3
Danny meneguk kopi yang masih mengepul. Duduk di sebuah sudut café miliknya yang saat ini tengah lengang. Diantara jam dua siang sampai jam empat sore memang suasana hampir seperti ini. Jika sedang di rumah, orang akan malas ke luar. Sementara bila di kantor, kebanyakan tengah mengejar deadline pekerjaan.
Cukup lama berada di sana, hingga akhirnya pria itu melirik Tag Heuer Silverstone di pergelangan tangan kanan. Sudah hampir pukul tiga siang. Ia ada janji menjemput Bea di tempat les balet. Bergegas pria itu memasuki fortuner yang sudah menunggu. Hanya butuh setengah jam untuk sampai di tempat yang dituju. Dan putri kecilnya segera memeluk erat saat mereka bertemu.
"Papa bear, aku kangen."
"Papa juga. Ayo masuk."
Ia kemudian memberi senyum lalu pamit kepada intruktur balet dan beberapa ibu yang tengah menunggu putri mereka. Sementara Maya, pengasuh Bea mengikuti dari belakang. Saat sudah duduk tenang dan mengenakan safety belt. Danny segera memacu kendaraannya.
"Tadi diantar sama siapa?"
"Mommy, tapi buru-buru pergi karena mau syuting."
"Sudah makan siang?"
"Sudah tadi. Besok grand pére akan ulang tahun. Kita beli kado kan?"
"Boleh, kamu mau kasih kado apa?"
"Beli kue saja."
"Setahu papa, Tante Gita sudah beli kue. Kita beli yang lain saja, ya."
"Kan nggak apa-apa. Kalau kuenya banyak pasti lebih seru."
"Baiklah honey bee. Kita ke toko kue dulu, baru pulang."
Danny sengaja meluncur menuju toko kue yang malam itu membuatnya tertarik. Entah kenapa, tiba-tiba ingin melihat interior bagian dalam toko. Seorang perempuan berseragam segera menyambut ramah.
"Selamat sore, Pak. Selamat datang di Amarillys.
"Sore, Ayo Bea pilih kuenya." Perintahnya.
"Langsung kita bawa pulang? Tidak dipesan dulu?"
"Ya, nanti disimpan di kulkas."
Bea terlihat sibuk menatap berbagai macam kue yang terlihat cantik. Sementara Danny lebih tertarik pada interior yang benar-benar terkesan chic.
"Pa, aku sudah pilih. Ayo papa bayar." Suara itu menghentikan konsentrasinya. Bea menarik tangannya ke arah kasir. Seseorang yang sejak tadi tidak terlihat olehnya kini berada di sana menyambut dengan senyum manis. Jelas bukan karyawan.
"Tante ada lilinnya?" tanya Bea.
"Mau angka berapa?" jawab gadis itu ramah.
"64, iya kan pa?"
Danny hanya mengangguk. Gadis di depannya segera mengambil dua buah lilin beserta pisau kue.
"Bea mau kue lain?" tanya Danny
"Boleh, Pa?" tanya putrinya dengan mata bulat bersinar.
Kembali pria itu mengangguk. Bergegas gadis kecilnya menuju etalase yang berisi cupcake dengan berbagai karakter dan hiasan cantik.
"Buat cupcake karakternya setiap hari?" tanya Danny.
"Setiap sabtu. Kalau hari biasa, hanya memenuhi pesanan untuk yang ulang tahun."
"Anda owner toko ini?"
"Ya, kenapa?" kembali terlihat senyum lebar yang terkesan ramah dan menawan.
"Saya suka dengan konsep interiornya. Kelihatan homy banget."
Gadis itu tertawa kecil. "Terima kasih. Kebetulan saya memang suka bunga. Jadi ingin merealisasikannya menjadi sebuah toko kue. Meski sedikit maksa dan terkesan tidak nyambung sebenarnya."
"Ya, konsep seperti ini biasanya diadopsi untuk living room atau bed room."
"Anda designer interior?" tanya gadis itu dengan wajah sumringah.
"Bukan, saya arsitek. Meski sebenarnya tidak terlalu jauh sih ilmunya."
"Tante, aku mau cupcake yang ada bunganya." Ternyata Bea sudah selesai. Seorang pelayan membawa nampan berisi pesanan putrinya. Danny sampai menggelengkan kepala. Tidak tanggung-tanggung, Bea mengambil enam buah.
"Kamu yakin akan menghabiskan semua?"
"Nanti aku bagi dengan Pedro dan Cassandra."
Danny segera membayar, lalu pamit.
"Terima kasih, semoga suka." ujar gadis itu ramah.
***
Aku berbaring setelah lelah seharian. Bea sudah sibuk dengan kuenya di halaman belakang. Ia segera bergabung dengan papa juga anak-anak Gita yang memang menginap di sini. Kutatap mereka dari jendela. Putriku terlihat tengah memakan cake-nya dengan lahap dan hati-hati. Kelihatannya sangat menikmati. Sesuatu yang jarang bisa disantap saat berada di rumah ibunya.
Aku dan Chintya memang berbeda konsep dalam menjalani hidup dan mendidik anak. Mantan istriku penyanjung hidup sehat, sehingga apapun yang dimakan harus sesuai dengan standar gizi. Sementara aku lebih membebaskan. Padahal menurutku ia melakukan itu hanya karena gengsi dihadapan para penggemar dan juga teman-temannya. Gengsinya membuat Bea sedikit tersiksa.
Bagiku tidak masalah anak mau makan banyak. Yang penting sehari-hari tidak hanya duduk di depan televisi. Wajibkan mereka untuk bergerak atau berolahraga. Saat di sini, Bea tidak pernah kuijinkan bermain gadget lebih dari satu jam perhari. Selebihnya ia akan berenang, atau bermain dengan sepupu-sepupunya. Pagi hari kadang kami bersepeda bersama papa.
Mungkin karena banyak perbedaan juga yang membuat ikatan hubungan kami tidak kuat. Aku yang terkesan santai sementara Chintya sangat ambisius. Sebenarnya aku juga seperti itu, tapi masih bisa memberi Batasan. Jika kurasa sudah terlalu kencang laju keinginan, maka aku memilih berhenti sejenak untuk mengevaluasi. Agar tidak terlalu jauh dari rencana awal.
Sementara mantan istriku, rela melakukan apa saja agar keinginannya cepat terpenuhi. Termasuk bersedia untuk melakukan hal yang sebenarnya tidak masuk akal. Sesuatu yang buatku sangat menjijikkan. Beruntung, Manoj suaminya yang sekarang paham akan keinginan istrinya. Meski jarak usia mereka cukup jauh berbeda. Bersamanya Chintya memiliki tiga orang anak sambung.
Setahuku hubungan mereka tidak terlalu baik. Karena ia kerap mengeluh tentang ketidakharmonisan komunikasi dalam keluarga. Seperti anak sambungnya yang kurang menghormatinya. Aku hanya menjadi pendengar. Karena tidak mungkin masuk kedalam urusan rumah tangga orang lain. Bagiku, hubungan dengan Chintya hanyalah mengenai Beatrice. Kalaupun kami ada waktu untuk bercerita, maka hanya dilakukan saat urusan di sekolah Bea.
Kututup gorden jendela, rencana ingin tidur. Karena nanti malam pasti ada pesta kejutan untuk papa seperti kebiasaan dalam keluarga kami. Bea sudah senang bersama sepupu dan kakek neneknya. Sekarang saatnya aku beristirahat.
***
Kumasuki kamar yang terasa hangat karena AC belum dinyalakan. Aku tinggal tak jauh dari toko kue. Rumah orang tuaku berada di PIK. Terlalu jauh kalau setiap hari harus bolak balik. Tapi syukurlah meski kecil, aku suka dengan suasana di sini. Terutama rasa kekeluargaan warga kompleks. Rumah ini dulu milik orang tuaku saat awal menikah. Tidak terlalu besar, tapi aku suka karena mengenal tetangga dengan baik.
Kulepaskan pakaian lalu beranjak menuju kamar mandi. Hampir jam sepuluh malam seperti ini tidak akan berani mandi. Sekadar membersihkan wajah dan memoleskan krim malam. Satu hari telah berlalu. Aku bersyukur, karena bisa melewatinya. Selesai melakukan rutinitas, ponselku berdering. Dari Pingkan ternyata.
"Nia, besok jadi ketemuan?"
"Jadi, jam berapa?"
"Sepuluh pagi bisa? Sekalian sampai jam makan siang. Di The Urban SCBD ya."
"Boleh, deh." balasku.
Aku dan Pingkan adalah sahabat sejak TK hingga sekarang. Bayangkan sudah berapa lama pertemanan kami. Dulu kami adalah tetangga dan kebetulan sama-sama anak tunggal dan bersekolah ditempat yang sama.
Di kampus kami dijulukai Duo ikan. Karena nama kami mengandung huruf yang sama. Wajah kami juga mirip dan sama-sama berkulit putih. Bedanya hanya pada rambut. Pingkan berambut keriting dan sedikit kemerahan, sementara aku lurus, hitam dan tebal.
Pingkan belum lama menikah. Kebetulan ia menemukan jodoh seorang pria berdarah Manado-Belgia bernama Damien. Yang masih kenalan keluarga dekatnya. Dan saat ini mereka tengah berbahagia karena hamil 4 bulan. Aku turut senang, melihat kebahagiaannya. Rasanya tak sabar untuk menunggu besok. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan.
***
Aku memasuki teras café. Sepertinya kami salah memilih tempat. Karena suasana cukup ramai. Ada banyak papan bunga ucapan selamat ulang tahun atas nama Pierre Constantine. Juga orang-orang berkebangsaan asing masuk. Sedikit aneh sebenarnya saat ada orang asing yang berulang tahun lalu area penuh dengan papan bunga. Karena biasanya mereka terlihat sangat simple. Aku juga ragu, melihat begitu banyak mobil terparkir, apakah tempat ini sudah di reservasi? Beruntung, Pingkan menghapus keraguanku karena sudah sampai duluan. Ia memanggil dari balik jendela kaca.
"Sorry, gue terlambat." Ucapku penuh penyesalan setelah mencium pipinya.
"Nggak apa-apa, baru sepuluh menit."
"Kayaknya rame banget dari luar."
"Lantai dua, lagi ada yang ulang tahun. Bokapnya yang punya café. Tapi lantai satu aman kok. Kita ngopi dulu, ya?"
"Emang lo boleh ngopi?"
"Dikit aja, nggak apa-apa. Yang penting jangan kebanyakan. Itu bisa bikin gue nggak bisa tidur nanti."
Kami kemudian bercerita tentang banyak hal. Maklum sudah sebulan tidak bertemu. Aku sibuk di toko, sementara ia sibuk di kantor. Begitu banyak hal yang menjadi topik pembicaraan kami. Diantaranya tentang tas keluaran terbaru, gossip teman sekolah bahkan sampai hobi Damien suami Pingkan akan mobil sport.
Tak terasa waktu terus berlalu. Dan kami harus kembali berpisah. Setelah saling memberikan ciuman pipi, Pingkan berangkat lebih dulu karena suaminya sudah menjemput. Sementara aku masih sibuk membayar tagihan, karena memang kali ini giliranku membayar. Sekaligus menunggu pesanan makanan untuk papa. Tadi saat mencoba, nasi goreng hongkongnya sangat enak. Itu juga kesukaan papa.
Masih menunggu di dekat kasir, seseorang menyapa.
"Mbak, yang owner-nya Amarillys, bukan?"
"Lho kita ketemu di sini, Mbak Gita" balasku sambil ikut berdiri.
"Iya, kebetulan café ini milik abang saya. Papa berulang tahun. Awalnya tidak ingin dirayakan. Tapi kemudian kita pikir ya sudahlah sekalian kumpul keluarga besar. Sudah lama juga nggak ketemuan. Mbak Kania makan di sini, tadi?"
"Iya, saya ada janji dengan teman. Tapi dia sudah pulang. Ini lagi nunggu pesanan."
Seseorang yang kuingat sebagai pembeli kemarin menghampirinya.
"Oh ya, kenalkan ini abang saya." Ujar Gita.
Aku mengulurkan tangan pada pria yang baru kutemui kemarin.
"Saya Danny, tapi sebetulnya kami sudah ketemu. Waktu beli kue untuk papa kemarin."
"Oh ya?
Aku tersenyum sambil mengangguk mengiyakan. Kami kemudian berpisah setelah pesananku datang.
***
Happy reading
Maaf untuk typo
2821
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top