XII
"Happy Birthday...."
Itu adalah kalimat pertama yang Berlin dengar setelah menjawab telpon dari Semesta di pagi hari, tanpa sadar Berlin menggulum senyum.
"Gue tadinya mau nelpon lo pas jam 12, tapi nggak jadi takut lo ke ganggu." keluh Semesta, Berlin bisa meneka jika sekarang dahi Semesta pasti mengerut karena sebal. "Jadi pagi-pagi aja, sambil ngingetin lo buat solat subuh."
"Makasih," Berlin menyibak selimut yang sejak tadi menutubi tubuhnya, mematikan AC di kamarnya lalu kembali duduk bersila di atas ranjang.
"Semoga dekat jodohnya, lancar rejekinya," Semesta mengucapkam kata-kata itu dengan penuh euforia. "Dan yang terpenting bahagia selalu."
"Mainstream banget sih doanya," keluh Berlin, ia memukul pelan pahanya memasang raut jengkel seolah Semesta bisa melihat ekspresi di wajahnya.
"Ya udah bentar gue kasih doa antimainstream, Ya Allah. Semoga Berlin tambah cantik, Pinter, dilancarkan rejekinya biar dia bisa liburan dua bulan di Jenewa. Padahal namanya Berlin tapi kota impiannya Jenewa." Semesta tertawa di akhir ucapannya.
"You're the best," ucap Berlin pelan. Berlin memang tidak mengucapkan terimakasih tapi Semesta bisa mengartikan ucapan yang baru saja Berlin lantunkan sebagai ucapan terimakasih.
"Sama-sama," suata Semesta terdengar lebih rendah, "Gue jemput lo jam 8. Terserah mah date berdua sama gue aja, atau ajak keluarga lo."
Berlin bukannya tidak mau mengajak kedua orang tuanya, hanya saja akan sedikit canggung ketika Semesta yang notabenenya tak memiliki hubungan apapun dengan Berlin tiba-tiba menyusup ke dalam kehidupan keluarganya.
"Berdua aja," Berlin melirik jam di dinding, pukul 5 kurang 10 menit, "Jam delapan gue udah ready."
#####
Semesta memang mau mengajak Berlin menonton, tapi jam 8 pagi belum ada Cinema yang buka. Jadi ia sama sekali tak keberatan ketika Semesta mengajaknya ke sebuah cafe di daerah Jakarta pusat.
"Ini kan deket Appartement Lisa, kok lo bisa tahu Kafe kece gini sih?" tanya Berlin, ketika ia masuk ke dalam Kafe tersebut suasana asri Kafe menyapanya. "Masih pagi udah rame lagi."
"Yoi," Semesta menuntun Berlin ke Side Area dekat kolam ikan ,"Kalau weekend mereka buka dari jam 8, yang kesini kebanyakan yang tinggal di Appartement itu."
Semesta menunjuk gedung tingga dimana Lisa tinggal, "Gue tahu tempat ini juga waktu pernah nganterin Lisa pulang."
"Oh,"Berlin melihat menu yang baru dibawakan pelayan. Di sini menu Kafe lebig ke makana western, dengan menu andalan mereka Beef Burger. "Saya pesan kentang wedges sama juice jeruk."
"Udah itu aja?"tanya Semesta saat Berlin melipat buku menunya, Berlin hanya mengangguk. "Saya Beef Burger sama Orange Smoothies aja."
"What?" tanya Berlin ketika Semesta menggeser kursinya setelah si pelayan pergi.
"Gue mau ke toilet."
Berlin mengangguk membiarkan Semesta pergi, pandangan Berlin menyapu ke sekitar Kafe yang memang mengusung tema go green. Bahkan Cup Kopi yang digunakan cup berbahan dasar kertas.
Awalnya Berlin ingin berjalan ke sekitar melihat ornamen-ornamen yang terpasang di dinding, namun ia urungkan niatnya saat ada objek yang lebih menarik dari sekedar ornamen di dinding.
Lisa dan Bintang, keduanya berjalan ke Side Selatan yang berlawanan dengan tempat duduk Berlin. Karena diliputi rasa penasaran Berlin mengikuti duanya.
Yang ada di pikiran Berlin adalah Lisa yang mulai terbuka dengan perasaannya pada Bintang sehingga mereka mencoba menjalin hubungan yang lebih baik.
Paling tidak mereka ada kemajuan, pikir Berlin.
Setelah bisa melihat Bintang lebih dekat Berlin memutuskan untuk menyapa, tapi jika dipikir lagi ia mungkin akan membuat Lisa canggung nantinya. Atau bisa jadi Berlin mungkin akan mengacaukan segalanya, lebih baik Berlin kembali ke tempat duduknya sebelum Semesta mencarinya.
Namun baru saja melangkah suara Lisa justru menghentikannya.
"Gue capek ngadepin Berlin," ucap Lisa. "Gue pikir don juan kayak lo bisa naklukin dia cepet."
"Apa bagusnya Semesta?" tanya Bintang, Berlin bisa mendengar nada jengkel dari ucapannya. "Yang gue heran kenapa lo harus minta gue pacarin Berlin cuman biar lo gampang deketin tuh cowok."
"Karena Semesta suka Berlin, Berlin aja yang tolol nggak sadar-sadar. Dan Semesta akan tetap berharap pada Berlin sebelum Berlin emang punya cowok," Lisa terdengar sama jengkelnya dengan Bintang, Berlin bahkan sekarang tak punya nyali hanya untuk melangkah menjauh. Ia tak mampu lagi mendengar kata-kata menyakitkan keluar dari mulut Lisa, "Gue masih inget banget kata-kata Berlin ke gue, cewek itu kalau suka sama cowok harus usaha. Dia nggak tahu gue lagi usaha dapetin Semesta dengan cara jauhin dia dari Semesta, selama ada Berlin dunia Semesta itu berpusat sama dia. Cewek lain itu dianggap halusinasi."
"Terus lo ngorbanin gue sebagai sepupu lo?" tanya Bintang, "Karena ketika Berlin tahu yang sebenarnya gue akan jadi cowok terbrengsek di mata dia."
"Terus lo peduli sama dia?" tanya Lisa dengan suara congkaknya, Berlin rasanya ingin menghilang saja ia cukup terkejut dan sakit. "Lo nggak jatuh cinta beneran sama cewek cupu itu 'kan?"
Kaki Berlin akhirnya bisa melangkah meninggalkan tempatnya berdiri, harusnya ia tidak mengikuti rasa keingintahuannya jika pada akhirnya hanya rasa sakit yang ia dapat.
Berlin berjalan lurus tanpa melihat jalan, sampai Semesta menahan langkahnya. Berlin memeluk Semesta seerat-eratnya, "Kenapa ada banyak orang jahat?"
Air mata Berlin tak bisa ia bendung lagi. Di hari ulang tahunnya ia mendapatkan hadiah yang menghancurkan hatinya, bahwa petermenannya dengan Lisa adalah sebuah kepalsuan, kenyataan Bintang mendekatinya hanya sebuah ilusi yang tak mungkin menjadi nyata.
"Hei, what's going on?" Semesta tak tahu apa yang membuat Berlin menangis begitu hebatnya, tapi ia tahu jelas jika perempuan dalam dekapannya kini tengah rapuh.
"Yang salah itu gue," ucap Berlin di sela tangisnya, meski ia tahu Semesta tak mungkin mengerti dengan ucapannya. Berlin tetap melanjutkannya, "Karena gue terlalu mudah percaya."
TBC
Ora's Note :
Tetep jadi orang baik apapun yang terjadi, udah gitu aja sih note gue wkwkwk.
Tenang kisah ini tak akan seberat kisah tetanggaku ternyata mantan pacar adikku. Hahahah
Bubayyyy...
17-06-2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top