2. Hidupku Membenciku.
Perempuan itu, dia tidak punya apa-apa. Dunia terlalu sempit untuknya. Dia tidak pernah mampu untuk merasakan kebebasan. Setiap menit dan detik kesedihan selalu menghampirinya. Hatinya selalu sesak, tapi tak bisa ia ungkapkan. Siapa lagi yang mau mendengarnya?
Ayah yang suka menyiksa anak-anaknya setelah kepergian sang Istri?
Para perundung yang selalu menjadikannya sebagai boneka mainan mereka?
Orang-orang dewasa di sekolah yang bersandiwara sebagai guru tapi suka mendiskriminasi muridnya sendiri?
Ketua OSIS yang selalu memarahinya tanpa alasan yang jelas?
Atau bahkan gadis yang punya segalanya, tapi seperti tidak menghargai hidupnya?
Siapa pun mereka, mereka tidak akan pernah mengerti perasaan perempuan itu. Kesedihan, kesepian, ketakutan yang ia rasakan, adalah hal yang tidak akan pernah dimengerti oleh siapapun.
Perempuan itu hanya menginginkan hidup yang aman, damai, dan diperhatikan oleh mereka yang dapat menerimanya sebagai teman bukan sebagai mainan.
Kalya Naylazaara adalah nama perempuan itu. Kalya adalah perempuan yang lugu dan terlalu sederhana. Tidak ada yang cukup di dalam hidupnya. Ia tidak punya teman, ia tidak punya sahabat, dan tidak ada satupun orang yang mau mendengarkannya.
Rumah adalah kandang harimau bagi Kalya, sedangkan sekolah adalah neraka baginya. Ia tidak pernah mengangkat kepalanya saat berjalan di sekolah. Tatapannya selalu menunduk.
Terkadang Kalya merasa lelah dengan semua itu. Ia ingin mengadu, tapi tak ada yang memperdulikannya. Ia menangis, tapi tak ada yang mau mendengarkannya. Ia ingin berbagi cerita tapi tak ada yang mau mendekatinya.
Apakah ia harus mengakhiri hidupnya?
Tidak, Kalya terlalu takut melakukannya. Bahkan untuk orang semenyedihkan Kalya, bunuh diri masih merupakan pilihan yang terlalu berat.
Apa yang Kalya harapkan hanyalah keadaan yang dapat berbalik 180° dari apa yang ia alami sekarang.
***
PLAK-
Kalya benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja ia alami. Wali kelasnya, orang tuanya di sekolah yang seharusnya melindunginya, baru saja menampar Kalya di depan guru-guru yang lain.
Tidak ada lagi kata-kata yang bisa keluar dari mulut Kalya. Hanya ada air yang menumpuk di ujung mata dan serasa ingin menerobos keluar. Dapat ia rasakan rahangnya mulai menegang seiring dengan kepalan tangannya yang semakin kuat.
Kalya ingin memukul wanita tua itu. Namun, ia terlalu takut. Mereka adalah orang dewasa yang licik. Akan ada masalah yang lebih besar jika Kalya berani meluapkan emosinya. Pada akhirnya, Kalya memilih untuk menahan semuanya, dan berbalik pergi saat ia diperintahkan pergi oleh wali kelasnya.
Disaat ingin berbalik, tatapan Kalya tepat bertemu dengan seorang gadis yang sedari tadi menatapnya datar, dingin dan tanpa ekspresi yang berarti. Kalya tahu siapa perempuan itu. Dia adalah Neiva Valerie, si cantik yang selalu membuat semua orang iri dengan segala kesempurnaannya.
Menurut Kalya, Neiva adalah definisi perempuan yang sempurna. Dia cantik, bertubuh ideal, kaya, dan punya aura tegas yang membuatnya ditakuti banyak orang. Neiva dikenal sejak menjadi mayoret dan ketua di klub marching band, dan yang paling membuat semua siswa perempuan iri adalah Neiva sangat dekat dengan cowok paling populer di sekolah mereka.
Sayangnya, dengan segala kesempurnaan itu, Neiva terlihat seperti tidak menikmati hidupnya sama sekali. Neiva selalu menyendiri, hampir tidak pernah tersenyum, dan tidak peduli dengan semua orang yang mendekatinya. Begitupun di saat Kalya menatap Neiva dengan matanya yang sayu. Kalya ingin meminta tolong dari Neiva, walaupun hanya sekedar menyemangati Kalya dengan apa yang baru saja terjadi. Namun, Neiva hanya berbalik seakan tidak peduli dengan apa yang Kalya alami.
"Dia juga sama saja." Gumam Kalya pelan dan penuh dengan rasa kecewa.
***
Kalya kemudian berlalu pergi. Ia menyusuri lorong sekolah untuk sampai ke kelasnya. Sepanjang jalan ia memegangi pipi yang masih terasa perih. Lebih dari itu, hatinya jauh lebih terluka karena apa yang dilakukan gurunya.
Kalya pun akhirnya sampai di depan kelas yang bertulis 1-E. Belum masuk saja, Kalya sudah gemetar ketakutan. Ia ingin segera pulang, tapi ia harus mengambil tasnya terlebih dahulu. Sayangnya, ketika Kalya melihat ke dalam kelasnya, tas berwarna cokelat itu sudah tergeletak di atas lantai, dengan sepasang kaki yang menginjaknya kasar. Kaki itu milik seorang perempuan yang sedang duduk di bangku Kalya, perempuan itu bernama Rena. Cewek menor yang dikenal sebagai perundung sejati sejak ia SMP. Mirisnya, Rena selalu terlepas dari semua masalah karena jabatan orang tuanya.
Sambil gemetar ketakutan Kalya tetap mencoba masuk ke dalam kelas itu. Tampak empat pasang mata dengan senyum sungging mereka menyambut kehadiran Kalya. Rena kemudian mengangkat tangannya dan mengisyaratkan untuk Kalya mendekat ke arahnya. Dengan sangat ketakutan Kalya mematuhi arahan itu. Baru saja Kalya berdiri di depan Rena, Rena langsung menarik rambut Kalya dan memaksanya berlutut di depan Rena.
"Berlutut! lo ga berhak natap gue dari atas."
Rena kemudian memindahkan kakinya setelah ia menginjak tas Kalya dan menggesekan tas itu di lantai sekolah yang kotor.
"Nih gue pulangin keset kaki lo." ucap Rena sambil tertawa terbahak-bahak diikuti tawa oleh ketiga gadis di sampingnya.
Kalya melihat tas miliknya. Tas yang baru ia dapat dapat dari bibinya sekarang sudah sangat kotor karena ulaah Rena.
"Seragam lo warnanya terlalu polos, enaknya kalau dikasih warna! Gimana? Baik kan gue?" Rena kemudian mengisyaratkan sesuatu pada empat temannya. Teman-temannya kemudian mulai merogoh tas mereka dan mengeluarkan botol tinta berwarna hitam. Isi botol itu lalu ditumpahkan ke seragam Kalya yang berwarna putih.
"Jangan please, seragam gu-Arggh" ucap Kalya terpotong saat rambutnya ditarik Rena secara paksa.
"Mau mulut lo gue tumpahin tinta juga?"
Kalya hanya menggeleng ketakutan saat menatap dan mendengar ancaman Rena.
"Makanya lo diam! Jangan banyak tingkah!"
Tanpa berbicara lagi, Kalya hanya mengangguk dan membiarkan mereka mengotori seragamnya dengan tinta berwarna hitam. Kalya hanya bisa menahan tangisan dengan kepalan tangan yang kian lama semakin keras serta berpura-pura diam dan tidak melakukan apa-apa seakan semuanya hanya keisengan ringan.
Begitulah Kalya menjalani sepanjang hidupnya. Berdiam diri seperti boneka. Berjuang keras menahan segala ketidakadilan yang ia terima.
***
Bahkan di dunia yang penuh dengan iming-iming keadilan ini, keadilan hanyalah pemanis bagi para otoritas-otoritas yang berkuasa layaknya Tuhan dimuka bumi. Orang kecil sepertiku, hanyalah satu dari sekian banyak korban iming-iming keadilan yang selalu mereka janjikan.
Para orang dewasa dengan mudahnya melampiaskan kekesalan dan kesalahannya padaku. Mereka juga seakan tidak peduli dengan apa yang aku alami.
Anak-anak kaya yang manja itu, mereka tidak pernah tahu rasanya hidup susah. Yang mereka tahu hanyalah bagaimana menyusahkan hidup orang lain. Dengan tawa kotornya mereka dengan mudah menginjak-nginjak harga diriku.
Bahkan seorang gadis yang punya segalanya itu. Gadis dengan tatapan datar dan dingin. Dia tidak pernah memperdulikan sekitarnya, tapi semua orang memperdulikannya. Dia terlalu sempurna dan curang karena memiliki semua yang aku inginkan. Kecukupan, ketenangan, kedamaian, perhatian, ia memiliki segalanya. Namun, yang kulihat dia bahkan tidak pernah menghargai hidupnya.
Apakah ini cara kehidupan berjalan? Kehidupan memberikan segalanya kepada orang yang tidak menginginkannya dan merampas segalanya dari orang yang menginginkannya?
Apakah ini bukti bahwa hidupku sangat membenciku?
~Kalya Nailazaara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top