Better Than Before - 1 + Trailer
"JI SAEHYUN!!!" pekik Junwoo terbangun dari tidurnya.
Mimpi itu datang lagi. Mimpi buruk yang selalu menghantui Junwoo di setiap malam dalam kurun waktu beberapa tahun ini. Rasa bersalah semakin menggerayangi dirinya. Adegan demi adegan saat dia menyiksa Saehyun dulu kembali berputar di dalam mimpinya. Junwoo mengusap wajahnya dengan kasar. Keringat dingin mengalir dari pelipis hingga ke ceruk leher. Napasnya masih terengah-engah. Hingga pada akhirnya Junwoo menangis dalam kesunyian.
Lima tahun telah berlalu semenjak Saehyun memutuskan untuk meninggalkannya. Wanitanya pergi bersama laki-laki lain. Meninggalkannya sendirian di saat ia mulai menyanyangi dan membutuhkan sandaran. Junwoo sempat divonis lima belas tahun penjara atas tuduhan kasus pembunuhan Kwon Seohyun-adik kembar Saehyun lima tahun yang lalu. Sejak saat itu lah Saehyun yang terlanjur menaruh kebencian terhadapnya pergi meninggalkannya bahkan tanpa sebuah perpisahaan yang manis.
Bukan Junwoo namanya jika hanya pasrah menerima keputusan hakim dengan lapang dada. Ayahnya yang memiliki koneksi kuat segera mempekerjakan orang untuk menyelidiki kebenaran di balik kasus pembunuhan Kwon Seohyun. Beberapa bulan kemudian, terungkap jika pembunuh sebenarnya Kwon Seohyun adalah Kim Taekyung.
Selain Kim Taekyung, pihak bewajib juga menetapkan Jung Hojun sebagai tersangka atas tindakannya yang menutupi kebenaran serta memalsukan bukti pembunuhan. Selain dijatuhi hukuman pidana, Hojun juga langsung dipecat dari tim secara tidak hormat. Kasus ini juga membuka celah kasus penggelapan dana pajak yang dilakukan perusahaan milik ayah Taekyung. Hingga kini, kasus itu masih berlanjut.
Junwoo terjaga hingga mentari menyapa. Bahkan dia tak sadar jika sudah terjaga sampai pagi. Kantung matanya semakin tebal dan menghitam. Kentara sekali jika dia tak pernah tidur nyenyak selama ini. Dengan langkah berat, Junwoo turun dari ranjangnya. Pria Jeon itu keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur. Selangkah lagi memasuki area dapur, langkahnya terhenti. Sekelebat bayangan Saehyun yang tengah menyiapkan sarapan pagi untuknya kembali hadir.
Dalam bayangannya Saehyun nampak tersenyum hangat padanya. Tak lama, bayangan itu menghilang. Seiring dengan air mata yang menetes membasahi kedua belah pipi Junwoo. "Aku merindukanmu," lirihnya.
*
Hentakan suara sepatu dari langkah lebar Junwoo menggema di seluruh penjuru lobi rumah sakit yang terlihat masih sepi. Hanya ada beberapa suster dan pasien yang melewatinya, saling melempar senyum dan menyapa. Tidak aneh memang. Karena Junwoo sering sekali kemari. Mengingat ibunya yang memang dirawat di sini, sejak setahun yang lalu.
Setiap harinya, Junwoo selalu mengunjungi ibunya sebelum berangkat bekerja. Dia juga sering membacakan buku-buku kesukaan ibunya. Meski dia tahu, ibunya tidak pernah mendengarkan. Ibu Junwoo mengalami koma sejak setahun lalu setelah sebelumnya mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa. Akibat kecelakaan itu, ibunya harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Junwoo melangkah mantap menyusuri lobi, dengan sebuah bucket white lily di tangannya. Tak jauh dari tempatnya, samar-samar ia mendengar suara gaduh. Tak lama, maniknya menangkap sosok seorang bocah yang berlari kencang sembari menutup mata ke arahnya.
"Leo!!!" pekik seorang suster memanggil nama seorang anak kecil yang berlari jauh di depannya. Suster itu nampak kewalahan menjangkau anak kecil itu. "Leo!!!" Suster itu kembali memekik.
Sedangkan Leo, bocah ingusan yang berlari tadi semakin mempercepat kerja tungkainya menjauh dari jangkauan suster tadi. "Aku tidak mau minum obat!!! Rasanya pahit!!!" teriaknya masih dengan mata terpejam.
DUG
Leo terjatuh ke dalam pelukan Junwoo. Bocah itu lantas menangis merasakan hidungnya yang sakit akibat hantaman tadi. Leo merengek sembari memegangi hidungnya yang nampak kemerahan. "Eomma!!!"
"Astaga Leo! Kau kenapa?!" pekik suster tadi langsung berlari menghampiri Leo yang masih menangis.
"Ya Tuhan! Apa kau terluka? Maaf aku tidak sengaja." Junwoo terdengar panik. "Maaf, Suster." Kali ini ia melempar maaf pada suster yang tengah memeluk Leo.
"Justru aku berterima kasih pada Anda, dengan begini saya bisa menangkapnya," bisik Suster tersebut tersenyum jahil.
Junwoo tersenyum kikuk mendengar penuturan perawat tersebut. "Baiklah, kalau begitu saya per-" Pergerakan Junwoo terhenti saat sebuah tangan kecil mencengkeram celananya. Ia terkejut mendapati Leo yang menatapnya dengan tatapan sendu.
"Ayah?"
*
Junwoo duduk di samping Leo yang tegah tertidur pulas usai meminum obatnya lima menit yang lalu. Dengan bantuan Junwoo yang tidak tega melihat Leo merengek, membuat pekerjaan suster yang menjaga Leo menjadi lebih mudah. Bahkan dia tidak segan menggenggam tangan kecil Leo sejak tadi. Manik kelamnya tidak pernah berpaling dari wajah manis malaikat kecil yang sedang tertidur di depannya.
Suster Im tersenyum lembut melihat kedekatan Leo dan Junwoo. Padahal mereka baru saja bertemu hari ini. "Terimakasih banyak, Anda sudah membantu meringankan pekerjaan saya," ucap Suster Im. Junwoo hanya tersenyum menanggapi tanpa mengalihkan perhatiannya dari Leo. "Umurnya baru saja akan menginjak lima tahun, tapi sudah banyak sekali penderitaan yang ia alami."
Junwoo diam, mendengarkan dengan seksama ocehan Suster Im. "Saya dengar, sejak lahir Leo tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah. Meski yang Saya tahu ada sosok pria tampan yang selalu bertindak sebagai ayah untuknya. Awalnya Saya mengira beliau itu ayah Leo, tapi ternyata hanya teman ibunya," tuturnya dengan nada sedikit kecewa.
"Leo hanya punya seorang ibu single parent yang begitu menyayanginya. Ibunya bekerja di sebuah kafe belum lama ini. Padahal saya dengar ibunya berasal dari keluarga yang berkecukupan. Buktinya saja, sebelumnya Leo pernah tinggal di Paris."
Mendengar kata Paris, Junwoo langsung menoleh pada Suster Im. "Paris?"
*
"Kau tidak pergi ke rumah sakit?"
Pertanyaan itu lolos begitu saja tepat ketika wanita itu mendudukkan diri di kursi. Sedangkan yang ditanya hanya mengulum senyum lalu membalas, "Mungkin sebenar lagi. Aku harus menyelasaikan beberapa pekerjaan dulu."
"Jangan terlalu berlarut dalam bekerja, kau juga harus pikirkan anakmu! Dia masih dalam usia yang butuh kasih sayang lebih."
"Iya, Bu Manajer."
"Jangan hanya bilang iya saja, tapi nyatanya kau masih lebih mementingkan pekerjaanmu dari pada menemani anakmu." Wanita muda itu tersenyum canggung mendengar penuturan atasannya. "Kenapa kau tidak segera menikah saja dengan Jaehan? Dengan begitu kau tidak perlu ber-"
"Kau benar, sepertinya aku harus segera ke rumah sakit." Tanpa pikir panjang lagi, Saehyun langsung menyambar tas gendong berwarna hitamnya lalu bergegas ke luar ruang penyiaran.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit Saehyun hanya diam membisu. Kepalanya bersandar pada jendela taksi yang ia naiki. Helaan napasnya terdengar berat. Begitu banyak beban yang dipikulnya. Pikirannya terbagi-bagi ... membuat kepalanya pening.
Baru saja ia hendak memejamkan mata, ponselnya berdering. Dengan malas, Saehyun mengambil ponsel berwarna hitam yang ada di dalam tas. "Ya, Suster?" Itu panggilan dari suster yang merawat anaknya di rumah sakit. Detik berikutnya mata Saehyun membulat, setelah mendengar penjelasan serta alasan suster tersebut menghubunginya. "Pak, tolong lebih cepat lagi!"
Taksi yang dinaikinya semakin melaju dengan kecepatan tinggi. Raut wajah Saehyun nampak begitu khawatir, jauh berbeda dari sebelumnya. Sesekali ia menggigiti kuku jarinya. Kakinya tidak bisa berhenti bergerak sejak dia menutup panggilan telepon dari pihak rumah sakit. Dalam hati, dia terus berdoa demi keselamatan anaknya.
Saehyun membanting pintu mobil taksi yang tadi ia naiki begitu sampai di depan rumah sakit. Tungkainya dipaksa untuk bekerja lebih cepat, berlari menelusuri lobi depan. Saehyun gelisah menunggu lift terbuka untuk naik ke lantai atas, tempat anaknya di rawat. Dia bisa sedikit bernapas lega saat pintu lift akhirnya terbuka. Dengan segara wanita itu masuk dan menekan tombol angka empat, yang menjadi tujuannya.
"Ya Tuhan, ada apa lagi ini?" Saehyun menjambak halus surai kecokelatannya. Dia tidak bisa diam. Untung saja, di dalam sana hanya ada dirinya sendiri. Hatinya tidak pernah bisa tenang jika menyangkut anak semata wayangnya.
Pintu lift terbuka. Segera Saehyun keluar dari sana. Berlarian kecil menyusuri lobi lantai empat ... mencari kamar rawat inap anaknya. Pintu dibukanya dengan kasar begitu sampai di tempat tujuan. "Leo!!!" Mata Saehyun membola saat dia tak mendapati sosok Leo di dalam sana. Hanya ada Suster Im yang sedang menangis menelusupakan wajah di atas tempat tidur Leo. "Suster, apa yang terjadi? Di mana Leo?!" pekik Saehyun.
"Maaf Nyonya," Suara suster Im terdengar bergetar. "Saya tertidur di sofa setelah menidurkan Leo. Begitu terbangun, Leo sudah tidak ada...." tangisnya kembali menggema.
Tubuh Saehyun oleng. Kakinya serasa tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Air mata sudah mengalir, menghiasi kedua belah pipinya. Satu tangannya meremas kemeja biru yang ia kenakan saat dadanya serasa sesak. Sedang yang lain memegangi selimut yang sering digunakan Leo.
Saehyun berusaha untuk bangkit. Tangannya bertopang pada permukaan tempat tidur Leo. "Kenapa kau diam saja, huh?! Cepat cari Leo!" pekiknya membuat suster Im segera bangkit, keluar mencari Leo.
Saehyun berlari keluar kamar menyusuri lobi lantai empat yang nampak sepi. Dia lalu tutun ke lantai tiga. Di sana, ia tidak mendapati adanya tanda-tanda keberadaan Leo.
Saehyun kembali turun ke lantai dua, melakukan hal yang sama. Sama saja. Tidak ada Leo di sana. Harapan terakhirnya adalah lantai satu rumah sakit. Dia berharap bisa menemukan Leo di sana. Sungguh, rasanya tidak sanggup jika harus mendapati Leo tidak ada di sana. Karena kesempatan terakhirnya hanya taman belakang rumah sakit yang luas.
Baginya, sulit sekali untuk menemukan Leo di sana. Anaknya termasuk anak yang hyper active, sulit untuk membuatnya diam. Saehyun berlari menyusuri lobi lantai satu yang sangat ramai. Banyak orang-orang yang berlalu lalang di sana; mulai dari dokter, suster, pasien maupun keluarga pasien yang hendak mengunjungi sanak saudara. Saehyun semakin merasa tertekan saat tak mendapati tanda-tanda keberadaan anaknya. Kemudian, dia putuskan untuk menyusuri taman belakang rumah sakit.
"Leo, kau di mana sebenarnya?!" erangnya. "Kalau sampai ketemu, aku tidak akan-"
"Paman!"
Langkah Saehyun terhenti saat indera pendengarannya mendengar sebuah suara yang sangat dia kenal. Itu suara Leo, anak laki-laki semata wayangnya yang tengah dia cari. Dengan cekatan, obsidiannya bergerak ke sana-kemari mencari sumber suara tadi. Ia memicing saat melihat Leo yang tengah berbicara pada seorang laki-laki.
Saehyun tak tahu siapa laki-laki itu. Apakah Leo mengenalnya atau tidak, dia tak tahu. Lelaki tersebut berjongkok di depan Leo, membelakanginya sehingga dia tak bisa melihat wajah orang itu. Saehyun mulai mendekat dengan langkah pelan, agar Leo tak menyadari. Mungkin dia salah. Karena sebetulnya Leo memang tak menyadari bahkan tak mengindahkan kehadirannya sebab terlalu asyik berbincang dengan orang asing.
"Leo, sedang apa kau di sini? Kau terbangun dari tidurmu?" tanya laki-laki pemilik suara sopran tersebut pada Leo.
"Aku terbangun karena Paman menghilang," jawab Leo dengan suara khas anak kecil yang masih belum fasih berbicara.
Kedua tangan lelaki itu menyentuh pundak Leo, "Kau mencariku?" tanyanya dengan nada lembut.
Leo mengangguk, mengiyakan. "Aku mencari Paman kemana-mana, tapi tidak ada. Ternyata Paman di sini."
"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?"
"Aku tidak tahu," jawabnya.
Saehyun melihat lelaki tersebut mengusak lembut surai legam Leo yang nampak sedikit panjang. "Karena sudah bertemu, boleh aku tahu kenapa kau mencariku?"
"Aku mau-"
"Leo?" panggil Saehyun mengalihkan perhatian Leo.
Bocah itu tersenyum lebar mendapati sosok ibunda tercinta ada di hadapannya. "Mommy!" serunya langsung berlari menghampiri Saehyun lalu berhambur ke dalam pelukan wanita itu.
"Kau dari mana saja, huh?! Aku mengkhawatirkanmu." Saehyun memeluk Leo dengan begitu erat.
Junwoo-lelaki yang bersama Leo tadi-tercengang mendengar suara yang sangat ia kenal. Pria itu semakin mempertajam pendengarannya. 'Tidak salah lagi, ini!' batinnya.
"Mommy! Ada yang ingin aku kenalkan padamu. Dia paman yang sangat baik sekali. Dia juga tampan." Leo nampak bersemangat.
"Oh, ya? Siapa dia?" tanya Saehyun nampak antusias.
"Itu!" Leo menunjuk Junwoo yang sudah berdiri, masih membelakangi keduanya. Sedang Junwoo harus susah payah menahan gejolak di hati. Sebisa mungkin dia menahan air mata yang sudah menumpuk di ujung mata agar tak jatuh. Bahkan pria itu menengadahkan wajahnya, menghalangi air matan agar tak tumpah.
Leo masih dalam pelukan Saehyun. Jari telunjuknya juga masih tertuju pada sosok Junwoo. Perlahan, Junwoo mulai berbalik. Hingga saat ia sudah benar-benar menunjukkan wajahnya pada Saehyun, keduanya sama-sama nampak begitu terkejut.
Saehyun berdiri, membuat pelukannya pada Leo terlepas begitu saja. Sedangkan Leo hanya bisa menatap tak mengerti pada ibunya serta Junwoo secara bergantian.
"Junwoo?"
To be contiued
.
.
.
Haii,
Pertama-tama aku mau mengucapkan terimakasih kepada MovictionTeam dan lumiere_publishing
karena sudah mengadakan event seru ini. Fiksi ini aku persembahkan untuk mengikuti ajang #NOBARMVTWithLumiere
Mohon dukungannya ya, teman-teman!!!
Stay safe dan sehat terus yaa
salam hangat,
pockytn
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top