thirteen

Brie pindah sekolah. Ia tidak akan pindah ke luar kota melainkan ke luar negeri. Kakak pertama gadis itu ikut dengannya. Kebetulannya Kak Michele diterima disalah satu universitas terbaik Inggris. Merekapun sepakat untuk tinggal di sana.

Hari ini semua teman terdekat Brie diundang ke salah satu hotel bintang lima untuk merayakan perpisahan. Jadwal yang diagendakan adalah mengutarakan pesan-kesan pada Brie, bersenang-senang, dan diakhiri dengan makan bersama.

Meski ini perpisahan Brie meminta teman-temannya untuk tidak bersedih apalagi sampai meneteskan air mata. Di sisa kebersamaan ini ia ingin bergembira.

"Ayah langsung berangkat ke Semarang setelah ini. Sera nggak papa kan ditinggal?" kata Sindu begitu sampai di lobi hotel.

Sera menoleh. Menatap sekilas pria di sampingnya.

Sindu berbohong kalau dia cuti lama. Buktinya baru jalan dua minggu dia mau ke luar kota lagi.

"Kalau nggak urgent banget Ayah nggak mungkin terbang ke Semarang," ucap Sindu memberi penjelasan.

"Iya, Ayah."

"Sera marah?" tanya Sindu.

"No im not," sanggah Sera.

Bagaimanapun Sera tak pernah bisa berakting rela melepaskan sang Ayah. Ya walaupun sudah terbiasa, tapi setiap berpisah dengan Sindu, ada saja yang Sera pikirkan. Apalagi kalau ayahnya izin mendaki. Rasa ingin menahan sudah pasti.

Sera pernah meminta Sindu untuk tidak turun langsung dalam pekerjaannya. Sayangnya pria itu dan alam seakan tak bisa dipisahkan. Seberapa keras Sera melarang lebih giat lagi Sindu meyakinkan.

Sejak saat itu Sera —dipaksa— berusaha positif thinking. Sindu menginginkannya agar tidak memikirkan hal buruk. Ia meminta putrinya untuk tidak berpikir yang tidak-tidak. Karena kalau Sera berpikir buruk kemungkinan besar hal yang dipikirkan akan terjadi.

"Tetap jadi anak baik dimanapun berada," kata Sindu mengelus rambut Seraphina.

"Ayah don't touch my hair!" peringat gadis itu.

Bukan Sindu namanya kalau tidak menjahili putri kecilnya.

"I love you to Gunung Semeru-Gunung Sindoro-Gunung Slamet-Merkurius-Venus-Bumi and back," ucapnya sembari mengacak rambut sang putri.

"Ayah!" geram Sera.

Sindu mengecup pipi Sera singkat. "Selamat bersenang-senang. Jangan sampai keblablasan. Secukupnya aja."

Sera mengangguk lalu memeluk lengan Sindu.

"Take care and don't die," ucapnya.

Sindu tersenyum lebar. Sera selalu mengucapkan dua kalimat itu sebelum ia pergi. "Iya. Sera masuk gih," titah Sindu.

Sera melepas pelukan dan kembali menatap ayahnya lekat.

Ada perasaan lain saat melepas kepergian Sindu kali ini. Sera mencari-cari. Tetapi tidak mendapatkan jawaban itu.

"Go, Baby," ucap Sindu sekali lagi.

Sera mengangguk. Sebelum benar-benar menuruti perkataan Sindu ia kembali memeluk ayahnya. Lebih erat.

"Please remember don't die," bisiknya pelan.

...

Sebelum terbang ke Semarang, Sindu memutuskan bertemu dengan Sere lebih dulu. Ia mau menagih janji wanita itu.

Serebilang ia akan menemui Sera setelah peringatan tujuh hari ayahnya selesai. Peringatan tujuh harian Revan beralngsung dua hari yang lalu. Satu hari Sindu mencoba memaklumi dan ini sudah hari kedua. Apa iya Sere melupakan janjinya?

"Sere ada?" adalah pertanyaan yang Sindu lontarkan ketika pintu rumah wanita yang dicarinya terbuka.

"Ada di dalam. Lagi main sama anak-anak," jawab Kichak. "Masuk, Ndu," lanjutnya mempersilahkan.

Sindu menurut. Ia kembali menginjakan kaki di rumah wanita yang hingga kini masih jadi penghuni hati sampai mati.

"Aku panggilin bentar," ucap Kichak pergi dari hadapan Sindu.

Sindu menunggu. Penantiannya tak lama karena Sere sudah datang.

Wanita itu datang dengan mengendong gadis kecil bernama Kia.

"Maaf buat kamu nunggu," ucap Sere begitu sampai di hadapan Sindu.

Sindu hanya tersenyum kecil.

Wanita itu banyak perubahan. Sere yang dikenalnya beberapa tahun lalu berbeda dengan Sere yang sekarang. Ia lebih ramah sekarang. Lebih dewasa juga.

"Ada keperluan apa, Ndu?" tanya Sere duduk tepat di sebelah Sindu.

Andai Kia tidak di sini mungkin tak ada batas pemisah antara dua orang itu. Sayangnya Kia ada di sini. Jemarinya tak henti mengenggam tangan Sere. Manik Kia menatap tajam Sindu. Mengamati gerak-gerik ayah kandung Seraphina.

"Aku mau nagih janji kamu," jawab Sindu tanpa basa-basi.

Sejenak Sere diam. Janji?

"Aku ada kerjaan yang mengharuskan terbang ke luar kota. Aku bakalan tinggalin Sera."

Agaknya Sere tahu maksud Sindu.

"Sera masih ada acara sama teman-temannya. Selesai acara itu aku mau kamu jemput dia dan buktikan janji kamu."

"Aku nggak menerima penolakan. Selama ini sudah cukup kamu menghindari hal yang seharusnya terjadi," kata Sindu menatap lekat Sere.

"Ingat, Sere. Nggak ada gunanya kamu menghindar. Seberapa jauh kamu lari; kenyataan itu akan tetap mengikuti."

Pria itu benar.

"Aku nggak menghindar," sanggah Sere.

"Dua hari ini kemana?"

"Aku hanya belum siap—"

"Kamu nggak akan siap kalau kamu nggak coba!" potong Sindu cepat dan terdengar kasar bagi gadis kecil yang sedari tadi tak hentinya memandang Sindu.

"Jangan bentak Ibuku!" ucap Kia berani.

Sindu hampir saja lupa kalau ada anak kecil di sini.

"Kia dengar Ibu. Kia anak baik kan?" tanya Sere dihadiahi anggukan Kia.

ere tersenyum sembari mengelus rambut gadis kecil itu. "Kalau gitu Kia ke Ayah dulu ya?"

Kia menggeleng. "Kia nggak akan biarin Ibu berdua sama Om itu. Kia nggak mau Ibu kenapa-napa," katanya.

"Om Sindu baik. Apa yang Kia lihat barusan hanya akting aja," kata Sere berdusta.

"Akting?" Tanya Kia tak percaya.

"Om Sindu mau main film. Kemampuan aktingnya harus dilatih."

"Tapi itu tadi kayak bentak beneran." Kia gadis kecil pintar masih berusaha.

Sere tersenyum. "Kalau gitu Kia tertipu dan Om Sindu berhasil."

Kia berdecak singkat. Ia tak suka melihat om-om di hadapannya ini menang.

Kia turun dari sofa. Dengan tangan terkepal dan mimik wajah menahan marah Kia bersiap meninggalkan ruang tamu.

"Ih! Kia mau minta Ayah masukin Kia ke sekolah akting. Kia mau lebih jago dari Om itu!" dumelnya meninggalkan ruang tamu.

Belum benar-benar pergi Kia kembali membalikan badan sembari barkata. "Awas jangan jahatin Ibu aku!"

"Kia yang sopan," tegur Sere.

"Kia lagi belain Ibu," jawab gadis itu.

"Oke, sekarang pergi ke Ayah."

Kia mengangguk patuh. "Oke Kia pergi dulu. Tapi setelah ngomong sama Ayah, Kia bakal balik lagi. Om jangan macam-macam sama Ibuku!" ujarnya membalikan badan lalu pergi dari ruangan ini.

Sere menggeleng sementara Sindu menahan tawa. Meskipun Kia sedikit menyebalkan, tapi mengemaskan juga. Sindu jadi ingat pada Sera kecil—tunggu, tunggu. Kita harus fokus pada Seraphina!

"Sere," panggil Sindu.

"Jangan mengulur waktu. Sudah terlalu banyak waktu yang kamu habiskan tanpa Sera. Sekarang sudah saatnya kamu menemui anak kita," tambahnya.

Semua yang dikatakan Sindu benar.

"Jemput dan habiskan waktumu bersama Seraphina."

Sere mengangguk. "Aku akan berkenalan dengannya."

"Selama pergi aku titip Sera. Berjanjilah untuk tidak menyakiti Putriku dengan perilaku atau kata-katamu," pesan Sindu.

"Aku akan belajar menerimanya. Aku akan menjadi bestfriend Sera," jawab Sere yakin.

Tbc.

Siap ya menyaksikan pertemuan ibu dan anaknya??

#sasaji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top