Bonus Story: Radit and Gabriel's Wedding
Tiga minggu berlalu dengan sangat cepat. Hari pernikahan Gabriel dengan Radit pun makin dekat. Rencananya, pernikahan ini—tentu saja—tidak dirayakan secara beramai-ramai. Hanya mengundang sejumlah kolega kerja dan teman-teman kuliah Gabriel. Resepsinya diadakan di sebuah masjid di dekat lapas tempat Radit ditahan.
Ketika fitting baju, Ditya menggantikan posisi Radit karena kakak kembarnya itu tidak bisa seenaknya keluar-masuk lapas. Setelah menjalani fitting, Ditya mengunjungi Radit untuk menunjukkan foto-foto ketika ia dan Gabriel fitting, sekaligus meminta pendapat baju mana yang bagus di pakai. Melihat foto-foto tersebut, sifat posesif seorang Raditya Dewantara keluar.
“ Anjrit, kayak lo aja yang mau nikah sama Gabriel,” ujarnya kesal. Ditya terkekeh.
“ Udah, bro. Terima nasib aja. Lagian lo juga, sih, pake masuk penjara segala. Coba kalo nggak, pasti lo yang fitting sama Gabriel,” ceplosnya langsung tanpa merasa bersalah. Hal tersebut membuat Radit semakin kesal.
“ Diem lo!” serunya sebal.
“ Weits, sensi amat. Lagi PMS, ya?” celetuk Ditya menggoda kakak kembarnya tersebut. “ By the way, gue ganteng, kan, waktu pake baju pengantin?” ia semakin memanas-manasi Radit.
“ Ganteng ‘pala lo peyang!” sembur Radit menumpahkan segala kekesalannya. Melihat itu, tawa Ditya semakin meledak. Sementara Radit berusaha menahan diri untuk tidak menerjang adik kembarnya itu, seperti yang ia lakukan di rumah ketika ia merasa kesal kepada Ditya.
Namun, kebalikan dari tiga minggu yang berlalu dengan cepat, seminggu terakhir malah berlalu dengan sangat lambat bagi Radit. Ia tidak sabar menunggu hari pernikahannya tiba. Dan akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba.
***
Masjid Al-Fatah terlihat ramai. Para tamu undangan telah berkumpul. Kini Radit terduduk di depan penghulu dengan gelisah, menanti kedatangan Gabriel. Sesekali ia melirik ke arah papa-mamanya yang bergantian menggendong Fabio yang tertidur lelap, para undangan, atau Ditya. Sesekali adik kembarnya yang sableng tersebut memberikan semangat dengan mengacungkan kedua jempolnya.
Suasana yang sebelumnya cukup riuh-rendah mendadak berubah sepi. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba tersebut membuat Radit jadi semakin gugup. Oke, ini saatnya, Dit. Jangan jadi pengecut! Ia berusaha memotivasi dirinya sendiri.
Pada saat yang bersamaan, Gabriel pun memasuki ruangan bersama mama dan papanya. Semua pandangan tertuju ke arahnya. Hari ini ia memakai sebuah gaun putih berlengan panjang dengan hiasan renda di bagian dadanya dan payet yang tersebar di seluruh gaun. Bagian pinggangnya sempit, namun bagian kakinya lebar. Ditambah dengan rambut yang dibentuk sanggul sederhana serta dandanan yang natural, kecantikannya semakin sempurna. Radit sampai terkesima melihatnya.
Gabriel duduk di samping Radit. Setelah menyuguhkan seulas senyum gugup ke arah calon suaminya, ia pun menghadap ke penghulu.
“ Sudah siap?” tanya sang penghulu dengan ramah. Radit mengangguk. Kemudian mereka berdua saling berjabat tangan.
“ Saya nikahkan Raditya Dewantara bin Julian Dewantara dengan Gabriel Purnawarman binti Andreas Purnawarman dengan mas kawin cincin emas seberat 15 gram dibayar tunai.”
“ S... sa...” Radit jadi semakin gugup. Keberaniannya hilang sudah. Ketegangan memenuhi atmosfer di ruangan ini. Radit kembali melirik Ditya. Saudara kembarnya itu balas menatapnya dengan tatapan ah-payah-lo-pengecut. Kontan Radit yang tidak pernah mau diremehkan langsung menarik napas panjang dan mengumpulkan kepingan-kepingan kepercayaan dirinya dan menyusunnya hingga kembali utuh.
“ Saya terima nikahnya Gabriel Purnawarman binti Andreas Purnawarman dengan mas kawin cincin emas seberat 15 gram dibayar tunai.” Ia mengulangi ucapan Pak Penghulu dengan cepat dan mantap.
“ Sah?”
“ Sah...”
“ Alhamdulillahirabbilaalamiin...”
Tante Renata mendekat, mengulurkan sebuah kotak kecil yang dilapisi kain beludru warna merah. Di dalamnya terdapat dua buah cincin emas. Radit mengambil satu cincin emas yang polos dan menyematkannya di jari manis kiri Gabriel. Kemudian Gabriel mengambil cincin emas yang berhiaskan sebuah berlian imitasi lalu menyematkannya di jari manis kiri Radit. Selanjutnya, Gabriel mencium tangan Radit yang kini telah menjadi suami sahnya. Radit menundukkan badannya sedikit dan mengecup dahi Gabriel dengan lembut. Ditya yang menjadi fotografer dadakan langsung mengambil gambar tersebut.
Tante Renata mendekat ke arah Radit, disusul oleh Oom Andreas. “ Radit, selamat ya, nak,” ujar Tante Renata. Radit mengangguk kemudian mencium tangan ibu dan ayah mertuanya tersebut.
“ Eh, mulai sekarang panggilnya mama sama papa, ya,” celetuk Oom Andreas. Radit tertawa.
“ Iya, ma, pa,” katanya pelan. Tante Renata dan Oom Andreas pun tersenyum kecil, lalu menyingkir. Dengan cepat posisi mereka berdua digantikan oleh Tante Diana dan Oom Julian. Selanjutnya, Ditya menghampirinya dan memeluknya.
“ Akhirnya nikah juga lo, nyuk!” serunya riang. Radit membalas pelukan saudara kembarnya tersebut.
“ Kapan lo mau nyusul, nyet?” balasnya. Ditya terkekeh.
“ Gue masih mau lebih mendalami hubungan gue dengan Alya. Kalo udah sreg, baru gue tancep,” ia membeberkan sebuah alasan. Radit mencibir.
“ Lo juga bilang gitu sama gue waktu masih pacaran sama Nadya dua tahun yang lalu. Sekarang lo juga bilang gitu lagi. Gak yakin gue.”
“ Yee, itu kan dulu, jaman gue masih baru lulus kuliah. Jaman gue masih labil-labilnya. Gue yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu windows 95, sekarang windows 8. Dulu versi 1.0., sekarang versi 2.0.,” cerocos Ditya.
“ Lo kata software?” Radit mengangkat sebelah alis. Ditya kembali terkekeh lalu menyingkir. Sementara Radit hanya bisa menggelengkan kepala melihat saudara kembarnya yang sepertinya tidak akan pernah waras dari kesablengannya. Kemudian setelah itu ia kembali fokus meladeni para tamu undangan yang ingin berjabat tangan dengannya.
Mata Radit membelalak ketika melihat Daniel, detektif swasta dari BEPIA yang pernah menyarangkan sebuah timah panas di lengannya itu. Pandangan mereka bertemu. Daniel melemparkan sebuah senyuman. Hari ini ia memakai baju batik motif sida mukti yang dipadu dengan celana kain warna hitam.
“ Lo?” tanyanya kaget.
“ Dia abang gue, Dit,” Kiara yang berdiri di belakang Daniel menjelaskan. Radit berusaha mengingat kejadian di gedung sebelah Pabrik Rokok X sepuluh bulan lalu.
“ Ooh,” Radit menangguk paham. Ia menjabat tangan Daniel. “ Bro, makasih ya udah nembak gue waktu itu.” Katanya tulus.
Daniel mengangkat sebelah alis. “ Kok malah terimakasih?” ia bertanya heran.
“ Kalo lo nggak nembak lengan gue, gue bakalan kabur dan nggak ketangkep. Nah, kalo gue nggak ketangkep, gue bakal nyesel nggak bisa ketemu isteri gue yang cantik ini, sama Fabio, bayi gue yang unyu-unyu.” Radit melirik Gabriel yang berdiri di sebelahnya. Sementara yang dilirik hanya bisa tersipu malu.
Daniel kembali tersenyum. “ Udah tugas gue.”
“ Thanks, bro.”
“ You’re welcome.”
Daniel pun menggandeng tangan Kiara untuk menyingkir, memberi kesempatan pada tamu-tamu lain untuk berjabatan tangan dengan kedua pengantin baru itu.
“ Daniel sama Kiara kayak orang pacaran, ya...” desis Radit.
“ Ya. Daniel tuh sayang banget sama Kiara. Semenjak ibu sama ayahnya meninggal dulu, Daniel nggak pernah mau pisah sama Kiara. Dia berusaha untuk jaga Kiara agar dia nggak kehilangan satu-satunya anggota keluarganya yang tersisa,” Gabriel menjelaskan.
Dahi Radit berkerut. “ Emang mereka nggak punya nenek, kakek, oom, atau tante, gitu?”
Gabriel menggeleng pelan. “ Pernikahan Oom Rafael sama Tante Revanya nggak disetujui orang tuanya. Jadi, waktu mereka berdua udah nggak ada, baik dari pihak keluarga Tante Revanya maupun Oom Rafael nggak ada yang mau ngurus mereka. Malah mereka berdua mau dikirim ke panti asuhan. Untungnya ada Oom Alex, sahabat ayahnya. Jadi Daniel sama Kiara ikut sama beliau.”
Radit mengangguk. Sejenak ia melirik ke arah kedua kakak beradik yang kini duduk bersebelahan di dekat jendela masjid. Ia merasa bersalah karena dulu pernah bertujuan menembak Kiara. Kalau seandainya ia benar-benar menembak Kiara dan cewek itu mati, mungkin sekarang ia juga sudah mati dibunuh Daniel.
“ Gabriel, selamat ya...” Alya dengan penuh kelembutan memeluk sahabatnya itu, lalu disusul Karina, Callista, Diandra, dan Bella. Tristan dan Luis bergantian menyalami Radit.
“ Kapan nyusul, nih?” tanya Gabriel pada sahabat-sahabatnya.
“ Masih belum siap, hehehe,” Karina tertawa.
“ Nunggu Luis kerja dulu, baru dah nikah,” Bella menyahut.
“ Masih belum yakin dengan kesablengannya Ditya...” gumam Alya pelan. Gabriel tertawa.
“ Iya, kayaknya lo kudu ngubah biar Ditya nggak terlalu sableng dulu. Baru nikah,” timpalnya. Kemudian ia beralih ke Diandra dan Callista. “ Kalian kapan?”
Diandra dan Callista berpandangan. “ Masih jones...” ujar mereka berdua kompak.
Yang lainnya tertawa, termasuk Radit, Luis, dan Tristan.
“ Lho, Cal, kamu kan udah ada Pras, masa’ masih bisa disebut jones, sih?” celetuk Radit ringan. Mendengar itu, pipi Callista memerah karena malu.
“ Cieeee, cieeee... tuh, si Pras ada di situ, tuh!” Karina terang-terangan menunjuk sesosok pria berpakaian kemeja putih dan celana hitam yang duduk di salah satu sudut masjid. Yang ditunjuk pun menoleh dengan tatapan bingung.
“ Apa?” seru Callista judes. Pras pun mencibir, lalu melihat ke arah lain.
“ Udah, Cal, nggak usah judes-judes kali. Bang Pras itu orangnya baik lho,” Gabriel mempromosikan. “ Lha Diandra, terus kamu sama Daniel gimana?”
“ Belum ada kemajuan. Kayaknya Daniel belum mau punya hubungan spesial dulu,” Diandra menjawab dengan muram.
“ Hei, udahlah. Ini kan pernikahan temen kita. Masa’ mau sedih begitu? Senyum dong,” Bella memberikan rangkulan persahabatan pada Diandra, membuat cewek itu kembali tersenyum.
“ Udah yuk, duduk. Tamu yang lain pada mau salaman tuh,” ajak Alya. Kemudian ia menggiring sahabat-sahabatnya itu duduk di sebelah Kiara dan Daniel. Mereka berenam—Alya, Diandra, Callista, Bella, Karina, Kiara—langsung terlibat dalam obrolan seru. Sementara Luis dan Tristan memilih untuk mengobrol dengan Daniel dan beberapa tamu lainnya.
Setelah acara salam-salaman, para tamu dipersilahkan untuk menikmati hidangan berupa nasi kotak yang dipesan dari perusahaan catering milik Mama Callista. Semua sahabat Kiara berpencar. Alya bersama Ditya, Bella bersama Luis, Karina bersama Tristan, Callista bersama Pras—walaupun dari jauh terdengar bahwa sebagian besar percakapan mereka diisi dengan ledek-ledekan—, Diandra bersama salah satu tamu pria yang lumayan keren, Gabriel—tentu saja—bersama suaminya, Radit. Sementara Kiara stuck bersama Daniel.
“ Liat tuh, Dan. Pada punya couple masing-masing. Lha kita?” gumamnya sambil menyuapkan sesendok nasi.
“ Lo jones sih,” sahut Daniel pelan. Kiara menoleh ke arah kakaknya.
“ Dih, dih, dih! Ngaca dulu, dong! Emangnya lo sendiri kagak jones?” balasnya sebal. Selanjutnya mereka pun saling meledek dengan sebutan ‘jones’ hingga akhirnya Daniel menghentikan hal tersebut.
“ Udahlah. Sesama jones nggak usah bertengkat.” Katanya calm. Kemudian ia mengulurkan tangannya kepada adiknya, “ saya, Daniel Dirgantara...”
Seolah bisa membaca pikiran kakaknya, Kiara menjabat tangan Daniel, “ dan saya, Kiara Dirgantara...”
“ Kami berdua adalah...” Daniel menggantung kalimatnya...
“ JONES...” gumam Kiara dan Daniel kompak.
***
Pukul 12.00, acara telah selesa. Semua tamu sudah pulang, kecuali Kiara, Bella, Alya, Diandra, Karina, Callista, Daniel, Tristan, dan Luis. Mereka membantu membersihkan masjid.
“ Duh, makasih ya, anak-anak,” ujar Tante Diana penuh terimakasih.
“ Sama-sama, tante,” jawab mereka bersembilan kompak.
Gabriel melangkah keluar dari masjid sambil mengangkat gaunnya sedikit. Kemudian ia menoleh ke belakang.
“ Radit, aku pulang dulu, ya,” ujarnya. Radit mengangguk.
“ Sini, ma, Radit pengen gendong Fabio,” pria itu meminta Fabio dari gendongan Tante Diana. Ketika bayi mungil itu berada dalam gendongannya, ia langsung menciumi bayi itu.
“ Daah, sayang. Minggu depan ketemu ayah lagi, ya,” katanya sambil tersenyum manis. Kemudian ia menyerahkan Fabio kepada Tante Renata.
Gabriel berjalan mendekati suaminya. “ Kalo aku kesini lagi minggu depan, kamu mau dimasakin apa?” tanyanya lembut.
“ Terserah kamu,” jawab Radit. Ia memeluk pinggang isterinya lalu mencium bibir isterinya itu di depan semua orang. Gabriel balas memeluk dan mencium suaminya.
“ Aih, sumpah, bikin iri aja...” desis Ditya. Ia merangkul Alya dan berbisik, “ kapan kita bisa kayak gitu, say?”
“ Sehabis kesablenganmu udah masuk ke level normal,” Alya balas berbisik. Ditya pun manyun.
“ Cieeee...” seru yang lain ketika Gabriel dan Radit melepaskan diri masing-masing. Dua sejoli itu pun tersipu malu.
“ Sayang ya, Fabio belum bisa punya adik,” celetuk Ditya iseng. Alya dan Gabriel langsung menghadiahinya sebuah tepukan di punggung yang cukup keras, sementara Radit mendaratkan sebuah jitakan mantap di kepala adik kembarnya itu.
“ Sakit, woy!” gerutu Ditya.
Radit berdecak. “ Abis lo, sih. Kapan sih Dit, lo waras dari kesablengan lo yang keterlaluan itu?”
“ Kapan-kapan,” Ditya menyahut enteng.
“ Dih, dasar,” Gabriel mencibir.
“ Ya udah deh. Pulang, yuk,” akhirnya Oom Andreas mengajak mereka semua untuk pulang.
“ Sampai jumpa minggu depan, Raditya Dewantara,” Gabriel mengecup pipi kanan Radit singkat.
“ Sampai jumpa, Gabriel Purnawarman-Dewantara,” Radit membalasnya dengan sebuah kecupan kilat di bibir. Daniel dan Kiara berpandangan.
“ Saya, Daniel Dirgantara...”
“ Dan saya, Kiara Dirgantara...”
Diandra nimbrung, “ ditambah saya, Diandra Karina Rosella...”
Callista pun tak mau kalah, “ plus saya, Callista Casto...”
“ Kami berempat adalah...”
“ JONES...” mereka berempat bergumam kompak. Kontan semua yang berada di situ tertawa.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top