32 🌵 Menantu Kesayangan
بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy reading --
🥢👣
KADANG kesabaran suami itu teruji dengan dua hal, pertama layaknya Umar bin Khathab, seorang khalifah yang terkenal karena ketegasan dan kesangarannya bahkan sampai-sampai syaiton saja takut dan bersembunyi ketika Umar sedang berjalan. Namun lelaki ini adalah dambaan setiap istri karena tidak pernah marah kepada istrinya dan selalu berkata lembut kepadanya. Ya, seorang suami teruji karena selalu sabar menghadapi istrinya yang merasa selalu benar. Dan ujian yang kedua adalah ujian untuk selalu bersyukur apapun keadaan istrinya.
Otomatis teringat sebuah lagu yang pernah ngetop pada zamannya. Kucinta kamu adanya, biar gendut tidak masalah. Jangan dengarkan mereka yang tidak suka, anggap biasa saja. Namun yang namanya wanita dimanapun pasti tidak pernah suka jika dikatakan gendut oleh orang lain. Mereka selalu memiliki rencana untuk diet namun rencana itu sepertinya hanya sebatas wacana cause the diet will starts tomorrow.
Tidak peduli apa pun pekerjaannya, akan banyak ditemui hal ini dalam masyarakat dewasa ini.
"Lama tidak ke sini, kelihatan gemukan ya." Suara Narni ketika menyambut menantunya. Fakta yang begitu menyakitkan bukan untuk seorang Bhatari Ratimaya?
"Sudah mulai beraktivitas Bu, wajarlah. Aya juga harus banyak menyesuaikan. Makanya hari ini kita mau nginep di sini. Lagian nggak ah Bu, Aya masih langsing kok masih tetap cantik seperti dulu." Jawab Andi ketika istrinya hanya diam tidak menyambut kata sambutan dari mertuanya.
"Ah iya, yang penting sehat. Kamu juga, perhatiin istri jangan banyak kerja diluar rumah terus."
"Iya Bu, Andi sudah banyak lepas jabatan kok. Demi bisa lama bersama Aya di rumah."
"Lagian ya jabatan kok ditumpuk sih Ndi, kapan main-main sama Aya kalau sampai rumah sudah capek duluan." Narni masih saja menceramahi putranya.
"Ibu, Andi harus kerja dulu karena masih harus jaga poli."
"Tuh baru saja diomongin ini sudah sibuk lagi. Istrimu saja loh bisa libur."
"Mana ada hari libur kontinyu untuk tenaga medis seperti kami Bu? Dari dulu juga sudah begitu." Andi memutar bola matanya. Mendapati Narni mengoceh pagi-pagi itu sudah seperti tersengat lebah yang membuat kulit menjadi melepuh.
"Tukeran jadwal ya sama temennya kan bisa. Kalian ini harus sering sama-sama. Udah tahu nunggu ketemunya lama, udah gitu harus LDM hampir setahun, giliran sudah bersama masih saja sering ditinggal. Kasihan mantu Ibu." Nah kan, kalau sudah begini Andi semakin merasa bersalah kepada Aya.
"Sudah ah Bu, Andi harus pergi. Nanti cepat kembali kok setelah poli. Tidak ada operasi besar hari ini. Semoga saja tidak ada cito mendadak." Andi ingin sekali berlalu dan cobaan pagi ini segera berakhir.
"Ya sudah berangkat sana hati-hati. Gimana mau jadi adiknya Aya kalau kamunya sibuk terus." Ah mengapa ibunya pagi-pagi sudah membuat heart attack untuknya. Jangan sampai beliau menderita BPD alias marah-marah tanpa sebab yang sering disebut sebagai borderline personality disorder.
Aya menjadi terhibur melihat pertengkaran kecil antara ibu dan anak itu. Rasanya melihat Andi bisa takluk dihadapan orang yang melahirkannya itu seperti mendapatkan kepuasan sendiri.
"Ibu masak apa?" Aya yang kini sudah berdua bersama Narni segera bergegas menuju ke dapur. Acara ayahnya besok pasti akan membuat ibu mertuanya repot hari ini untuk menyiapkan makan dan tempat dengan baik.
"Itu ada sego abang lombok ijo, pagi ini Ibu pikir Andi akan sarapan di rumah."
"Wah, beneran Bu. Dari kemarin Aya pengen makan sego abang lombok ijo belum keturutan karena mas Andi pulangnya malam terus. Tadi pagi cuma minum susu saja Bu, katanya ada acara tumpengan di rumah sakit pagi ini. Makanya nggak mau makan di rumah. Siang juga nanti sudah balik jadi nggak bawa bekal. Merdeka deh pagi ini Aya nggak buatin sarapan. Makanya ingin makan masakan Ibu, eh taunya pas ada sego abang lombok ijo."
"Yo wes, sarapan disik mengko njur diteruske jagongane." -- ya sudah sarapan dulu nanti diteruskan ngobrolnya --
Aya membuka tudung saji, matanya tertuju pada nasi merah yang tersebut sebagai sego abang dan juga kawan-kawannya sebagai lauk dan terlebih adalah sambel ijo yang bikin bibir jadi hohah.
"Anakmu mau wes sarapan po durung?" -- anakmu tadi sudah sarapan? --
"Sampun, wit enjing sampun ribut wae kaleh papane nyuwun sego kucing." -- sudah, dari tadi pagi sudah merengek ke papanya minta nasi kucing --
Narni kemudian melihat kepada Aya, menantunya ini katanya ingin sarapan tapi mengapa tidak segera duduk kemudian mengambil nasi dan segera makan?
"Ngopo to Ya?"
"Walah, Bu. Kok Aya mendadak pingin kipo anget ya. Mungkin enak kalau dimakan sebelum makan besar." Aya kemudian menutup tudung saji makanan kemudian melangkahkan kaki segera berlalu.
"Kipo?"
"Injih Bu, itu yang di Mondorakan Kotagede kan banyak toko jajanan yang jual." Aya menjawab dengan semangat.
"Ayo budal Ibu ikut, Ibu juga pengen jalan-jalan."
"Tapi Aya males nyetir sendiri, Bu."
"Yowes ngejak Saptono wae." Sejenak Narni melihat beberapa perubahan dari sikap menantunya tapi kemudian dia menghempaskan lagi. Tidak ingin berharap terlalu banyak yang nanti akan menyakiti hati mantu kesayangannya ini.
Deretan toko penjual oleh-oleh khas jogja di daerah Mondorakan memang ramai berjejer. Jika di KS Tubun Jogja semua toko menyajikan bakpia patok sebagai jajanan khasnya. Nah di Mondorakan Kotagede ini ada jajanan yang disebut sebagai kipo. Jajanan yang terbuat dari tepung beras ketan ini diberi pewarna alami hijau dari daun pandan dan memiliki isian gula jawa yang dicampur parutan kelapa. Yang unik selanjutnya adalah kipo dimasak dengan cara tradisional, dengan wajan dari tanah liat, lalu di panaskan menggunakan arang. Rasanya membuat melting di lidah.
Narni melihat Aya mencoba kipo karena tidak sabar untuk mencicip rasanya. Lalu membungkusnya beberapa dan membawanya pulang. Tidak biasanya Narni melihat menantunya ini menyukai makanan yang terasa manis menggigit seperti ini. Meskipun tidak semanis geplak, namun bagi Aya yang memiliki lidah bukan asli Jogja pasti setuju dengan pendapat Narni bahwa kipo pun sangat manis menggigit.
Rasa penasaran itu berlanjut ketika sampai rumah. Aya yang tadinya bersemangat untuk menikmati kipo seakan lenyap sudah saat matanya menemukan kembali sego abangnya.
Dan ketika sedang menikmati sarapan itu, tiba-tiba saja perutnya bergolak. Sepertinya terjadi sesuatu di perut sehingga membuatnya mual dan ingin memuntahkan semua yang telah di makannya.
"Kamu kenapa Ya?"
"Aduh nggak tahu Bu, tadi pagi nggak masalah kok. Sebentar ya Bu, Aya ke kamar dulu mendadak pusing."
"Apa perlu Ibu teleponkan Andi? Atau jangan-jangan kamu masuk angin." Aya tidak menghiraukan Narni. Dia melangkah menuju ke kamar yang dulu ditempati Andi. Mengapa tiba-tiba perutnya mendadak dangdut seperti ini dan pusing di kepala yang tiba-tiba menyerang.
Narni yang mencemaskan keadaan Aya segera menghubungi putranya. Mungkin Andi bisa meresepkan obat sementara untuk meredakan nyeri kepada dan rasa mualnya.
"Ya Bu, Andi masih di poli ini. Ada apa?"
"Istrimu." Suara panik Narni membuat Andi menjadi serius mendengarkan apa yang terjadi pada istrinya.
"Aya kenapa Bu?" perasaan Andi semakin tidak enak.
"Tadi ingin kipo di Kotagede, Ibu anterin ke sana. Makan sedikit di sana terus sampai rumah nggak mau lagi pengen makan sego abang lombok ijo yang Ibu buat__"
"Ah iya, dari kemarin-kemarin Aya memang pengen makanan itu. Cuma Andi pulang malem terus Bu, nggak bisa antar. Aya maunya makan di tempat nggak mau delivery."
"Nah itu, giliran sudah makan itu tiba-tiba muntah terus pusing Ndi. Ibu takut Aya keracunan makanan atau bagaimana. Kamu nggak bisa pulang?"
Andi menghela nafasnya perlahan. Tidak mungkin meninggalkan jam dinasnya karena tidak ada dokter pengganti yang satu spesialis dengannya. Namun dalam ingatannya, Aya memang baik-baik saja ketika tadi pagi Andi mengantarkan ke rumah ibunya. "Bu, yang sudah makan masakan Ibu siapa saja? Mereka mengalami gejala seperti Aya atau tidak?"
"Ya semua sudah sarapan, bahkan mbak Dewinta membawa pulang untuk diberikan kepada masmu. Nanti dia juga balik ke sini lagi." Jawab Narni masih dalam mode on cemas.
"Ya sudah kalau begitu coba Andi hubungi mbak Winta dulu siapa tahu tidak, Ayah pusing atau tidak? Atau jangan-jangan kiponya Bu?"
"Ibu juga makan kipo, mbok Sum, mbak Retno juga makan dan nggak ada yang pusing. Jangan menakut-nakuti ibumu."
"Ya sudah Andi tutup dulu, telepon mbak Winta terus telepon Ibu lagi, jangan jauh-jauh dari HPnya."
"Yowes, Ibu ngowel iki." -- ya sudah, Ibu deg-degan ini --
Andi segera menghubungi kakaknya dan memastikan semua aman-aman saja. Dan seperti yang Dewinta katakan mereka baik-baik saja tidak ada yang perlu di risaukan.
"Kamu yakin baik-baik saja dari rumah?"
"Iya Mbak, tadi aku tinggal juga masih baik di rumah Ibu. Tapi sedari beberapa hari terakhir ini emang uring-uringan deh sampe kudu ngelus dada saben hari."
"Perempuan ya gitu, kamu kudu sabar. Apalagi kalau nanti hamil pasti laki-laki jadi serba salah. Dan kamu, mau nggak mau ya harus mau. Wong kamu yang bikin dan ngukir, ya kamu kudu sabar ngadepin." Celoteh Dewinta cukup membuat Andi seketika menyapukan pandangan ke kalender duduk yang ada di mejanya.
Hamil__?
Andi segera menutup telepon kakaknya sebelum dia juga sama seperti ibunya yang memberikan nasihat panjang kali lebar. Kemudian menekan nomor milik Aya dan menanyakan kapan istrinya memperoleh periode bulanan.
"Mas aku masih pusing."
"Ok, setelah ini aku pulang. Kamu istirahat saja." Menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Kali ini Andi tidak ingin lama berbasa-basi dengan pasiennya. Cukup dengan SOP pelayanan dan jika tidak ada keluhan yang berlebih maka Andi tidak banyak bercanda dengan pasiennya. Pikirannya masih terfokus kepada Aya.
Ah jangan lupa untuk membawakannya beberapa merk alat test kehamilan. Rasanya juga sudah lama dia tidak puasa, setiap kali ingin Aya bisa memberikannya padahal biasanya paling lama 3,5 minggu dia harus berpuasa seminggu. Ini sepertinya sudah sejak mereka pindah dan istrinya belum memperoleh periodenya. Jangan-jangan perubahan sikap Aya yang baru disadarinya pagi tadi adalah pertanda bahwa istrinya itu kini sedang berbadan dua.
Andi tiba di rumah dua jam setelah terakhir kalinya menelpon Narni dan dengan segera melangkah menuju ke kamarnya setelah mencuci tangan dan kaki di kamar mandi. Istrinya sedang meringkuk, suhu badan yang sekilas dirasakan Andi dengan menempelkan telapak tangannya di kening tidak ada masalah. Masih di batas normal.
"Masih pusing?" pertanyaan pertama yang keluar saat mata Aya terbuka karena merasakan sentuhan tangan suaminya.
"Sudah mendingan. Ini jam berapa kok Mas Andi sudah pulang?"
"Memang kan hanya di poli saja hari ini. Tadi Ibu telepon kalau kamu muntah-muntah terus pusing. Ibu khawatir kalau kamu keracunan makan masakannya. Padahal yang lain nggak. Makanya tadi aku telepon dan bertanya kapan terakhir dapat tamu bulanan?"
Aya mengerjapkan mata, mengingat sesuatu kemudian membuka kalender yang ada di dalam gawainya. Ah dia masih belum bisa mengingat dengan baik. Tapi seingatnya pada waktu itu ketika pindah ke Jogja dua bulan yang lalu masih mendapat periode dan setelahnya belum sama sekali.
"Pas kita pindahan itu hari terakhir aku dapat Mas." Andi mengingat-ingat kemudian menghitung mundur dan muncullah bayangan dalam benaknya berapa lama Aya tidak memperoleh fase itu.
Membantu Aya duduk dan menyerahkan kantong kresek yang berisi beberapa testpack kepada Aya.
"Coba kamu test dulu. Tadi mbak Winta nggak sengaja sempat nyinggung kalau perempuan itu memang banyak maunya apalagi pas hamil. Karena aku merasa kamu banyak berubah akhir-akhir ini dan peristiwa tadi pagi yang bikin ibu panik, tidak ada salahnya kita mencoba."
"Mas, tapi ini bukan pipis pas bangun tidur."
"Kalau kamu beneran hamil tetap muncul dua garis, Sayang. Apalagi kalau dihitung ini sudah minggu ke-9. Mengapa kamu nggak seperhatian ini dengan periodemu?"
"Aku pikir karena perubahan hormon karena aku harus adaptasi dengan tempat yang baru. Dulu juga pernah seperti ini sebelum menikah."
"Takutnya kalau kita pas lagi ngelakuin itu dan tidak tahu kalau kamu hamil trimester pertama. Lalu aku mainnya sedikit kasar kan kasihan dia yang ada di dalam." Andi kemudian mencium Aya dan membimbingnya menuju ke kamar mandi.
"Mau dibantu apa sendiri?"
"Iya kali Mas, mau pipis dibantu." Andi tersenyum was-was penuh harap dan menunggu di depan kamar mandi. Baru juga tiga puluh detik berlalu dia sudah berteriak. "Sayang, sudah belum?"
"Ih, Mas Andi ini dokter bukan sih? Belum selesai ini." Aya masih juga membersihkan sisanya dan baru akan mencelupkan lima merk testpack yang diberikan Andi kepadanya.
Pintu kamar mandi terbuka dan Andi terlihat mengangkat kedua alisnya.
"Belum, tunggu sebentar lagi alatnya masih berproses."
Helaan nafas kasar terasa jelas ketika Aya mencoba untuk berlalu dan memilih merebah di tempat tidur kembali.
"Kok sepertinya kamu tidak antusias seperti itu. Tidak seneng kalau hamil?" tanya Andi yang melihat istrinya seolah cuek untuk melihat hasil dari alat tes kehamilan yang dia bawakan.
"Ah nggak juga." Jawab Aya masih juga cuek namun akhirnya dia tidak bisa menahan untuk tersenyum dan mencium suaminya. Ah, bagaimana mungkin dia tidak bahagia ketika dua garis merah itu langsung terlihat saat semua alat itu tercelup di air seni miliknya.
Andi yang kaget melihat Aya yang tiba-tiba menghujaninya dengan ciuman hanya bisa memeluk supaya istri cantiknya itu tidak terjatuh saat dia hilang keseimbangan.
"Syukraan, telah berhasil menghamiliku." Kata Aya dengan mata berbinar. Lalu mengambil telapak tangan Andi dan mengusapkan ke perutnya yang rata. "Selamat papa, selamat bergabung di komunitas bapak-bapak yang nggak bisa berkelit untuk memenuhi keinginan istrinya yang sedang hamil."
Andi tersenyum, tertawa lirih bahkan dia sempat menitikkan air mata karena terharu. Hampir satu tahun mereka menikah dan hari ini Allah benar-benar memberikan anugerahnya, mengabulkan doa yang dipanjatkan bersama Aya di kota suci dulu.
"Ibu___, Andi akan menjadi papa." Narni terkejut mendengar teriakan putranya yang baru saja keluar kamar. Bukankah selama ini dia sudah menjadi papa untuk Abinayya cucunya, lalu?
"Aya hamil dan Andi akan menjadi papa."
Rasanya syukuran yang diadakan besok bukan hanya rasa syukur atas kesehatan mereka namun juga karena hadirnya calon penerus keluarga mereka yang kini masih berkembang di rahim menantu kesayangan keluarga Agus Wondo.
🥢👣
-- to be continued --
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
Mohon cek typo yaaaaa
Blitar, 26 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top