Better Than Before - 6

Sinar mentari pagi mulai menyapa melalui celah jendela kamar Junwoo, membuat sang empunya menggeliat kecil, mengusak mata sebelum akhirnya terbuka dengan sempurna. Junwoo tidak mendapati wajah Saehyun pagi ini yang berbaring di sampingnya. Ah, gagal deh niatanku untuk membangunkannya.

Junwoo bangkit seketika saat dia mengingat sesuatu yang tidak pernah ingin dia ingat. Detik berikutnya pria Jeon itu sudah melesat keluar kamar. Membuka sebuah kamar yang diyakini sebagai kamar milik Leo.

"Ah, syukurlah..." Junwoo tersenyum lega saat matanya mendapati sosok malaikat kecilnya yang masih tertidur lelap di atas tempat tidur.

Setelah memastikan keberadaan Leo, Junwoo kembali melesat. Kali ini tujuannya adalah dapur rumah yang ada di lantai satu. Dengan gerakan kaki yang secepat kilat, pria itu segera mendekat ke arah dapur.

Kembali. Pria itu tersenyum bahagia mendapati Saehyun yang tengah memasak sembari mendengarkan lagu melalui earphone yang tepasang di kedua telinga. Samar-samar Junwoo bisa mendengar Saehyun yang tengah bersenandung kecil mengikuti irama sebuah lagu yang sedang dia dengarkan saat ini.

Junwoo mendekat, dan sepertinya Saehyun masih tidak menyadari keberadaannya yang kini sudah berada tepat di belakang punggungnya. Saehyun berbalik dan—

Mata Saehyun membola, terkejut akan kehadiran Junwoo yang tidak dia duga. Terlebih kini kedua tangan pria itu tengah menahan bahunya.

"Ah, hampir saja." Junwoo tersenyum.

"Junwoo, kenapa kau ada di—"

Junwoo melepas earphone dari telinga Saehyun, "Mau dengarkan lagu bersama?"

"Kau ini bodoh, ya? Aku sedang memasak, mana bisa bersantai sambil mendengarkan lagu!" Saehyun menatap tidak percaya pada Junwoo.

"Hanya tinggal menanak nasi saja, kan? Sambil menunggu matang, mau dengarkan nyanyianku tidak?" tawar Junwoo lagi.

Saehyun menoleh sesaat pada alat penanak nasi di belakangnya ... terlihat tengah menimbang-nimbang. "Kalau lagunya aneh, aku akan memukulmu dengan penggoreng panas!" Saehyun mengancam.

Junwoo memasang raut wajah ketakutan, "Waw, istriku menakutkan!" Saehyun mencibir tidak bersuara mendengar ucapan Junwoo. "Oke, aku pastikan kau akan terlena dengan nyanyian yang aku siapkan." Junwoo tersenyum di akhir kalimatnya. Kedua tangannya mengangkat earphone yang tadi digunakan Saehyun seolah menawarkan untuk yang kedua kali.

[Click a song above while reading this part]

Awalnya Saehyun memang tidak bereaksi apapun terhadap sebuah lagu yang Junwoo putar,  tapi lama kelamaan Saehyun mulai terbuai. Bahkan mulai terhanyut dalam lagu tersebut. Saking terbuainya, Saehyun malah menutup mata demi semakin menikmati setiap lirik yang dinyanyikan oleh si penyanyi.

Begitu lagu selesai, Saehyun mulai membuka mata kembali secara perlahan. Sebuah kejadian tidak terduga terjadi padanya pagi ini. Junwoo mengecup pipinya singkat namun terasa hangat bagi Saehyun.

Saehyun menoleh menatap Junwoo yang sudah merasa gugup duluan. Bukan hanya gugup, pria itu juga takut kalau Saehyun menganggapnya sudah lancang. Tapi pria itu bisa tersenyum lebar saat Saehyun berucap padanya.

"Kalau kau ingin memberikan morning kiss, lakukan dengan benar mulai besok."

Setelah mengatakan itu, Saehyun segera bangkit dari duduknya lantas melenggang pergi kembali menuju dapur. Sementara Junwoo tengah menahan rasa bahagianya yang sudah tidak terbendung lagi.

*

Jaehan menundukkan kepala. Menyembunyikan wajahnya yang terlihat kusut dari orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar. Saat ini dia tengah mendudukkan diri di sebuah kursi panjang yang berada di taman kota. Alasannya ingin mencari udara segar. Tapi nyatanya saat ini dia malah merenung. Merenungkan semua hal yang terjadi.

Ini berat. Jaehan sendiri tidak tahu sampai kapan dia akan menanggung semua beban ini di pundaknya. Karena ada kalanya dia juga tidak akan kuat menanggung itu lagi. Sampai pada titik di mana akan menyerah, sampai saat itu tiba, Jaehan akan terus memikulnya. Tapi sampai kapan?! Sialan!!!

Sebuah tangan menyentuh pundak Jaehan. Refleks, pria itu segera mengangkat wajah. Menoleh pada si pemilik tangan yang tadi menyentuhnya. "Saehyun?" gumamnya kecil.

"Kau sedang apa di sini, Jay?" tanyanya sembari mendudukkan diri tepat di sebelah Jaehan.

"Hanya sedang mencari udara segar saja," jawab Jaehan asal. "Bagaimana kabarmu?" tanya Jaehan lagi.

"Ya ampun, Jay. Kita baru saja tidak bertemu selama beberapa hari dan kau sudah bertanya kabar padaku?" Saehyun tertawa kecil, "Aku baik, begitu pun dengan Leo."

"Kau tahu sendiri, aku selalu mengkhawatirkan kabar kalian berdua."

Bibir Saehyun terkatup rapat. Kebisuan mulai menyelimuti keduanya. Jaehan menunduk, menghindari kontak mata dengan wanita di sebelahnya. Begitu pun sebaliknya, Saehyun pun melakukan hal yang sama. Semilir angin menghempaskan anak rambut Saehyun yang tidak ikut diikat. Hanya suara bising dari mesin pemotong rumput milik petugas taman yang terdengar. Mereka masih saja diam membisu.

Sebuah helaan napas menguar dari mulut Saehyun. Mungkin wanita itu tidak kuasa merasakan suasana canggung seperti ini.

"Kau bosan?" Itu suara Jaehan yang merespon helaan Saehyun.

"Eum? Tidak, kok," jawab Saehyun cepat.

"Ada perlu apa kau kemari?"

"Aku hanya sedang jalan-jalan dan tidak sengaja bertemu denganmu di sini. Jangan lupa kalau taman ini berada di lingkungan rumah Junwoo," tutur Saehyun.

Ah, dia lupa. Jaehan melupakan sesuatu. Dia tidak sadar bahwa saat ini tengah berada di lingkungan perumahan tempat Junwoo tinggal. Sial, umpatnya.

"Aku kira kau mau menemuiku." Saehyun mencoba bercanda.

'Kalau memang iya, lalu kenapa?

Sayangnya kalimat itu hanya bisa dia ucap dalam hati. Karena nyatanya Jaehan sama sekali tidak merespon. Dia masih membenci semua hal yang berkaitan dengan Jeon Junwoo. Apalagi ada Saehyun di dalamnya. 

Saehyun mulai merasa tidak enak. Maka selanjutnya, wanita itu mengatupkan bibir kembali.

*

"Hai, anak manis...." sapa seorang dokter ahli saraf saat Leo baru saja masuk ditemani oleh Junwoo.

Bocah laki-laki itu hanya membalas sapaan dokter tadi dengan senyuman khas anak kecil. Sangat lucu.

"Wah, hari ini giliran Ayahmu yang mengantar rupanya," goda dokter tersebut.

Junwootertawa kecil mendengarnya. "Begitulah, Dok," balasnya.

Atensi dokter bernama lengkap Seo Joohyun itu beralih pada Leo yang masih betah berada dalam pangkuan Junwoo. Satu tangan Dokter Seo terulur untuk meraih lengan mungil Leo yang tersembunyi di bawah meja. Ibu jarinya membelai lembut punggung tangan bocah itu. "Leo Sayang, jangan takut. Terapi kali ini tidak akan sesakit dulu," tuturnya lemah lembut saat dia melihat raut ketakutan di wajah Leo.

Mendengar penuturan Dokter Seo, membuat Leo menoleh, menengadahkan wajah menatap sang ayah. Sadar sedang ditatap buah hatinya membuat Junwoo membalas, "Dokter benar. Lagi pula ada Ayah di sini. Ayah tidak akan kemana-mana. Ayah akan selalu menemani Leo." Junwoo tersenyum simpul memberikan ketenangan sebisa mungkin untuk Leo.

"Leo takut, Ayah," rengek Leo.

Junwoo memeluk putra kecilnya hangat sembari berbisik, "Leo itu jagoan Ayah, jadi jangan takut. Ayah janji, setelah ini kita pergi ke taman bermain bersama. Kau mau?" Leo mengangguk kecil menjawab penawaran Junwoo.

Junwoo mengalihkan pandangan pada Dokter Seo. Matanya seolah memberi isyarat pada Dokter Seo untuk segera memulai proses terapi Leo.

"Silakan ikuti saya, Tuan." Dokter cantik itu segera menuntun keduanya ke ruangan khusus untuk terapi.

*

Saehyun berdiri mematung di balkon rumah. Pandangan matanya tidak menentu, bahkan terihat kosong. Sesekali, wanita itu meneguk bir kalengan yang tadi dibeli saat dalam perjalanan pulang. Helaan demi helaan napas berat mengalun, keluar dari mulutnya. Ucapan Jaehyun tadi siang masih terngiang dengan jelas di telinga.

"Kau benar. Aku masih memikirkanmu hingga saat ini. Aku sampai tidak menyadari saat menyetir tadi. Begitu aku sadar, aku sudah berada di depan rumahmu. No. Maksudku rumah Junwoo. Kau pasti tahu alasannya, meski aku tidak mengatakannya langsung padamu," tutur Jaehan panjang lebar.

Saehyun menghela, "Jay, maaf tapi—"

"Aku tahu," potong Jaehan cepat. "Aku memang idtak punya hak atas keputusanmu. Tapi Sae, perasaanku masih sama seperti dulu." Jaehan menatap dalam hazel milik Saehyun.

Sedangkan yang ditatap mengalihkan pandangannya. Hazel milik Saehyun mengelana. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman, melihat apa saja, asal jangan Jaehan.

"Aku tahu, kau sudah memutuskan untuk kembali padanya. Tapi ingat Saehyun," Jaehyun menjeda kalimatnya sesaat lalu melanjutkan, "—kalau ternyata kau tidak bahagia maka akan aku pastikan Junwoo tidak akan bahagia selamanya."

Saehyun menunduk, "Kau ini kenapa, sih?" ucapnya dengan nada lemah. Hampir seperti gumaman.

"Kau masih ingat apa yang aku katakan saat di rumah sakit?" Saehyun menoleh, memberanikan diri menatap langsung bola mata hitam Jaehan. "Jika memang dia adalah pusat kebahagiaanmu tapi ternyata kau terlihat tidak bahagia, maka aku akan melenyapkan kebahagiaanmu itu dan menggantinya dengan milikku."

Saehyun memijat keningnya yang berdenyut. mengingat semua perkataan Jaehan membuat pening bukan main. Dia baru saja mempunyai niat untuk mencoba. Setidaknya dia harus mencoba agar tahu, bukan?

Saehyun masih berkelut dengan pikirannya saat pintu kamar terbuka menampakkan sosok Junwoo beserta Leo yang baru saja tiba dari rumah sakit. Tapi Saehyun masih tidak menyadari kehadiran keduanya. Hal itu membuat Leo sedikit bekecil hati.

"Kau serius sekali sampai tidak menyadari kalau kami datang."

Saehyun menoleh saat mendengar suara Junwoo dari belakang. Wanita itu terlihat memaksakan untuk tersenyum saat netranya melihat sosok Leo dalam gendongan Junwoo. Perlahan Junwoo berjongkok untuk menuruti keinginan Leo yang ingin turun dari gendongan.

"Leo!" Saehyun berjongkok, merentangkan kedua tangannya menyambut Leo yang berlarian kecil menghampiri. Dipeluknya Leo dengan erat, sesekali Saehyun menciumi Leo—mulai dari ujung kepala hingga wajah mungil buah hatinya.

"Mommy minum bir lagi?"

Saehyun segera melepaskan Leo dari pelukannya. Ah, dia lupa kalau Leo tidak suka bau alkohol. "Maaf Sayang, Mommy lupa. Lain kali Mommy janji tidak akan mendekati Leo bahkan memeluk Leo jika sedang minum bir. Kau mau memaafkan Mommy, 'kan?" pinta Saehyun yang dijawab anggukan oleh buah hatinya.

"Leo!" Sahutan Junwoo berhasil membuat Leo menoleh ke arahnya. "Ajak Mommy untuk turun ke bawah. Kita akan bersenang-senang."

"Oke!" seru Leo mengiyakan.

*

"Kenapa harus ke sini?" bisik Saehyun agar tidak terdengar oleh Leo yang tengah berjalan di antara keduanya.

"Maaf, Sayang. Aku tadi kehabisan akal untuk menenangkan Leo saat di rumah sakit. Jadi, hanya ide ini yang terlintas di kepalaku," bisik Junwoo menjawab pertanyaan Saehyun.

Saehyun yang kesal memutar bola matanya merasa jengah. Dia menoleh tiba-tiba saat teringat bahwa tadi Junwoo memanggilnya dengan sebutan Sayang, bukan namanya. Tanpa Junwoo sadari, Saehyun tersenyum kecil.

LEo terlihat antusias saat mencoba berbagai macam permainan di sana. Junwoo tersenyum sumringah mendapati Saehyun yang juga terlihat menikmati acara jalan-jalan mereka hari ini. Lihat saja, Saehyun tertawa begitu terbahak saat bermain dengan Leo.

Jam sudah menunjukan pukul lima sore saat ketiganya baru saja memasuki sebuah restoran cepat saji yang terletak di area Everland—taman bermain yang saat ini mereka kunjungi. Hampir setengah dari wahana Everland sudah mereka coba. Energi ketiganya juga sudah terkuras habis. Maka, di sinilah mereka .... terdampar di sebuah restoran cepat saji berlambang kakek tua berambut putih.

Saehyun dan Junwoo sama-sama tersenyum bahagia melihat bagaimana cara Leo makan. Tentu saja, kali ini Leo tidak disuapi, melainkan makan dengan menggunakan tangannya sendiri. Terapi yang dijalaninya bertahun-tahun ini membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit syaraf motoriknya sudah bisa digunakan dengan benar. Ini merupakan sebuah kemajuan yang pesat mengingat betapa sulitnya pengobatan yang dijalani para pasien penderita Cerebral palsy seperti Leo.

Penderita Cerebral palsy memang tidak bisa dikatakan sembuh, karena itu bukanlah sebuah penyakit. Cerebral palsy adalah gangguan, kesembuhannya bukanlah kesembuhan layaknya penyakit-penyakit pada umumnya. Lama pengobatan atau terapi serta jenis pengobatannya saja pada gangguan yang terjadi. Proses pengobatan cerebral palsy tergantung pada level atau tingkat keparahan dari penyakit tersebut. 

Tujuan dari pengobatan ataupun terapi yang dilakukan untuk anak dengan cerebral palsy lebih mengarah kepada kemandirian. Kemandirian dalam arti untuk persiapan kehidupan masa depannya. Tidak hanya untuk beraktivitas saja, melainkan juga mandiri untuk menjadi orang yang produktif.


Untuk kasus yang Leo alami, gangguannya masih bisa dikatakan dalam golongan sedang. Artinya, proses pengobatan pun tidak terlalu memberatkan Leo. Mungkin terdengar jahat. Tapi Junwoo sempat merasa lega saat mengetahui hal itu. Jahat memang. Mengingat Leo bisa seperti ini karena kelakuannya dulu.

Junwoo menoleh—menatap wajah Saehyun yang tersenyum lebar di sampingnya saat membenarkan posisi tangan Leo yang sedikit melenceng saat akan memasukkan potongan sandwich ke mulutnya. Pria itu ikut tersenyum simpul. Inilah kebahagiaan dalam kamus hidup Junwoo. Hidup berdampingan dengan orang yang dicintai serta buah hatinya yang sangat dia sayangi. Junwoo berharap, kebahagiannya saat ini tidak akan berakhir seperti yang pernah dialaminya dulu.

Hanya itu harapan Junwoo.


'Tuhan, tolong biarkan kali ini saja aku bahagia bersama mereka. Aku mohon, jangan ambil mereka dariku ... lagi.'




to be continued





Ps. Mohon maaf apabila ada salah kata, typo, dan (yang ini sudah pasti) plot hole yang membingungkan ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top