DWC Day 2 - Lucid Dream

Buat cerita dengan tema lucid dream.

Keterangan tambahan:
* Tidak ada batasan jumlah kata
* Bentuknya cerita (bukan puisi, artikel, etc)

⚠️ SEPARUH FIKSI ⚠️

Aku bisa mengatur mimpi. Entah sudah sejak kapan, tapi aku bisa mengatur awal mimpiku. Aku bahkan kebanyakan tahu jika aku sedang bermimpi.

Mimpi-mimpiku terbagi dalam beberapa kategori.

Mimpi mencari toilet, pasti aku sedang kebelet, tapi tidak bisa bangun meski aku tahu kalau sedang bermimpi.

Mimpi dikejar sesuatu, biasanya pertengahan aku sedang dikejar deadline menulis, atau sedang dikejar-kejar anak-anakku.

Mimpi lupa cara membaca ayat suci, biasanya karena aku terlalu lelah.

Paling menyenangkan tentu saat mimpi berdarah-darah. Biasanya, kalau aku memimpikan seorang pria bertarung hingga berdarah, jadwal bulananku telah tiba.

Hidup dalam mimpi memang menyenangkan. Tidak ada risiko terluka di sana. Meski aku terjatuh, digigit, dibakar, dipukul, semua tetap aman.

Benarkah?

Aku selalu yakin itu benar hingga hari itu tiba.

Aku melihatnya. Seorang pemuda berusia tujuh belas tahun tengah dirundung di pasar. Ditendang, dijambak, dan dilempari sampah busuk.

Pemuda itu bergeming. Ekspresinya kosong. Tidak kesakitan, juga tidak marah.

Aku seperti hantu. Tak bisa bersuara, tak bisa menyentuh apa-apa.

Pemuda itu hanya bersimpuh diam ketika lagi-lagi dirinya ditendang. Persis seperti batu karang yang diam saat diterjang ombak.

Darah membasah di pelipis dan turun menyusuri pipi. Namun, tak sedikit pun dia berniat membasuhnya. Demikian pula darah yang mengalir di leher akibat lemparan pecahan kaca. Untung tidak menancap di sana.

Aku berusaha menghalau para bajingan yang mengeroyoknya, tapi aku seperti asap. Tidak berguna.

Aku memang tahu ini bermimpi, tapi rasa iba itu jelas ada. Lagipula, pemuda itu sangat tampan. Sayang kalau dibiarkan dipukuli seperti itu.

Pagi menjelang, aku pun terjaga tanpa bisa berbuat apa-apa.

Keesokan harinya, mimpi itu kembali hadir. Dia kembali disiksa dengan cara yang berbeda.

Kali ini, dia tampak lebih berekspresi. Ada amarah yang tertahan, juga tatapan mata yang tak takut menusuk lawan-lawannya.

Aku masih seperti kabut. Tidak berwujud. Seperti pengamat dari luar cerita. Tidak bisa melakukan apa pun untuk menolongnya.

Pada akhirnya, tujuh hari berturut-turut pemuda itu hadir. Membuatku terus bertanya-tanya siapa dirinya?

Mengapa dia selalu hadir dengan kejadian yang sama. Berulang, menyakitkan.

Apa yang ingin pemuda itu lakukan?

Mengapa dia tidak juga melawan?

Aku yakin dia bisa melakukannya!

Malam itu, semua terlihat lebih jelas. Pemuda itu melindungi seseorang. Perempuan kecil dengan wajah ketakutan kini berdiri di belakangnya.

Sang pemuda tetap berdiam, tapi aku bisa melihat ada belati panjang terselip di kedua pinggangnya.

Sedikit demi sedikit harapanku agar dia bisa membela dirinya sendiri menjadi nyata.

Kali ini, pemuda itu bangkit dan menebaskan belatinya tanpa ampun. Ketika darah mencuar di angkasa, dia tidak tertawa ataupun terkejut.

Hampa.

Aku pun kembali terjaga.

Mimpi itu mengingatkanku pada kemungkinan tak terbatas yang ada di dalam pikirannya sendiri, dan itu memicu rasa kreativitas dan keajaiban yang akan terus dikembangkan.

Sejak hari itu, aku pun memutuskan akan menuliskan kisah pemuda dan perempuan kecil yang dilindunginya.

Kisah pemuda itu pun berhenti ketika aku berniat menuliskannya.

Maka, aku akan terus menjelajahi dunia lucid dream, menyelidiki alam bawah sadar untuk mengungkap petualangan dan kisah pemuda itu. 

Bagiku, mimpi adalah adalah salah satu sumber inspirasiku. Menawarkan pintu gerbang ke alam di mana segala sesuatu mungkin terjadi. Itu adalah pengingat bahwa batas-batas realitas hanya sebatas yang aku izinkan, dan bahwa dalam mimpinya, aku memegang kekuatan untuk membentuk jalinan ceritaku sendiri.

2 Juni 23

Behind the Scene munculnya Alf dan Neysha di buku Deliverance - Dimensional Fugitive

Siapa tahu ada yang mau baca. Hehhe





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top