Bab 3 - Khianat
Aku meletakkan kepala ke sandaran kursi ketika sebuah pemberitahuan masuk. Ada pesan baru di Whatsapp. Aku menarik napas panjang ketika merasa sebuah beban berat mengimpit dada.
Salah seorang temanku bercerita beberapa bulan lalu, kliennya tidak mau membayar hasil desain logonya. Namun, ternyata hari ini, desain itu dipakai si Klien dengan mengubah sedikit dari desain temanku.
Pilu.
Mungkin bagi kebanyakan orang, uang seratus ribu rupiah tidak lah berarti. Namun, bagi janda beranak tiga, tentu itu adalah sebuah angka yang sangat besar.
Aku tidak tahu harus berkata apa untuk menghiburnya. Kata 'Sabar, ya. InsyaAllah, Allah akan mengganti dengan yang lebih baik' tidak yakin bisa menghiburnya.
Jempolku kelu. Aku hanya bisa membaca tulisan panjangnya dengan mata berkaca-kaca.
Pada akhirnya aku hanya bisa memberikan stiker peluk dan selarik doa agar dia diberi rezeki melimpah, diberi kemudahan dalam kehidupan.
Aku kembali berpikir. Pada orang-orang yang menahan hak orang lain. Mencurangi hak orang lain.
Tidak membayar tepat waktu gaji asisten rumah tangganya atau juga guru ngajinya. Bahkan ada juga yang menunggak SPP sekolah anaknya padahal mereka mampu membayarnya.
Belum lagi pengusaha yang memotong gaji karyawannya tanpa alasan yang jelas.
Hatiku kembali nyeri.
Apa yang mereka rasakan saat menunda bahkan tidak memberikan hak orang lain?
Apa yang ingin mereka gapai dengan berkhianat terhadap janji yang diucapkan?
Apa demi mendapat keuntungan materi, mereka rela dengan orang lain?
Apa mereka tidak takut doa orang yang terzalimi itu tidak ada penghalangnya?
Ah, tapi aku bukan pembaca pikiran manusia. Karena orang-orang munafik hanya bisa dilihat dari sikapnya.
1. Jika berkata dusta
2. Jika berjanji ingkar
3. Jika diamanahi berkhianat
Pengingat untuk diriku sendiri untuk menghindari dusta, selalu menepati janji, dan tidak pernah berkhianat.
Semoga mereka yang terzalimi mendapatkan balasan rahmat dan berkah melimpah dari Allah atas semua sakit hati dan kerugian yang diterima.
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”
(HR. Ibnu Majah, shahih).
“Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezholiman”
(HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564)
“Orang yang menunda kewajiban, halal kehormatan dan pantas mendapatkan hukuman”
(HR. Abu Daud no. 3628, An Nasa-i no. 4689, Ibnu Majah no. 2427, hasan).
“Kaum muslimin wajib mematuhi persyaratan yang telah mereka sepakati.”
(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 14: 390).
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top