Chapter 24
*Memory.*
(k)
(n)
(y)
[] [] []
Tamayo menyuntikkan semacam serum ke tangan Tanjirou. Membuat Tanjirou bingung.
Untuk apa? Padahal dia tak terluka parah.
"Apa yang kau lakukan, Tamayo-san?"
"Kau terkena serangan (y/n)-sama bukan?"
Tanjirou baru teringat. Tapi itu hanya luka gores dari kuku Hanako, tak lebih.
"Tapi ini hanya luka kecil."
"Kecil atau besar akan berdampak buruk. Jika (y/n)-sama menyerangmu, otomatis itu adalah bahaya."
Tanjirou terkejut. "Eh? Kenapa?"
Tamayo menghela nafas. "Serangan (y/n)-sama membuat lukamu tak akan sembuh. Itu akan berakhir membuat kulitmu membusuk dan berlubang-lubang."
Tamayo lalu melirik kening Tanjirou yang tergores luka dari Hanako. "Lihat. Lukanya mulai membusuk. Tanjirou-kun, kau mau keningmu itu dimakan ulat?"
Sontak saja Tanjirou kaget, "T-Tidak!"
Setelah itu Tamayo tersenyum. "Apa ada lagi yang terkena serangan (y/n)-sama?"
Tanjirou mengangguk. "Inosuke, Nezuko.." dia menunjuk ke arah Inosuke dan Nezuko berbaring lemah.
Kemudian Tamayo menyuruh Yushirou untuk mengobati keduanya. Sebenarnya Yushirou ingin membantah, tapi... demi Tamayo apa boleh buat.
"Aku sangat bersyukur kau datang, Tamayo-san." kata Tanjirou.
"Jika saja kau tak datang... Hanako.." dia menekan kata-katanya, segelintir butiran bening keluar dari matanya.
Tamayo menunduk. "Aku datang terlambat. Maaf." ucapnya. Menatap Hanako yang berada di pangkuan Tanjirou.
"Tak apa. Yang penting sekarang.. Hanako sudah membaik. Dia sudah kembali." kata Tanjirou senang, mengusap air matanya.
"Bukan. Penawarnya hanya sementara. Setelah ini aku akan membawa (y/n)-sama ke markas pusat Kisatsutai." Tamayo menekan kalimatnya.
"(y/n)-sama sedang tidak stabil, setelah penenang nya hilang, bisa saja dia kembali mengamuk. Dia sekarat." lanjut Tamayo kecewa.
Tanjirou tak dapat mempercayainya. "Begitu..." dia baru sadar bahwa Hanako bisa kembali seperti ini dengan 21 buah serum penenang.
"Aku tak tega melihatnya begini... Hanako..." Tanjirou berlinang lagi.
Lihatlah, Hanako tertidur. Dengan wajah pucat. Tubuhnya benar-benar melebihi lemas. Terkulai seperti orang yang sudah mati.
"Ah.. setidaknya, biarkan aku bersamamu, Hanako." Tanjirou mendekatkan wajahnya ke Hanako.
Kemudian...
Cup!
Dia mencium pipi Hanako. Tamayo hanya diam menyaksikan ulah Tanjirou.
"APA YANG KAU LAKUKAN...?!!"
Tiba-tiba saja aura gelap lagi mencekam itu menghentikan aktivitas Tanjirou.
Dia dan Tamayo menoleh ke sumber suara. Dan terlihatlah, seseorang dengan tampang amarah di wajah sedang berdiri di depan mereka.
Aura membunuh dari orang itu benar-benar pekat dirasa. Dia menatap Tanjirou tajam. "Apa yang coba kau lakukan padanya..?!"
Tanjirou meneguk ludah. "Tomioka-san?!"
"Berani sekali kau menciumnya!" Giyuu melangkah mendekat, "Berikan dia padaku!"
Tanjirou menggelengkan kepalanya. "Tidak!"
Giyuu berdecak. Memasang raut wajah yang lebih seram. "Kubilang kembalikan!" titahnya.
Tanjirou ngotot tak ingin menyerahkan Hanako pada Giyuu.
Ah... same energy ketika Giyuu disuruh oleh Kagaya untuk mengamankan Hanako yang saat itu berada dalam dekapan Tanjirou:')
Disisi lain, Tamayo memilih untuk membantu para Kakushi yang sedang membungkus para mayat Secret Pillar.
Ah, sadnya.
Disisi lain pula, Inosuke dan Nezuko sedang diobati oleh Yushirou karena terluka dari serangan Hanako.
SKIP TIME.
Tanjirou dan Giyuu berhenti bertengkar setelah ditegur oleh Tamayo. Burung Hantu milik Bos Secret Pillar datang dan menjatuhkan sebuah surat untuk Giyuu.
Surat itu berisi perintah membawa Hanako ke tempat yang lebih aman, Markas Pusat.
Ingat,
untuk diamankan dan bukan untuk diadili. Giyuu lantas membawa Hanako kesana bersama dengan Tamayo dan Yushirou.
Sedangkan Tanjirou, Inosuke, dan Nezuko dibawa oleh para Kakushi untuk dirawat ke Kediaman Kupu-Kupu.
|||||||||||
Beberapa hari berlalu. Di kediaman Kupu-Kupu, Tanjirou, Inosuke, Nezuko, dan Shirome tengah diobati oleh Shinobu. Dengan bantuan resep obat oleh Tamayo.
Tanjirou duduk merenung di tempat tidur, sebelum Aoi mengejutkannya.
"Kenapa kau murung begitu? Kau memikirkan apa?" tanya Aoi yang datang membawa obat untuk Tanjirou.
Tanjirou menoleh, tanpa senyum sama sekali. Wajahnya pucat. "Zenitsu... kupikir dia bisa selamat." ungkapnya kecewa.
Aoi menunduk. Oke, dia merasa bersalah telah menanyakan pertanyaan itu.
"Aku ingin menjenguk makamnya nanti malam. Aoi-san, mau membantuku?" tanya Tanjirou.
Aoi menggeleng. Berkacak pinggang. "Kanao saja. Aku benar-benar sibuk. Gomen." ucapnya.
Lalu dia menghampiri Inosuke di sebelah ranjang Tanjirou. "Ini obat untukmu. Kau yang benar-benar parah. Kuharap kau memakannya."
Setelah meletakkan nampan, Aoi berlalu pergi begitu saja. Tak menghiraukan kondisi Inosuke yang kini...
...duduk sambil menutup dirinya dengan selimut, membelakangi Tanjirou. Ingat, dia sedang tak memakai topeng.
"Kau menangis, Inosuke?" tanya Tanjirou yang heran.
"HAH?! Siapa yang menangis, hiks! Tak ada yang menangis! Aku kedinginan! hiks!"
Mendengar Inosuke berkata sambil terisak begitu, membuat Tanjirou tersenyum menghadap ke jendela.
"Kita merindukannya, bukan? Aku, kau, Nezuko... merindukan Zenitsu." setelah itu, hidungnya memerah. Air matanya keluar bercucuran.
Shirome yang berbaring tak jauh dari mereka berdua menghela nafas. "Ren, Hitagi, Keiichi... semoga kelean tenang disana."
Dia merasa ada yang jatuh di pipinya. Shirome mengerjap. "Lah ajg! Napa gue nangis dah? Hiks, anjir... koq gue kangen kegobloqan kelean sih?:'( hiks."
•~~~•
Di kediaman Tomioka Giyuu.
Setelah memberi serum terakhir pada Hanako, Tamayo pergi ke kamar Giyuu untuk menjelaskan keadaan Hanako.
Sett!
Dia menutup pintu. Meninggalkan Hanako sendirian di dalam ruangan itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hanako-chan. Hanako-chan bangun."
Hanako bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah. Kepalanya menoleh kiri-kanan. Mencari sumber suara yang memanggilnya.
"Hanako-chan!"
Hanako dikagetkan dengan wajah Zenitsu yang tiba-tiba muncul didepannya dengan senyuman lebar.
"Zenitsu-nii?!"
Zenitsu mengelus kepala Hanako, "Ssstt.. Hanako-chan, kau dapat melihatku?"
"Tentu saja. Memangnya kenapa?"
Zenitsu terkekeh. "Soalnya Hanako-chan terlihat seolah tak dapat melihatku."
"Eh?"
"Ne. Jangan pernah menangis, oke? Kau harus janji."
"Umn. Aku janji."
Zenitsu tersenyum manis. "Sekarang masih bisa melihatku?"
"Sampai kapanpun aku akan bisa melihat Zenitsu-nii."
Mendengar itu, senyum Zenitsu mengendur. "Lalu... kenapa waktu itu kau tak dapat melihatku? Bahkan kau tak mengenalku."
Mata Hanako membulat. "He?"
Zenitsu tersenyum hambar. "Lihat ini. Kau menghancurkan jantungku."
Benar saja, tiba-tiba saja darah keluar merembes dari Haori yang dikenakkan Zenitsu tepat di jantungnya.
Hanako berteriak. Keringat keluar dari wajahnya. "..Ze..Zenitsu-nii..."
"Lihat itu juga." tunjuk Zenitsu ke depan.
Hanako menolehkan kepalanya ke arah yang ditunjuk Zenitsu. Ketika itu juga, kejadian saat dia berubah menjadi Iblis dan mengamuk,
terdapat didepan matanya. Hanako menggeleng. "……Itu bukan aku.."
Dan setelah itu, terlihatlah, adegan ketika Hanako mengamuk yang telah mencengkeram jantung Zenitsu hingga nyawanya terenggut.
Hanako menggeleng kuat. Dia memegang kedua kepalanya, "ITU BUKAN AKU!!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hanako membuka matanya. Kali ini dengan keringat yang membasahi wajah. Air matanya mengalir deras.
Ah.. Hanya mimpi buruk.
Hanako menekan salah satu matanya dengan telapak tangan. Setelah itu dia terisak.
"..hiks! Zenitsu-nii..."
Siapa pembunuh yang sebenarnya?
{} {} {}
Hohoho~
Siapa yang kangen ama Zenitsu ;'')
Mana suaranya???
Yang kangen ama Secret Pillar mana suaranya???
Oke g ada.
G ada gitu yang kangen ama author?
Oke sepi:')
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top