2

Kania Kusumanegara sedang mencetak laporan penjualan hari ini di meja kasir. Sementara tiga orang karyawannya mulai sibuk menutup toko. Matanya menatap jumlah total penjualan hari ini. Lalu mencatat dalam sebuah buku agenda sebelum akhirnya mengumpulkan kertas dan mematikan computer. Tadi ia sudah mencatat pemasukan melalui rekening bank, saat beberapa pembeli memilih membayar mengenakan kartu debit. Juga menghitung jumlah uang tunai. Ini akan menjadi pekerjaannya untuk esok hari.

Gadis itu tersenyum, selesai sudah pekerjaan hari ini. Setelah hampir dua bulan, sepertinya perkembangan usaha yang baru dirintis cukup baik. Terlihat dari kue-kue yang cepat habis di etalase. Dulu saat awal, ia membuat banyak jenis kue basah. Namun sekarang, sudah lebih memahami keinginan pelanggan. Ternyata lebih banyak yang membeli jenis kue kekinian dan roti.

Sebenarnya Kania bukan orang baru dalam bisnis ini. Dulu saat masih kuliah di Semarang. Ia membantu Tante Sovia, adik dari ibunya yang membuka usaha serupa. Belajar tentang adminstrasi bakery dan banyak hal lain. Namun setelah lulus kuliah, memilih bekerja kantoran sesuai keinginan kedua orang tuanya.

Sampai akhirnya muncul kejenuhan saat merasa tidak ada lagi tantangan. Keinginan membuka toko kue kembali datang. Terlebih ia memang tertarik pada bakery. Saat masih bekerja, setiap ada waktu luang Kania akan mencoba resep baru dari buku yang dibeli. Atau membeli resep secara online yang sekaligus mempertunjukkan video tutorial.

Setelah lima tahun bekerja, dan membujuk sang papa Richard Kusumanegara. Akhirnya Kania diijinkan untuk resign. Orang tuanya juga memberikan bantuan modal. Sehingga akhirnya mampu menyewa ruko yang terletak di bagian depan sebuah perumahan mewah.

Hari pertama membuka toko, Kania dilanda cemas berlebih. Apalagi tidak mengenal siapapun di perumahan ini. Meski saat renovasi banyak yang berhenti untuk melihat, dan ia sudah membuat banner besar. Beruntung saat hari pertama dibuka, beberapa penghuni segera mampir. Ia melayani sendiri, juga memberikan beberapa tester kue lain yang sudah dibuat sebelumnya. Selain itu juga memberikan kartu nama kepada setiap pengunjung agar lebih dikenal dan memudahkan mereka memesan by phone. Salah seorang karyawannya akan segera mengantar ke rumah yang di maksud. Hingga saat ini, ia masih memberikan free delivery bagi warga di perumahan.

Melalui promosi seperti itu, akhirnya toko mulai ramai. Bahkan pelanggan dari luar kompleks mulai memesan saat ada acara kumpul-kumpul di rumah. Kadang juga mereka me-request kue yang diinginkan. Untuk hal ini Kania membuat kesepakatan mengenai jumlah minimal pemesanan. Kemudian kelebihan produksi di jual lagi. Tujuannya untuk mengetahui selera pasar selain roti tentunya.

Sebenarnya Kania bukan berasal dari keluarga yang kekurangan. Ayahnya bekerja di sebuah bank milik BUMN dengan menempati posisi cukup tinggi. Sementara ibunya seorang akuntan publik. Sejak awal keluarganya mengutamakan pendidikan, terlebih ia adalah anak tunggal. Karena itu, mereka menentang keinginannya untuk berbisnis.

Sayang hingga saat ini gadis cantik itu masih belum bertemu jodoh. Beberapa kali pernah pacaran, namun harus putus ditengah jalan karena tidak cocok. Apalagi kedua orangtuanya menyeleksi ketat setiap pria yang mendekat. Laki-laki dengan kualitas biasa saja, akan segera menjaga jarak karena tidak berani.

***

Pagi itu, Kania masih sibuk membantu di dapur. Ia memasukkan tiramisu ke dalam jar. Lalu menempelkan kode produksi. Menjaga kualitas sangat penting. Karena menjadi salah satu alasan pelanggan bertahan. Dengan melakukan itu, lebih mudah baginya mengetahui kapan sebuah kue tidak boleh lagi dijual.

"Mbak, cake pandan dan lemonnya sudah dingin." Seorang karyawan memberi tahu.

"Baik, setelah ini biar saya yang menghias."

"Klepon dan lemon jam-nya sudah dibuat?"

"Sudah mbak, tapi masih hangat."

"Lain kali lapor ke saya kalau semua sudah dingin, ya. Supaya saya nggak perlu menunggu lagi." Tegurnya tegas. Ia memang tidak suka membuang waktu, terutama saat sedang bekerja.

Setelah selesai dengan pekerjaan pertama ia segera memerintahkan karyawan lain untuk memasukkan tiramisu ke dalam show case. Pagi ini membuat tiga puluh lima. Delapan belas sudah dipesan. Akhirnya Kania melangkah ke meja lain. Dan menemukan bahan-bahan untuk menyelesaikan birthday cake pesanan sudah berada diwadah masing-masing. Dengan lincah jemarinya segera mengoles selai, dan butter cream. Tak butuh waktu lama. Dua buah klepon cake dan sebuah lemon cake sudah selesai. Ketiganya juga merupakan pesanan.

Membawa sendiri kedua buah cake hias tersebut ke depan untuk diletakkan di dalam show case bersuhu cukup dingin. Ini adalah hari minggu, sebentar lagi akan banyak para penghuni perumahan yang baru pulang berolahraga mampir. Kania kembali melihat persediaan jus dan roti. Semua sudah cukup. Kembali ke belakang ia melepas apron, penutup kepala dan sarung tangan.

"Mbak, ada yang mau ketemu. Katanya mau pesan kue ulang tahun."

"Saya akan segera ke depan." jawabnya. Sedikit terburu-buru ia menemui seorang perempuan muda sudah duduk menunggu.

"Selamat pagi, saya Kania." ucapnya sambil mengulurkan tangan.

Perempuan itu segera berdiri dan menyambut uluran tangannya.

"Pagi juga, Mbak. Saya Gita. Mau pesan kue ulang tahun."

"Untuk siapa?"

"Papa saya, tapi yang less sugar dan glutten free. Bisa?"

"Bisa, nanti kita buatkan base cake yang seperti itu."

"Mau ukuran berapa?" Kania segera menjelaskan ukuran kue berikut harganya.

"Yang kecil saja. Karena nanti cuma papa yang makan. Oh ya, satu lagi saya pesan yang agak besar untuk kami makan. Kalau anak-anak biasanya suka apa ya, mbak?"

"Biasanya sih, yang rasa coklat, blueberry atau strawberry."

"Base cake-nya atau creamnya yang pakai rasa?"

"Bisa dibuat keduanya."

"Kalau ice cream cake bagaimana, Mbak?"

"Bisa sih, tapi harus disimpan di kulkas. Karena akan meleleh kalau di suhu ruang. Saya tidak menyarankan kalau acaranya dilakukan outdoor."

Gita mengangguk tanda mengerti. "Kita acaranya di rumah sih mbak. Ada pilihan? Karena anak-anak suka sekali ice cream."

Kania segera membuka tabletnya. Kemudian menunjukkan gambar satu persatu. Akhirnya Gita memilih Black forest ice cream cake.

"Mau diambil kapan, Mbak?"

"Minggu depan mbak. Tapi pagi, bisa?"

"Boleh, kita buka jam delapan kalau hari minggu. Tapi kalau sudah janji boleh kok lebih pagi lagi. Ada karyawan yang menginap di sini."

Gita mengangguk, kemudian membayar seluruh kue. Namun sebelumnya membeli red velvet dan rainbow cake yang sudah dibuat dalam bentuk slice cake.

"Kelihatannya keluarga mbak suka cake ya?"

"Anak-anak mbak. Mereka selalu cari cemilan setelah selesai main. Kalau minggu begini sering kumpul juga Bersama sepupunya. Jadi rumah ibu saya ramai."

"Rumahnya di dalam?"

"Iya mbak, blok AA nomor 8."

Kania mengangguk. Ia tahu kalau blok AA adalah cluster terbesar dan mewah. Lokasinya tak jauh dari area padang golf. Dan yakin perempuan tadi adalah bagian dari mereka. Mengingat Aston Martin yang dikendarainya. Selesai semua, Kania kembali sibuk dengan pekerjaan harian di ruang kerjanya.

***

"Kamu sekarang kok jarang datang? Dulu janjinya buka toko kue supaya bisa sering menghabiskan waktu dengan papa dan mama." tanya Kristianti Kusumanegara, sang mama. Saat Kania baru tiba pada hari jumat malam.

"Sibuk di toko, Ma. Kan Sebagian masih aku yang handle. Terutama kalau buat cake ultah dan cake hias potong. Janji deh, kalau semua sudah berjalan dengan baik, aku akan sering kemari."

"Belum ketemu karyawan untuk bekerja dibidang itu?"

"Bukan belum ketemu, tapi mereka minta gajinya lebih mahal. Sementara pesanan untuk itu kan belum terlalu banyak. Nanti cost-nya nggak nutup lagi. Kan, sayang."

"Ya, semua memang harus dihitung. Karyawan yang sekarang bagaimana?"

"Mereka cukup solid kok. Terutama karena aku masih di sana terus. Tapi sudah kelihatan mana yang berbakat untuk memimpin. Nanti pelan akan kunaikkan jabatan mereka. Supaya pekerjaanku lebih mudah."

"Iya sih. Mama sama papa hari minggu nanti rencana akan mampir ke toko kamu."

"Wow, mau dimasakin apa?"

"Nggak usah, papa sama mama sudah tua. Harus jaga kesehatan. Nggak boleh sembarangan makan lagi."

"Kan bisa aku buatkan rujak."

"Oh ya? Memangnya kamu jualan rujak juga?"

"Ada sih ma, tapi rujak sultan. Buahnya Mengikuti selera pembeli. Tapi bumbu dasarnya tradisional banget. Nanti buat papa dan mama aku tambah gula arennya. Enak lho, aku dapat yang asli dari Medan."

"Jauh amat kamu beli gula aren?"

"Awalnya ditawarkan teman yang punya ekspedisi darat. Biasanya truk bawa sayur atau buah dari sana. Akhirnya bawa gula juga, karena temanku butuh. Sebagian aku yang ambil. Lumayan banyak penggemarnya."

"Kamu nggak ada niat buka café sekalian?"

"Kalau itu enggak dulu deh. Susah cari karyawannya. Lagian orang mengenal tempatku sebagai bakery. Modalnya juga nanti gede."

"Kalau modal kan mama dan papa bisa bantu?"

"Nggak enak ah, dibantuin melulu. Kapan aku mandirinya?"

Keduanya tertawa. Sebagai anak satu-satunya Kania kadang masih manja. Meski sekarang sudah tinggal berpisah dari kedua orang tuanya. Bahkan sampai SMU, papa dan mamanya masih kerap menemani tidur. Pernah beberapa kali, teman barunya mengira kalau ia jalan dengan om-om. Setelah tahu, mereka meminta maaf, karena pria itu ternyata adalah papanya.

Tak lama Richard sudah pulang. Kania segera menghambur kedalam pelukan sang ayah.

"Kania, kapan datang?"

"Tadi sore. Kangen sama papa."

"Papa juga, kamu sudah makan?"

"Belum, nungguin papa. Kan janjinya mau bareng."

"Kalau begitu papa mandi dulu. Siapkan saja papa susul ke ruang makan."

Kania mengangguk senang. Mamanya segera menyusul sang suami. Meninggalkan putri semata wayang mereka. Mata gadis itu terlihat bahagia menyaksikan kemesraan kedua orang tuanya. Kalau diijinkan, semoga kelak ia bisa mendapat pasangan hidup seperti papanya. Sayang keluarga dan tidak pernah berbuat aneh di luar sana. perlahan langkah jenjang gadis itu melangkah menuju dapur. Dimana seorang asisten rumah tangga sudah menunggu.

***

Happy reading

Maaf untuk typo

27721

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top