Maaf
Malam ini Wisnu merasa sedikit resah. Biasanya sehabis makan malam, dia lebih suka mengunci diri di dalam kamar dan berkutat dengan pekerjaannya. Namun, malam ini, dia malah berdiam diri di ruang tengah. Sebuah drama Indonesia menghiasi layar televisi, yang tidak cukup menarik. Namun tetap saja dia membiarkan layar tetap menyala.
Pemandangan paling ganjil lainnya adalah Dian, sang istri yang duduk di sampingnya dengan tenang. Aroma mawar seakan menggodanya untuk terus melirik wanita itu. Dahinya mengkerut, malam-malam seperti ini wanita itu tampak sangat cantik dan rapi.
"Kenapa, Mas?" tegur Dian yang menangkap basah aksi sang suami.
Wisnu yang tertangkap basah jadi gelagapan sendiri. Dia sedikit kaget, berusaha mencari alibinya. "Tidak apa-apa," sangkalnya, "kamu kenapa malam-malam gini dandan?" tanyanya cukup penasaran.
Dian tersenyum tipis. Akhirnya sang suami sadar juga dengan penampilannya. Biasanya Dian memang tidak bersolek apalagi di malam hari. Dia lebih suka wajah polos tanpa make up. Namun sekali lagi dia menekankan diri, semua untuk lelaki di sampingnya itu.
"Memangnya kenapa, Mas? Jelek, ya?" tanyanya, memasang wajah sendu. Menunggu bagaimana penilaian sang suami pada penampilannya saat ini.
Wisnu menggeleng cepat. "Nggak, cantik kok. Cuma tumben saja."
Dian tersenyum, menatap sang suami yang sepertinya sudah tidak tertarik dengan tayangan televisi di depannya. Kali ini ada yang lebih menarik, memandang satu sama lain dengan penuh rasa asing. Ada kehangatan yang menjalar, tapi enggan untuk ditelaah lebih dalam. Mereka lebih suka menikmatinya.
"Dian, kenapa kamu berubah?" Akhirnya Wisnu mulai mengungkapkan perasaannya. Dia merasa asing dengan penampilan wanita itu, meski tak ditampik, dia pun suka. Aura wanita itu terpancar kuat dan memikat. Wisnu mulai menyangsikan dirinya bila setiap hari melihat Dian yang secantik ini.
"Jika aku bilang demi kita, bagaimana menurut kamu?" Dian melempar kembali pertanyaan.
Wisnu menarik sebelah alisnya, menatap wanita itu tak mengerti. "Maksudnya?"
"Mas Wisnu minta bercerai dari aku, dan aku tidak menolak, kan?" tanyanya dan saat sang suami mengangguk, dia kembali melanjutkan ucapannya. "Maka aku pun punya waktu satu bulan untuk mempertahankan kamu. Berusaha mempertahankan rumah tangga kita, dan bila bisa membuat kamu jatuh cinta," akunya jujur.
Wisnu benar-benar takjub dengan kejujuran sang istri. Sangat tidak menyangka wanita itu memiliki pemikiran ke sana. Padahal dia kira, Dian juga menyerah dengan pernikahan mereka. Pernikahan yang jauh dari kata sempurna.
"Kenapa ... kenapa, Dian? Kenapa kamu mau bertahan dengan pernikahan yang tidak sempurna ini."
Dian tersenyum, mengambil kedua tangan lelaki itu dan meremasnya pelan. "Karena menyerah dengan pernikahan ini, malah akan menjadi penyesalan terhebat aku. Kan sayang banget, meninggalkan lelaki semapan kamu, Mas." Dian mengerling di akhir kalimatnya. Sengaja menggoda dan mencairkan suasana yang sempat tegang.
Wisnu tersenyum kecut. Merasa sangat malu dengan wanita tersebut. Dia sebagai lelaki malah berniat menyerah dan tidak berpikir panjang. Pikirannya saat itu hanya lepas dan bahagia dengan kehidupan yang bebas. Wisnu membalas genggaman tangan itu lebih erat, menatap wanita itu dengan sayu.
"Maaf," sesalnya. Tak tahulagi harus berbuat apa.
Bersambung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top