Prolog
Selamat Membaca!
"BAIK. Saya setuju kita bercerai." Dian mengatakannya dengan datar. Tidak ada ekspresi berlebih, sedih pun tidak terlihat di wajahnya. "Tapi, saya punya syarat," lanjutnya yang membuat lawan bicaranya sedikit tegang.
Wisnu yang menjadi lawan bicara sekaligus seorang suami yang mengajukan perceraian tadi menatap sang istri dengan lekat. Menunggu apa syarat yang diajukan wanita itu.
Pernikahan mereka memang bukan berdasarkan cinta. Lebih tepatnya hanya perjodohan konyol para orang tua dengan alasan kekerabatan. Alasan yang awalnya ditentang keras oleh Wisnu. Namun, sebagai anak pun, dia tidak memiliki kuasa banyak. Dia bisa dicap anak durhaka bila melawan. Terpaksa dia menjalani pernikahan dengan setengah hati.
Meski Dian adalah wanita yang cukup cantik dan kompeten dalam melayani kebutuhannya. Namun sampai pernikahan mereka yang berjalan hampir setahun, tidak sekalipun mereka menjalankan ritual malam pertama. Mereka ibaratkan pasutri di atas kertas.
"Beri aku waktu 30 hari sebelum Mas mengajukan gugatan ke pengadilan," kata Dian, berhasil membuat lamunan Wisnu buyar.
Wisnu mengerutkan keningnya dalam. Bingung dengan ucapan Dian yang terasa mengambang. "Kenapa harus 30 hari?" protesnya sedikit tak terima. Artinya waktu kembali terulur panjang. Padahal dia sudah sangat ingin segera mengakhiri pernikahan mereka.
Dian dengan wajah datar memberikan anggukan. "Karena 30 hari lagi, kita resmi setahun menikah," katanya lugas.
Wisnu mulai paham. Hari ini baru 11 bulan pernikahan mereka. Waktu panjang yang cukup menyiksa. Meski beberapa bulan dalam rumah yang sama, saling bertemu setiap detik, nyatanya tidak berhasil meluluhkan sikap kaku masing-masing.
Dian masih cukup kaku sebagai istri, dan Wisnu masih enggan berdekatan terlalu lama. Entah seperti apa jenis pernikahan yang mereka jalani saat ini. Wisnu semakin yakin untuk menyudahi pernikahan mereka secepat mungkin.
"Baik. Saya setuju."
Dian hanya memberikan anggukan. Karena sudah tidak memiliki kepentingan lagi, dia segera berbalik dan melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Wisnu yang hanya bisa mendengus panjang.
Wisnu meraup wajahnya kasar. Dia merebahkan tubuhnya di sofa, mencoba meredakan rasa pusing yang sejak tadi menerjangnya. Berbicara dengan Dian memang selalu berhasil membuat kepalanya sakit.
Sekarang Wisnu hanya perlumenambah kesabarannya dalam beberapa hari ke depan. Sedikit lagi, sebelum diamerasakan udara kebebasan tanpa wanita kaku di sekitarnya.
Bersambung ...
NB. {Cerita ini sudah lumayan lama terbit di KBM. Kalo mau baca lebih cepat bisa langsung ke sana, ya!}
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top