya, Mbak. Nanti saya lagi yang kena marah."

Aku tergelak. "Mbok Sum tenang aja. Saya nggak akan cerita."

"Eum, Mbak."

"Ya?"

"Maaf, apa Mbak ini pacar barunya Mas Damar? Maaf, Mbak, sebab semenjak ada Shanum, Mas Damar jarang ngajak perempuan ke rumah ini. Kalau dulu sih sering, dan itu, maaf, ganti-ganti perempuannya." Suara Mbok Sum terdengar pelan.

Hampir saja Shanum terlepas dari peganganku saat pertanyaan itu terlontar. Dengan cepat aku menggeleng. Gila! Apa yang diucapkan asisten rumah tangganya ini benar-benar membuatku bergidik! Meski kutahu cerita itu dari Alya, tetapi tetap saja merasa ngeri. Aku seperti berada di kediaman raja yang diktator dan gila perempuan!

"Nggak, Mbok. Bukan!"

"Bukan? Tapi kenapa Mbak terlihat sangat perhatian dan sayang pada Shanum? Saya sangat senang kalau Mbak benar-benar pacar Mas Damar apalagi kalau kalian menikah."

Menikah? Lelucon apa yang dikarang perempuan paruh baya ini? Aku dan Damar menikah? Ya Tuhan, mungkin Mbok Sum berpikir kami sedekat itu seperti layaknya kekasih.

Kutarik napas dalam-dalam lalu menggeleng.

"Nggak, Mbok, saya dan Mas Damar hanya kebetulan rekan kerja. Itu aja, kalau dekat dengan Shanum, itu karena sebagai perempuan saya nggak tega melihat bayi cantik ini sendirian. Itu aja, kok."

Terlihat dari sudut mataku, Mbok Sum mengangguk paham.

"Nah, Shanum sudah selesai mandinya, sekarang kita pakai baju dulu, yaa." Ku dekap bayi cantik itu dan kembali meletakkan di ranjangnya.

"Mbok." Ku panggil dia saat hendak keluar kamar.

"Iya, Mbak?"

"Semalam Mbok ke sini?"

"Nggak, Mbak. Semalam saya langsung tidur dan jam empat subuh tadi bangun. Kenapa, Mbak?"

Kalau bukan Mbok Sum, apakah itu artinya apa yang kupikirkan benar?

"Mbak?"

"Eum, apa Mas Damar sudah datang?"

Mbok Sum mengangguk.

"Sudah, tapi saya nggak tahu datang jam berapa, yang saya tahu mobilnya sudah ada di garasi dan pintu kamarnya terkunci saat saya mau membersihkan kamarnya tadi."

"Ya Tuhan! Apa benar Damar yang memindahkanku ke ranjang?" Batinku bermonolog.

"Kenapa, Mbak?"

"Nggak, nggak, nggak kenapa-kenapa, apa Mas Damar nggak jadi ke luar kota?"

Mbok Sum menggeleng. "Saya nggak tahu, Mbak."

Aku mengangguk lalu perempuan itu meminta izin untuk membereskan semua keperluan mandi Shanum.

**

Haloo ... sampai bab 8 ini pada suka gak? Boleh minta komentar dong. Biar semangaddd akunya, hi-hi 🤭
Oh iya, di KBM App udah di bab 10 yaa.
Btw selamat beraktifitas semuanya. Salam sayang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top