II


"Sampai kapan?" suara baritone itu memecah lamunan Berlin, "Gue enggak tau lo bakal semarah ini sama gue, Elin"

Tanpa menoleh pun Berlin tahu siapa yang kini duduk di sampingnya, siapa lagi yang memanggilnya Elin kecuali Semesta. Leader Marketing Project yang tinggal menghitung hari resignnya. Bagi Semesta nama Berlin terlalu rumit.

Berlin menghela napas pelan, niatnya pergi ke Outdoor Rest untuk melepas sedikit penat setelah jam kerja berakhir tapi ia harus lembur. Dan yang ia dapat adalah Semesta yang sejak satu minggu lalu ia hindari.

"Gue cuman nggak nyangka kalau lo mau pergi tapi sama sekali nggak kasih tau gue," Berlin kecewa dengan sikap Semesta, atau lebih tepatnya ia merasa tak dianggap oleh Semesta. Mungkin bagi Semesta seorang Berlin bukanlah siapa-siapa, tapi sebaliknya bagi Berlin. Semesta mempunyai peran tersendiri yang mampu membuat Berlin merasa nyaman bekerja di kantornya selama ini, sejak lulus kuliah dua tahun lalu Berlin diterima di kantor ini.

Bagi orang awam yang baru saja mencicipi asam manis dunia kerja Berlin hampir merasakan putus asa setiap kali deadline mencekik, atau ada saja hal-hal yang mengganggu pikirannya seperti sikap egois rekan kantornya. Dan semua itu bisa Berlin lalui karena Semesta ada di sampingnya, pria itu selalu menyemangati Berlin. Berkata bahwa memang beginilah kenyataannya hidup, akan ada selalu ada masalah yang datang menggantikan masalah yang sudah terselesaikan. Akan selalu ada jalan keluar agar kita bisa melewati masalah itu, yaitu dengan cara meyakinkan diri sendiri bahwa kita lebih hebat dan besar dari apa yang membuat kita takut.

Karena ketakutan terbesar kita terkadang adalah ketidakyakinan terhadap diri kita sendiri bahwa kita mampu menyelesaikan setiap masalah.

Semesta adalah gambaran Superman di kehidupan Berlin.

Sedangkan Berlin bagi Semesta hanya sesosok adik kecil yang butuh dilindungi.

"Karena gue enggak mau buat lo sedih."

"Kenyataannya, gue akan tetap sedih kapan pun lo tinggalin." Berlin menghempaskan tangan Semesta yang mencoba menggenggam tangannya, Semesta mengurut pelipisnya. Sudah sejak dua hari lalu ia mengajak Berlin bicara, perempuan di depannya masih marah karena ia tahu perihal resign Semesta dari Lisa.

"Kalau Lisa nggak ngasih tau gue, lo akan tetap dengan diamnya lo kan? Seolah-olah dengan ngasih tau gue di hari H nya semua akan lebih baik?" Berlin hanya tidak siap, atau tidak akan pernah siap tanpa Semesta di sampingnya.

"Yang gue takutin adalah, ketika gue ngasih tau lo sejak awal tentang niat gue. Gue takut meragu dengan kepergian gue, karena gue terlalu berat ninggalin lo." Semesta menepuk pelan pundak Berlin berulang kali.

"Sekarang," suara Berlin tiba-tiba memberat, tenggerokannya terasa mengering sekarang. Ada sekat tak kasat mata yang mencoba menahan sesak di dadanya, "Meskipun gue bilang lo jangan pergi, lo akan tetap pergi 'kan. Karena dengan berpura-pura semuanya baik-baik saja, itu mempermudah lo buat pergi."

"Gue masih di Jakarta, Lin. Kita masih bisa sering ketemu," Semesta bisa melihat raut kesedihan di wajah Berlin, "Gue bakalan sering ngajak lo hangout, Dufan, Bioskop, Taman Mini. Kemana aja yang lo mau."

"Lo tau bukan itu inti dari masalahnya," ucap Berlin, ia mengepal tangannya dengan erat. Meninggalkan Semesta adalah pilihan yang baik saat ini, "Gue cuman takut kalau lo bakal ngelupain gue secara perlahan."

########

Satu jam Berlin lewatkan tanpa kepastian dari Lisa yang pasalnya akan menyusul ke Caffee dimana Bintang kini tengah berdiri, "Ngapain lo ketawa nggak jelas kayak gitu mirip boneka santet."

"Emang Boneka santet bisa ketawa yah? Gue baru tahu," ucap Bintang, tanpa meminta izin lebih dulu pad Berlin ia menarik kursi di depan Berli dan mendudukinya, "Kalau gue Boneka santet, lu jadi jarum santetnya yaa. Gue rela kok."

"Idih serem amat,"Berlin bergidik ngeri. "Tolong kalau mau gombal yang agak bagusan, jangan yang jatohnya freak gitu."

"Yang lagi gombal siapa coba?" tangan Bintang merogoh saku celananya mengambil sesuatu dari sana, "Gue lagi serius."

"Serius jadi boneka santet?" tanya Berlin kaget."

"Otak lo pentium berapa sih?" Bintang berdecih, ia masih menggenggam erat sesuatu yang ia ambil dari saku celananya tadi. "Gue ragu lo lulus TK."

"Apa hubungannya gue lulus TK sama Boneka Santet?" Berlin kesal, kenapa Bintang selalu menyulut emosi.

"Ya tadi, yang gue maksud serius bukan itu tapi."

"Udahlah nggak penting," Berlin mengibas-ngibaskan tangannya di udara, ia sengaja memotong ucapan Bintang karena ia tahu Bintang hanya akan berceloteh tak jelas. "Kenapa lo duduk di depan gue sekarang?"

"Kenapa lo baru tanya setelah gue duduk lebih dari lima menit?" Bintang tak kalah menyebalkan dari Semesta hari ini.

"Karena...," Berlin menimang untuk kembali mendebat Bintang, tapi percuma saja lebih baik ia urungkan. "Nggak jadi."

Kikuk, Berlin tidak tahu apa ada sesuatu di wajah Berlin hingga menyebabkan Bintang menatapnya lekat-lekat, atau masih ada sisa cabe dari ayam penyet tadi siang di giginya.

"Lo udah punya pacar belom?" Berlin mengutuk dirinya setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, gugup memang bisa jadi malapetaka.

"Kenapa memang?" tanya Bintang terlihat antusias, "Lo mau daftar jadi pacar gue?"

"Gue nanya malah balik nanya," ingin rasanya Berlin menyiramkan kopi yang kini ia teguk ke wajah Bintang. "Jawablah."

"Belum,"

"Oh... Masih single." Berlin tersenyum senang, itu artinya masih ada kesempatan untuk Lisa.

Bintang menyentil dahi Berlin, membuat Berlin mengaduh mengusap dahinya yang sedikit kesakitan. "Nggak sekalian aja lo sentil gue pake tang, biar lebih berasa."

Perkataan sarkas Berlin justru mengundang tawa Bintang, "Abis lo senyum-senyum terus dari tadi gue kan jadi takut."

"Takut, emang senyuman gue seserem itu."

"Gue emang takut sama senyuman lo yang manis itu kok...," Bintang menggantungkan ucapannya, mengurungkan niatnya yang ingin memberikan sesuatu pada Berlin yang sejak tadi ia genggam. "Takut gue sayang sama lo, tapi lo nya enggak."

TBC

Ora's note :

Jadi gimaaaannaa liburan kalian?
Semoga ini bisa mengobati rasa rindu sama Berlin wkwkkw

Buat kalian yang Mudik hati-hati di jalan, semoga selamat sampai tujuan dan kembali pulang dengan selamat juga.

Yang nggak bisa mudik tahun ini, semoga ada kesempatan untuk pulang ke kampung halaman next time. Karena pulang ke kampung halaman kan gak mesti pas momen lebaran heheh.

Pokoknya Semoga kalian semua selalu bahagiaa =)

10-06-2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top