The Last
"You know that place between sleep and awake,
that place where you can still remember dreaming?
That's where I'll always love you. That's where I'll be waiting."
Fisiknya berubah, mungkin seperti itu yang ada dalam pikiran seorang Wendy yang kini tengah menatap presensi seorang lelaki bertubuh tegap yang berdiri disisi balkonnya yang kini juga sedang menatapnya dengan senyum lembut dan mata bulat berbinar. "Jadi apa gerangan yang membuatmu datang kemari Peter?" tanya Wendy masih sedikit dilanda keterkejutan. Raut wajah itu kembali mengeras, mengingat kembali tujuannya menemui sang sahabat lama sedikit menimbang-nimbang sebelum mengutarakan maksud kedatangannya.
"Maafkan aku Wendy, mungkin kau benar-benar terkejut melihat kedatanganku kemari. Tapi , aku ingin meminta bantuanmu." Ucapnya pelan hampir berbisik mengingat mereka tidak hanya berdua di kamar itu. "B-bantuan? Bantuan apa itu Peter"? balasnya juga ikut berbisik. Peterpan menarik nafasnya pelan sebelum menuturkan jawaban yang diinginkan Wendy, "aku ingin membawamu kembali ke Neverland, Neverland dalam bahaya akibat Kapten Hook yang berhasil menangkap Ratu Peri. Pohon debu ajaib hampir mati karena tidak ada peri yang bekerja, semua ditawan termasuk para Lost Boys. Hanya aku yang berhasil lolos dari pengejaran mereka." Tutur Peter dengan nada sarat akan penyesalan mengingat ia tak sempat menyelamatkan teman-temannya dari para perompak bengis itu.
Wanita itu menatap Peterpan dengan berbagai kekalutan yang terpancar di wajahnya, "aku tak mengerti Peter, maksudku bagaimana mungkin Kapten Hook bisa melakukan itu? Sedangkan kau tahu Kapten Hook dan awak kapalnya tidak ternah meninggalkan kapalnya?" Peter menggeleng pelan seraya menundukkan pandangannya "aku tak tahu dari mana datangnya sebagian awak kapal Kapten Hook itu, mereka lebih bengis dan kejam dari ku kenal sebelumnya dan semua terjadi secara tiba-tiba." Lirihnya.
"Dan apa hubungannya denganku? Mengapa aku yang kau mintai bantuan?" tanya Wendy sedikit ragu. " Karena, hanya kau yang dapat menolongku mengalahkan Kapten Hook. Kau wanita paling pemberani yang pernah ku kenal, ku mohon ikutlah padaku Wendy ..." mohon Peter. "Tapi Peter ... keadaanku sudah tak seperti dulu ..." ia melirik kebelakang ke arah putra putrinya yang kini terlelap damai "aku sudah memiliki tanggung jawab lain yang harus ku lindungi ..." jelasnya pelan.
Mendengar itu raut wajah Peter menjadi masam dan membalas dengan asal "kita bawa saja anak-anakmu ikut ke Neverland, dengan begitu kau dapat mengawasi mereka juga." Wendy sedikit terkejut mendengar jawaban Peter yang asal itu tapi mencoba memahami bahwa Peter masih seperti dulu "Tak semudah itu Peter, sekarang keadaanku sudah berbeda" tuturnya pelan. "tapi Wendy, hanya kau yang dapat membantuku..." mohon Peter. "Apa yang dapat kulakukan untuk menolong Neverland? Sedangkan aku hanya seorang wanita biasa tanpa kekuatan ajaib ..." balasnya sedikit memekik.
Peterpan kembali meyakinkan Wendy bahwa yang ia katakan itu tidak benar "tidak, kau salah ... Kau memiliki apa yang tak kumiliki. Keberanian yang kau miliki dan tak dimiliki oleh semua yang kukenal, kumohon ... hanya kali ini saja." Pasrahnya sambil menunduk dalam.
Wendy menatap iba Peterpan, hatinya menginginkan agar dirinya ikut bersama lelaki di hadapannya namun disisi lain ia tak dapat meninggalkan keluarga kecilnya begitu saja. Memejamkan mata serta merta menarik napas dengan pelan wanita dewasa itu menentukan pilihannya. Mungkin inilah jawaban dari kegelisahannya beberapa hari terakhir sebelum sosok itu datang tiba-tiba menghampiri jendela kamar anaknya.
"Baiklah, sudah kuputuskan aku akan ikut denganmu" tutur Wendy dengan yakin. Mendengar hal itu, serta merta Peterpan mendongak menatap raut serius Wendy. Senyumnya tak dapat di sembunyikan, lelaki itu begitu bahagia. "Benarkah? Oh, Wendy terima kasih ... terima kasih karena telah mengabulkan permintaanku" ucap Peter begitu gembira. Melihat itu, si wanita hanya bisa ikut tersenyum lembut.
"Tapi Peter, bisakah kau berjanji agar membawaku kembali sebelum mereka terbangun?" pinta Wendy sembari melirik ke arah kasur. Peter terdiam sejenak sebelum mengabulakan permintaan itu, "Tentu ... tentu kau bisa kembali sebelum mereka terbangun." Wendy tersenyum mendengar hal itu.
***
Jadilah mereka berangkat menuju Neverland saat itu juga, setelah mengucapkan selamat malam disertai bubuhan kecupan lembut di pelipis sang buah hati tak lupa kepada suami tercinta yang terlelap di kamar pribadi mereka. wendy berangkat menuju Neverland, berbekal segenggam debu ajaib yang ditaburkan keseluruh tubuhnya ia melayang di udara. Senyum tak lepas dari wajah keduanya, genggaman itu semakin erat ketika mereka telah melesat terbang membelah langit malam.
"Waktu kita tak banyak, bintang utara akan lenyap gerbangnya kan segera tertutup. Pegang erat tanganku Wendy ..." seiring dengan ucapannya, Peterpan makin menggenggam erat tangan mungil itu.
Bintang utara semakin terlihat begitu juga dengan awan gelap yang akan mereka lalui, semua terjadi begitu cepat hingga Peter memanggil namanya.
"Wendy ... Wendy, buka matamu kita telah tiba. Selamat datang kembali di Neverland." Ucap Peterpan pelan. Wanita itu membuka matanya secara perlahan, terkejut dengan apa yang saat ini disaksikan langsung oleh pandangannya. Neverland jauh dari kata baik-baik saja, ia tak menyangka bahwa negeri ajaib itu akan merubah menjadi seperti mayat hidup jika digambarkan. Suaranya seperti tertelan kembali melihat apa yang ada dihadapannya.
"kau sudah melihanya sendiri bukan? Neverland seperti sebuah mimpi buruk sekarang."
"A-aku tidak menyangka ... tempat ajaib ini, bisa berubah menjadi mengerikan seperti sekarang"
"Bisa saja tidak terjadi jika saja aku tidak melakukan kesalahan." Ucapnya lirih hampir tak terdengar.
"Ya? Apa kau mengatakan sesuatu Peter?"
"A-ah, a-apa? Aku tidak mengatakan apapun" sangkalnya. "Baiklah aku akan mengantarnmu menuju rumah pohon. Di sana kita akan menyusun rencana untuk mengalahkan Kapten Hook." Mendengar itu, sejurus kemudian Wendy menyetujui Peterpan dan berangkat menuju rumah pohon. Tanpa mereka sadari, seseorang telah mengintai mereka dengan teropongnya.
***
Matanya terus menatap tajam ke arah kertas perkamen yang berisi tentang sebuah perjanjian yang telah dibubuhi cap merah tanda keseakatan dan tak dapat ditarik kembali. Geraman halus lolos dari bibirnya mengingat seseorang yang membuat kesepakatan itu belum memunculkan batang hidungnya.
" Coba saja, jika ia mengingakari kesepakatannya maka kujamin Neverland hanya tinggal nama." Gumamnya menahan amarah. Ia larut dalam pikirannya sampai sebuah suara menarik kembali atensinya.
"Tuaan ... T-tuan, maaf mengganggu anda Tuan ... aku ingin menyampaikan kabar bahwa Petrpan sudah kembali dan ia bersama seorang wanita dan sepertinya itu Wendy Darling Tuan." Lapor Moris si bajak laut kepercayaan Kapten Hook. Sang Kapten yang mendengar laporan itu terkejut dan tak dapat menyembunyikan seringaiannya, tangan kirinya yang berlapis baja berbentuk mata kail pancing terangkat seolah memberi aba-aba pada anak buahnya. Kini rencananya akan terlaksana dengan sempurna.
"Perintahkan semua awak kapal untuk bersiap, kita akan menuju Neverland yang indah itu." Lirihnya yang kelilingi aura kejam yang begitu menakutkan.
"B-baik Tuan." Ucap Moris patuh sebelum meninggalkan ruang pribadi Kapten Hook.
"Sedikit lagi Peterpan dan ... kau akan menemukan kehancuranmu." Gumam Kapten Hook.
***
Di dalam rumah pohon dengan pencahayaan lampu pijar seadanya, Wendy mendengarkan rentetan rencana yang akan mereka jalankan untuk menyelamatkan Neverland. Meskipun terdengar sedikit ragu mengingat para awak Kapten Hook sangat sulit untuk ditaklukkan.
"Malam ini kita kan memulai rencananya, kita akan mengendap-endap menuju kapal kapten Hook untuk menyelamatkan Ratu Peri terlebih dahulu. Lalu setelah itu menyelamatkan yang lain."
"Kau yakin Peter? Maksudku, apa kita bisa melewati para awak kapal tanpa tertangkap?" ragu Wendy.
"Apa kau meragukan ku Wendy? Aku sudah mempersiapkannya dengan matang, percayalah padaku kita bisa melakukannya." Mendengar hal itu Wendy hanya bisa percaya dengan apa yang Peterpan katakan.
"Ya, aku percaya padamu Peter." Peter tersenyum lembut mendengar jawaban Wendy.
"Bersiaplah kita akan segera menuju kapal Kapten Hook."
Wendy tak mengerti mengapa ini terasa begitu mengganjal, ia merasa ada yang salah dengan semua ini. Mencoba menepis semua pikiran buruk di dalam benaknya pun ia mengikuti Peter untuk bersiap, meyakinkan dirinya bahwa semua ia lakukan untuk Neverland yang memberi kebahagiaan di masa kecilnya.
"Kau sudah selesai? Sudah waktunya kita berangkat."
"Ya, aku sudah siap."
Peterpan dan Wendy pun meninggalkan rumah pohon , terbang dengan kekuatan dari debu ajaib. Mereka menuju kapal yang merupakan markas besar si perompak.
***
Mereka semakin dekat dengan kapar besar itu, dan mereka menyadari ada yang salah dengan kapal itu.
"Tunggu dulu, Peter ... apa kau tidak merasakan sedikit keanehan? Kapal ini begitu sepi, tak ada satupun yang terlihat di sini." Bingungnya. "Kau benar ini sangat aneh, berhati-hatilah dan tetap waspada" ingat Peter.
Wendy tak mengerti, kapal itu begitu sepi seperti tak berpenghuni. Ada rasa aneh untuk tidak mempercayai ucapan Peterpan namun ia tepis begitu saja. Ia dan Peter mendarat dengan sangat hati-hati di sisi kapal itu, Peter memasang kuda-kuda untuk berjaga-jaga jika ada yang tiba-tiba menyerang dari depan.
Langkah kaki mereka begitu pelan ketika berjalan menaiki dek kapal, semua masih terasa aman ketika mereka tiba di tengah-tengah kapal sebelum sesuatu tiba-tiba mengejutkan mereka.
"Braakkk ... aaaaaakkkk" sebuah jebakan berupa kurungan seukuran tubuh manusia, mendarat tepat pada Wendy dan mengurung tubuh itu secara tiba-tiba. Peterpan begitu terkejut ketika berbalik tubuh Wendy telah berada dalam kurungan itu.
"Wendy!!!!"
"Peter kumohon tolong aku!!" teriakan frustasi Wendy membuat Peterpan semakin kalut, ditariknya pedang yang ia bawa di punggungnya untuk menghancurkan kurungan itu. Tetapi semua sia-sia, kurungan itu sangat kuat dan berat tak dapat di hancurkan hanya dengan pedang.
"Hahahaha ... Peterpan, akhirnya kau datang juga. Dan ... wah hallo Nona Wendy, lama tak berjumpa. Apakah kau masih mengingatku?"
Suara Kapten Hook mengalun di tengah kepanikan yang melanda Peter dan Wendy. Seringaian di wajahnya makin terlihat seiring ia berjalan mendekat ke arah dua manusia itu. Para bajak laut satu persatu muncul mengelilingi kapal dengan penampilan yang begitu menyeramkan dan masing-masing memegang pedang di tangan mereka menunggu perintah dari sang kapten sebelum menyerang lawannya. Wendy sangat terkejut melihat semua itu.
Kapten Hook berhenti beberapa meter dihadapan Peterpan yang masih mengarahkan ujung pedang ke arahnya. "wow tenanglah Peterpan, aku tidak akan menyerangmu. Kau masih ingat perjanjiannya bukan?" mendengar hal itu, lelaki muda tersebut menurunkan pedang yang sedari tadi mengarah kepada Kapten Hook.
"Lepaskan Ratu Peri dan Wendy sekarang juga Hook!! Kalau tidak, pedangku tak akan memberi belas kasih" gertak Peterpan.
"Wah ... wah lihatlah berani sekali anak muda ini, apa kau sedang menggertakku? Itu tidak ada artinya." Para bajak laut menyaksikan di sekeliling kapal ikut tertawa mendengar penuturan kapten Hook yang mengolok-olok Peterpan. Peter yang geram akan ucapan Kapten Hook terpancing dan kemudian menantangnya.
"Baiklah, kalau begitu mari kita bertarung satu lawan satu dengan adil" tantangnya. Kapten Hook yang mendengar itu mencibir "apa kau mencoba mengalahkanku? Mimpi saja kau bocah tegik. Tapi, baiklah aku akan meladeni mu. Seorang pria sejati tak akan menolak suatu tantangan."
Wendy semakin dilanda kekhawatiran melihat Peter akan bertarung dengan Kapten Hook. Ia tak bisa membayangkan jika Peter kalah.
"Kita akan bertarung menggunakan pedang, tetapi ada satu hal yang tidak boleh kau langgar. Kau tidak boleh terbang sama sekali atau kau kalah." Mendengar itu, Peterpan mengangguk dengan mantap kemudian berbalik menatap Wendy yang dilanda kekhawatiran.
"Mari kita mulai Peterpan." Pertarungan satu lawan satu itu pun dimuliai, para bajak laut berteriak seolah menyemangati sang Kapten agara memenangkan pertarungan. Mata pedang yang saling bertemu menimbulkan suara gesekan maupun dentingan yang membuat jantung semakin memompa, gerakan-gerakan lincah keduanya ketika menghindari serangan begitu mendebarkan. Sesekali hampir saja mata pedang itu hampir mengenai lawan namun berhasil dihindari.
Pertarungan sangat imbang, sampai satu pergerakan ceroboh yang dilakukan oleh Peterpan membuat kapten Hook melihat cela dan berhasil mengurung Peterpan di bawah tubuhnya. Pertarungan seketika terhenti, napas keduanya memburu. Ujung runcing pedang itu mengarah kewajah Peterpan yang kini berhasil ia lumpuhkan.
"Aku mengalahkanmu Peterpan" ujung pedang itu semakin mendekat, kerah bajunya dicengkram dengan sangat kuat dan tatapan mereka tak lepas satu sama lain dengan napas yang memburu. Sebelum suara tawa menggelegar disusul suara tawa lainnya oleh kedua manusia yang masih bergulat itu.
Wendy yang melihat itu dilanda kebingungan besar, bagaimana mungkin dua orang yang tadi sangat ingin membunuh satu sama lain tiba-tiba bisa tertawa begitu lepas seolah tidak pernah terjadi pertarungan diantara mereka seolah semua itu adalah lelucon yang sangat mengocok perut.
"LIhat, aku mengalahkan mu Peterpan." Kapten Hook berucap seraya bangkit dari atas tubuh Peterpan, "perjanjian tetaplah perjanjian, aku akan menepatinya karena kau telah membawa apa yang kuinginkan" lanjutnya.
"tentu, kau harus menepatinya. Kau tahu ... membawanya kemari adalah hal tersulit" tutur Peterpan yang makin membuat Wendy terguncang mendengarnya.
"P-Peter apa maksud semua ini?? Apa yang kau lakukan??" berbagai macam pertanyaan muncul di otaknya, kekhawatiran tak berujung makin membuatnya takut.
"Maafkan aku Wendy, tapi semua ini kulakukan agar dapat membuat Neverland kembali seperti semula" ucapnya seraya merapikan kerah bajunya.
"K-Kau ... menipuku Peter" gelengan pelan serta raut kekecewaan terpancar di wajahnya. Hatinya sakit mengingat sahabat yang ia percaya menghianatinya. Sesak di dadanya tak tertahankan membuat air matanya mengalir tanpa diminta.
"Bajak laut! Bawa wanita ini menuju sel tahanan pribadiku" perintah Kapten Hook pada sekelompok bajak laut yang sudah ditugaskan untuk membawa Wendy. "Sekarang kau milik ku nona Darling." Ucapnya pada Wendy yang tak berhenti menangis.
Ia tak menyangka bahwa sahabat yang paling dipercayainya menghianatinya sekeji itu, pikirannya tak lepas dari keluarga kecilnya yang menunggunya dengan penuh harapan. Ia hanya dapat berdoa jika ini hanyalah sebuah mimpi, sebuah khayalan bunga tidur, pemanis kisah dalam mimpinya yang tak nyata.
***
Langit cerah kota London membuat siapapun yang menatapnya akan merasa lebih baik dan bahagia. Begitupun dengan seorang gadis kecil yang kini berlari-lari kecil di koridor rumah sakit sambil memegang sebuket bunga segar nan cantik yang baru saja dibelikan oleh sang papa , merasa begitu bahagia akan menemui seseorang yang sangat ia rindukan. Kaki kecil itu melangkah memasuki sebuah kamar VIP disusul oleh sang papa di belakangnya.
Ia tersenyum meletakkan buket itu di sisi tubuh wanita tua yang tengah terbaring tanpa tahu kapan ia akan membuka matanya. "Halo Nenek, aku datang lagi. Kali ini aku membawa sebuket bunga cantik yang tidak ku tahu apa namanya, ku harap Nenek menyukainya." Ucapnya sangat polos membuat sang ayah tersenyum mengusap puncak kepala sang anak.
"Tentu, Nenek pasti sangat menyukainya sayang" yakinnya pada sang putri. "Halo Mama, apa kabar? Aku datang menjenguk Mama. Lihatlah Josh kecilmu sudah besar, ku harapa Mama selalu sehat dan segera bangun melihat cucu lucumu ini." Lirihnya dengan air mata berlinang.
"Aku sangat menantikan saat-saat itu, Ma"
"Aku menunggumu, Kami Manunggumu ..."
.
.
.
"Tunggu Mama sayang ..." []
*END*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top