34 🌵 Freedom
بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy reading --
🥢👣
KEMERDEKAAN, sebuah kata yang tersebut kala suatu negara telah terbebas dari sebuah penjajahan. Bebas untuk menentukan kemana pemimpin akan membawa negaranya, ikut berkompetensi menuju era persaingan bebas atau masih berkutat untuk membenahi diri.
Namun lain halnya bagi seorang Andi, kemerdekaan adalah terbebasnya dia dari siksaan istri yang tersebut dan terbalut dengan begitu indah bernama 'ngidam'. Pagi ini Aya merasakan kontraksi di perutnya semakin sering. Semakin sering dan semakin pendek jaraknya.
"Mas ini sepertinya anakmu sudah nggak kerasan lagi di rahimku."
"Kita ke rumah sakit sekarang." Andi tidak bisa menundanya lagi. Meski jarak dari rumah mereka dan rumah sakit tidak terlalu jauh namun tetap saja mereka harus segera bersiap.
Sejak kemarin ibu Aya telah datang ke Jogja bersama suaminya, Adhi Prasojo dengan kata lain kedua orang tua Aya juga telah bersiap menyambut kelahiran cucunya. Setelah Aya siap juga kedua orang tuanya, Andi segera mengemudikan mobil menuju ke rumah sakit. Tak lupa meminta Mbok Sum untuk menjaga Ayya yang masih tertidur karena dia memilih tidak masuk sekolah karena ingin menunggu adiknya yang mau lahir.
"Mas agak cepet, ini sudah sakit banget." Teriak Aya yang sudah tidak lagi bisa menahan rasa sakitnya.
"Iya, ini sudah sampai." Andi menghentikan mobil di drop off way dan menurunkan Aya segera.
Tidak menunggu lama, sebagai istri dokter yang juga bekerja di rumah sakit yang sama Aya langsung masuk ke VK, mengingat Andi telah mendaftarkan istrinya sejak 2 hari yang lalu. Ternyata liburan terakhir mereka di Magelang tempo hari sebelum Aya melahirkan benar-benar memberikan pengaruh positif untuk psikis calon ibu yang akan melahirkan ini. Meskipun mereka telah memiliki Ayya namun ini adalah kali pertama keduanya terlihat tegang karena menunggu proses persalinan.
Tidak tanggung-tanggung. Andi berada di tempat, mendampingi Aya saat istrinya berjuang mempertaruhkan nyawa untuk kehidupan juniornya. Ah rasanya seluruh urat saraf bercampur menjadi satu. Andi pernah mengerjakan operasi yang sangat rumit dan dia berhasil menanganinya, namun dia tidak merasa setegang ini.
Kali ini, Andi tidak sedang bertugas dengan pakaian dinasnya. Tidak juga memegang scalpel, spuid atau surgical blade. Dia hanya berdiri di samping istrinya. Tapi rasanya kali ini, seperti 100 kali ujian koas di stase bedah untuk pertama kalinya.
Jika seperti ini akhirnya mungkin Andi akan berpikir dua, atau tiga kali untuk membuatnya kembali. Ah tidak, itu tidak mungkin. Dirinya telah menahan sekian tahun hanya untuk bisa bersama Aya lalu setelah mereka bersama dia akan menyia-nyiakan istrinya dengan tidak memberinya hak? Andi tidak yakin kalau istri tercintanya akan setuju dengan itu.
Yang ada justru nanti Aya yang semakin tersiksa dan Andi semakin yakin mungkin dua bulan lagi Aya sudah lupa bagaimana bisa melalui hari ini dengan begitu beratnya.
Andi bukanlah satu-satunya suami yang pernah berada di tempat yang sama. Namun melihat Aya yang mulai berpeluh kemudian meringis untuk menahan sakit, benar dia baru menyadari betapa besar pengorbanan seorang ibu untuk anak-anaknya.
"Tarik nafas, Sayang." Hingga pembukaan lengkap dan saatnya telah tiba, dokter segera meminta Aya untuk mengejan.
Pertarungan seorang ibu, diantara hidup dan mati. Terkumpulnya 1000 rasa sakit menjadi satu. Andi memang seorang dokter, tapi dia tidak bisa menyembuhkan. Sama seperti sekarang, Andi memang yang memberikan sumbangsih tapi pada akhirnya Aya yang harus bertaruh jiwa, raga dan nyawa.
Tak terasa jika air mata Andi menetes di saat yang sama dimana istrinya juga memperjuangkan buah hati mereka. Kilatan-kilatan memori kebersamaan mereka kembali menyapa, senyum Aya, perhatiannya hingga manjanya yang membuat Andi tidak bisa berkutik lagi. Hidup sebuah pilihan bukan? Dan Aya memilih untuk menjadi belahan jiwanya. Semakin lama tetesan air mata itu semakin deras bukan karena cakaran kuku-kuku Aya di lengannya namun lebih karena ketulusan istrinya untuk bisa menghadirkan kado terindah dari Allah untuk mereka didik di jalanNya.
Sampai pada akhirnya suara tangisan itu terdengar di telinga Andi sebagai pertanda bahwa kehidupan baru telah hadir untuk mewarnai keluarga kecil mereka. Andi jr. telah lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Anak pertama laki-laki, rasanya setiap ayah akan setuju jika kelak ketika putra mereka besar bisa menjadi wakilnya dan menjaga ibu serta saudara-saudara perempuannya.
Mafazza Zeyhan Alfarizzy, seorang pemimpin kesuksesan dari keluarga Alfarizzy.
"Sepertinya papamu ingin kamu bisa setampan pangeran Fazza nak, sampai memberimu nama sepertinya." Aya yang sudah dipindahkan di ruang perawatan bisa dengan leluasa juga memandang Fazza yang juga sudah dibersihkan dan diadzani oleh Andi.
Andi tergelak mendengar penuturan istrinya. Sedari awal dokter kandungan mengatakan bahwa janin di kandungan Aya berjenis kelamin laki-laki, sejak saat itu pula Andi seringkali mencari nama yang terbaik untuk putra hingga melihat suatu portal berita yang mengabarkan tentang Pangeran Fazza dengan hobinya yang menyayangi binatang dan anak-anak.
"Iya dong, kebanggaan papa ini tentunya." Andi mencium pipi putranya yang ada di pelukan Aya.
"Ih, Papa. Pipinya adek belum buat buat hidung papa yang besar itu. Cium mama dulu saja baru ciumin aku." Kali ini adalah suara Aya yang menirukan gaya bicara anak kecil saat Fazza kecil menggeliat menerima ciuman dari Andi, papanya.
"Kalau cemburu bilang saja, mana ada cemburu sama anaknya sendiri." Andi kemudian mencium kedua pipi Aya secara bergantian. Ada bahagia tak kasat mata yang terangkum dalam senyum keduanya.
Andi menatap Aya dengan lembut dengan senyum yang selalu menghias bibirnya. Mengusap kepalanya sesaat lalu berkata. "Terima kasih istriku, terima kasih telah berjuang untuk kami. Jika aku tidak bersamamu tadi mungkin aku tidak akan pernah bisa merasakan bagaimana pengorbanan seorang ibu untuk kehidupan putra-putrinya."
"Mas, Allah memang telah menyiapkan kamu untuk aku begitu juga sebaliknya. Jika pada akhirnya aku yang berjuang karena ulah mas Andi setiap malam ya itu memang kodratku sebagai seorang wanita." Aya merona meski dia yang berbicara. Mengingat bagaimana perlakuan mereka hampir di setiap malam yang panjang dan hanya Andi yang bisa membuatnya terlupa untuk menginjak bumi hingga Fazza hadir diantara mereka.
"Ya ulahku, tapi kamu juga menikmatinya kan?" Belum sampai Aya menjawab suara ribut dan pintu terbuka jelas menandakan bahwa itu adalah keluarga besar Andi juga Ayya dan kedua orang tua Aya.
"Papa mana adikku?" bibir Ayya sudah maju beberapa centi. Mengetahui jika dia ditinggal ketika orang tuanya berangkat ke rumah sakit.
Andi yang tanggap segera mengambil alih Fazza dari dekapan Aya. "Nih adiknya ganteng." Menunjukkan Fazza yang masih terbungkus oleh selimut kepada Ayya. "Mirip papa kan?"
"Kok adiknya kecil banget. Sini mbak Ayya pengen gendong juga."
"Oke, mbak Ayya duduk adiknya dipangku saja." Semua melarang Andi namun sepertinya bapak 2 anak itu tidak ingin putrinya merasa cemburu karena merasa perhatian orang tuanya berkurang setelah ada adik kecil bersamanya.
Ayya menurut, dia duduk dan Andi meletakkan Fazza di pangkuannya meski dengan penjagaan yang super ketat dan tangan Andi tidak terlepas untuk memegang Fazza. "Sudah ya, sebentar saja. Nanti adiknya kalau sudah besar bisa diajak main seperti mas Kevka dan mas Reyzan"
"Yeayy, berarti mbak Ayya tetap jadi princess ya Pa?" princess tapi tomboy karena sedari kecil diasuh oleh seorang papa dan teman bermainnya kedua kakak yang dikenalnya sebagai sepupu sekaligus saudara sesusuannya.
Andi tersenyum kemudian mengusap kepala putrinya setelah menyerahkan Fazza ke pelukan para eyang yang menyambut kehadirannya ke dunia.
"Mbak Ayya, sini duduk dekat Mama." Aya memanggil putrinya untuk mendekat. Meski sedikit ragu akhirnya Ayya berdiri setelah Andi memberikan persetujuannya. "Dipanggil kakak saja ya?" tanya Aya kemudian Ayya menganggukkan kepalanya.
"Kakak senang punya adik?" Ayya mengangguk tapi dengan menunduk. Entahlah apa yang membuat si princess tiba-tiba murung. Padahal dari kemarin selalu menanyakan kapan adik akan keluar, kapan adiknya bisa digendong, kapan adiknya bisa diajak bermain. Namun kini setelah Fazza hadir sang kakak justru datang dengan muka tertekuk. "Maafin mama ya Kak, tadi pagi nggak sempat bangunin kakak, karena mama harus segera ke rumah sakit untuk melahirkan adik Fazza. Lagian kasian kakak nanti di rumah sakit kalau papa menemani mama operasi."
Mendengar kata operasi membuat Ayya menatap wajah mamanya dengan raut cemas. "Mama dioperasi sama papa?" Tidak mungkin Aya menjelaskan kepada putrinya bagaimana proses persalinan berlangsung sehingga kata operasi diucapkan karena Ayya sudah sangat familiar dengan istilah itu. Nyatanya dia langsung konfirmasi kepada Papanya.
Andi mengangguk, operasi berarti memang Ayya tidak boleh berada di rumah sakit karena papanya sedang bekerja. Itu yang diketahui oleh gadis kecil itu.
"Mana yang sakit Ma, biar kakak sembuhin." Ayya berkata dengan polosnya.
"Sini dekat mama dan peluk mama nanti sakitnya pasti segera sembuh." Aya tahu jika putri mereka sedang cemburu maka dia meminta suaminya untuk membiarkan sejenak euforia para kakek dan nenek untuk bersama cucu yang baru saja launching.
Ayya kemudian memeluk mamanya dan mengatakan bahwa dia sangat mencintai istri dari papanya itu. "Kakak sayang mama, mama jangan sakit ya. Habis ini kita pulang ke rumah. Kakak akan bantuin mama jagain adik di rumah."
Rasanya lebih dari apapun mendengar ungkapan cinta dari orang yang kita sayangi itu seperti mendapatkan jackpot milyaran dollar. Dan terakhir setelah Ayya tidak lagi memasang wajah kusutnya semua keluarga jadi lebih senang menggoda Andi.
"Gimana Ndi, masih sanggup menjadi Kamen Black Rider sesion dua?" pertanyaan Agus Wondo sontak membuat orang yang berada di ruangan itu tertawa bersama. Semua tahu bagaimana ulah Aya membuat Andi tidak berkutik dengan permintaan konyolnya, kecuali permintaan Aya di sebuah resort di Borobudur yang pastinya akan membuat Andi semakin malu jika keluarganya mengetahuinya. Jadi meski tanpa kesepakatan mereka berdua juga tidak ingin menceritakan privasi itu kepada orang lain.
"Bukan Kamen Rider, Yah. Next time mungkin akan jadi Tinky Winky atau jadi Spiderman."
"Kamu ini ya, ibu tidak pernah mengajarkan mengerjai suami ketika sedang hamil seperti itu." Kata ibu Aya yang menatap tidak percaya dengan apa yang diminta putrinya kepada menantu. "Bagaimana mas Andi bisa menyembunyikan muka saat harus mengenakan kostum itu karena malu?"
"Mas Andi nggak perlu menyembunyikan muka Bu, kan dia pake helmnya Ksatria Baja Hitam. Jadi bisa melihat orang tapi orang lain tidak bisa melihatnya." Aya masih saja mencari alibi untuk membenarkan tindakannya.
"Andi ikhlas kok Bu. Mengenakan pakaian itu tidak seberapa berat, malunya hanya sedikit, justru jadi terkenal karena fotonya nampang bersliweran di media sosial. Semua itu tidak berat dibandingkan dengan perjuangan Aya menghadirkan Fazza ke dunia." Andi kemudian mengusap kepala istrinya dan mencium sekilas keningnya dengan lembut.
"Jadi__?" tanya Narni memberikan clue.
"Cukup dua saja ya Sayang, sudah komplit prince dan princess." Kata Andi meminta persetujuan istrinya.
Kali ini Aya tidak sependapat. Kepalanya menggeleng dan bibirnya berkata tidak. "Sepertinya akan lebih menyenangkan bisa melihat mas Andi menjadi Darth Vader dan Stroomtrooper. Kemarin sudah foto bareng kan dengan dr. Amour jadi boleh pinjam pakaiannya."
"Kalau nggak ngidam mana mungkin aku ngelakuinnya." Protes Andi segera.
"Makanya," sambut Aya dengan cepat.
"Maksudnya?" Andi tidak mengerti ini dirinya yang salah mengartikan atau bagaimana. Biasanya wanita yang baru saja melahirkan itu akan berkata enggan untuk hamil lagi karena sakitnya melahirkan masih terasa. Namun sepertinya istrinya ini menantangnya kembali untuk membuatnya hamil segera.
Dan perdebatan absurd yang sepertinya tidak terkoneksi dengan baik itu terus berlanjut dan harus berakhir setelah dilerai dengan suara Agus Wondo yang memutuskan bahwa dia siap menerima berapa pun cucu yang akan diberikan oleh putra putrinya.
"Kalian mau nambah cucu buat Ayah juga boleh berapa pun, termasuk Dewinta." Kali ini suami Dewinta langsung bereaksi ketika melihat senyum yang terlihat menakutkan baginya.
"Kita cukup dua Yah, laki-laki dan perempuan sama saja. Tidak sanggup kalau harus menjadi Darth Vader ataupun Stroomtrooper guna memenuhi permintaan Winta kala ngidam. Revan bukan Andi yang bisa seperti itu."
Tawa riuh mengiring ucapan suami Dewinta. Ternyata nyali dari menantu Agus Wondo ini tidak sebesar putranya. Ah mungkin saja jika direncanakan seperti ini Andi juga akan menolak. Tapi sepertinya cerita tentang perjuangan seorang papa menjadi Ksatria Baja Hitam patut untuk dijadikan cerita wajib menjelang tidur untuk si putra yang kini sedang terlelap di boxnya setelah mendapat piala bergilir digendong dan diciumi keluarga besarnya.
🥢👣
-- to be continued --
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
Mohon cek typo yaaaaa
Blitar, 01 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top