30 🌵 Keputusan Besar

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy reading --

🥢👣

Pada akhirnya pilihan untuk bisa membahagiakan keluarga adalah hal yang paling utama atas kehidupan seseorang. Sebesar apa pun rencana saat semua kembali kepada cerita cinta yang terukir manis dan keluarga yang menjadi tujuan akhir dalam frasa tertinggi dalam adegan percintaan yang dilabuhkan.

Sehebat apa pun pertengkaran jika sudah dikembalikan kepada keluarga akan memberikan dampak yang luar biasa. Terlebih pada tumbuh kembang anak.

Siapa yang tidak bahagia bisa melihat orang tuanya selalu ada setiap hari di sampingnya?

Aya baru saja menyelesaikan segala administrasi pengajuan mutasinya meski banyak yang menyayangkan keputusannya. Tapi kembali kala mengingat bagaimana rasanya memendam segala rasa yang bergemuruh di dalam hati dan dadanya. Ah mengingat bagaimana famous dan berperannya suami di Jogja, ditambah pula sebagai dosen yang akan dikelilingi banyak mahasiswi cantik. Ah Aya tidak ingin mati karena rasa cemburu.

Gelar kehormatan pasti akan bisa diraihnya meski mungkin akan sedikit molor dari waktu yang diimpikannya, tapi Allah menggantinya dengan seorang suami yang begitu dia harapkan sepanjang hidupnya dan juga anak yang begitu mencintai dan menerimanya sebagai seorang ibu baru yang belum mengerti apa-apa dalam mengasuh anak.

"Jadi, pak dokter itu sebenarnya duda atau bagaimana ya Bu Aya? Kok tahu-tahu di pelaminan sudah ada princess kecil diantara dua mempelai." Sebenarnya ini pertanyaan atau sekedar pernyataan melecehkan? Aya tidak pernah mengambil hati ucapan teman-temannya.

Sejak batalnya pernikahan dengan Andhika Pamungkas dan yang bersangkutan kini menjadi pesakitan ada saja gosip yang merebak dan semuanya tidak sama dengan kenyataan yang ada. Bisa panen pahala kalau Aya bisa bersabar dan menghadapinya dengan lapang dada. Andi sendiri juga telah mengetahuinya.

"Sudah bilang saja dulu aku duda, supaya nggak banyak pertanyaan."

"Tapi ya mereka itu suka nyinyir sudah seperti netizen yang maha benar saja, padahal ya dosen, berpendidikan, tapi mulutnya sudah seperti kang sayur yang biasa mangkal di ujung jalan sana itu." Aya memang tidak pernah menanggapi ulah teman-temannya. Namun melihat keadaannya sekarang Andi tahu bahwa istrinya sedang menahan segala macam hal yang menyesakkan di dalam dadanya.

"Sudah biarin saja, bikin tambah tua saja mikirin omongan mereka. Kita nikah sudah too old, jangan ditambahi beban yang seperti itu. Lagian kamu kan yang ngerasain sendiri aku masih segelan orisinil, biar saja dianggap duda. Duda rasa perjaka ya begini ini, mau mencoba ngerasain lagi?" Andi tertawa lebar melihat muka Aya yang tertekuk menggemaskan.

Cinta telah membawa senyum mereka kembali merekah sempurna, tersirami rinai hujan dan tidak kekurangan sinar matahari untuk berfotosintesis. Memasak segala sesuatunya untuk memperkuat ikatan cinta mereka.

Saling mengerti meskipun itu sangat sulit. Usia, yang pada akhirnya menjadi pilihan untuk mendewasakan diri membuat Andi lebih bijak dalam mengambil setiap keputusan. Tanpa Aya bekerja pun sesungguhnya dia sangat mampu memberikan nafkah kepada keluarganya, hidup sehat, penjaminan tempat tinggal yang memang telah dipersiapkan, jalan-jalan keliling dunia dan apapun yang diinginkan Aya masih bisa dipenuhinya.

Bagi Aya bekerja bukanlah sekedar mendapatkan gaji lalu bisa menyenangkan dirinya sendiri dengan membeli segala macam kebutuhan hidupnya sendiri. Bekerja adalah kepuasan batin yang sengaja dikerjakan karena memang tugasnya sebagai seorang pendidik. Keluarga? wanita itu bisa multi peran jadi jangan pernah membuat suatu pernyataan bahwa seorang wanita yang memilih untuk bekerja di luar rumah akan menelantarkan keluarganya.

Itu hanyalah asumsi pikiran hipokrit yang berusaha untuk membesarkan masalah yang seharusnya tidak perlu terlalu dibesar-besarkan. Bersyukur bisa dengan banyak jalan bukan selalu seorang istri harus berada di rumah dari pagi hingga malam bahkan sampai hari berganti dan masa berlalu.

"Urusanmu di Jogja sudah kelar, suratnya sudah sampai mana?" tanya Andi suatu ketika saat keduanya bisa berkumpul di akhir pekan yang sangat pendek.

"Tinggal tunggu formal acc dari kementrian saja, Mas. Ngomong-ngomong ini bisa cepat jangan-jangan Mas__"

"Kolusi?"

"Semua juga kaget, bisa secepat ini pengajuan mutasiku."

"Ada teman di dikti dan kementrian bukan berarti kolusi Sayang, relasi goal saja." Benar kan firasat Aya suaminya ini memang benar-benar all out untuk membantunya bisa pindah mendekatinya.

Andi telah menyiapkan rumah mewah bergaya mininalis di utara kota Jogja, simple alasannya, dekat dengan kampus tempat mereka mengajar, dekat dengan rumah sakit dan tentunya karena mungkin perumahan itu sangat nyaman sebagai hunian.

"Renovasi rumah sudah sampai mana ya mas?"

"Setelah ini kita lihat, nanti kamu bilang ke arsiteknya kurang sentuhan apa lagi." Aya mengerjapkan matanya. Mengapa suaminya ini berkata seolah begitu mudah tinggal tunjuk dan Andi akan mengabulkan permintaannya.

"Ini Hyarta kan Mas?"

"Lah iya kamu sudah melihatnya juga kan? Kenapa memangnya?"

"Seperti beli kacang goreng saja, kurang ambil lagi." Aya mencoba untuk mengibaratkan suaminya mengambil hunian mewah itu dengan kacang goreng yang biasa dia makan kala waktu senggang.

"Apa sih artinya uang jika bisa melihatmu tersenyum dan nyaman, hasil keringatku juga untuk kalian. Lalu salahnya dimana? Kamu dan anak-anak nantinya yang akan sering berada di dalam rumah. Itu sebabnya aku memberikan hak penuh kepadamu untuk menyentuh ornamen pelengkapnya." Benar kata Andi, Aya memang hanya ingin menjadi dosen tanpa jabatan yang membuatnya banyak memiliki waktu bersama keluarganya nanti.

"Jazakhalahu khair, Mas."

"Aamiin, wa jazakhillah ahsanal jaza."

Tujuh bulan dari pernikahan mereka, merasakan bagaimana tidak menyenangkannya menjalani long distance married dan menahan segala rindu yang harusnya bisa terobati setiap harinya. Aya akhirnya benar-benar harus berpisah dengan ayah dan ibunya. Mengikuti suami dan keluarga kecilnya, menetap di Yogyakarta.

"Ayah kami akan sering-sering ke Malang nanti."

"Doa Ayah dan ibu selalu untuk kalian, tidak perlu memaksakan kondisi jika tidak memungkinkan bisa dengan bertelepon sementara."

"Iya Yah."

"Yang rukun di sana. Kalau mau bertengkar diingat saja bagaimana rasanya kalian berpisah puluhan tahun." Adhi mencoba tertawa untuk mengurangi rasa sedih putrinya. Semua memang harus berjalan sebagaimana mestinya. Memiliki anak dewasa setiap orang tua pasti akan menyiapkan hati untuk berpisah dengan mereka. Meskipun itu sangat berat dan tidak mudah.

Kembali menjadi warga Jogja, jika dulu Aya hanya sebagai seorang mahasiswa yang menyelesaikan pendidikannya kali ini sebagai Ny. Andi Alfarizzy dia akan menetap dan berganti domisili. SUV hitam membawa mereka membelah jalanan dan mengantarkannya memasuki gerbang hunian yang telah satu bulan yang lalu rampung paripurna pengerjaannya. Perabotan sudah tersedia lengkap dan tinggal masuk lalu berbenah.

Menjadi asing di rumahnya sendiri, mungkin itu kali pertama yang dirasakan ketika seseorang memasuki rumah baru mereka.

"Sepi banget ya Mas?" tanya Aya.

"Ikut saja nanti beberapa kegiatan di RT hanya sekedar berkenalan dengan penghuni sebelah-sebelah." Andi memberikan solusi lalu mencium pucuk kepala Aya dan meninggalkannya di kamar. Namun tidak berapa lama kemudian Andi berbalik dan mengatakan sesuatu yang bisa membuat Aya tersenyum senang.

"Di sini sepertinya ada salah satu teman dokter, nanti kita berkunjung ke rumahnya. Kamu kenalan dengan istrinya saja, orangnya enak kok."

"Teman di rumah sakit Mas?"

"Praktek di rumah sakit milik papanya," jawab Andi.

Bibir Aya membulat tanda mengerti. Sebenarnya meski tidak satu rumah sakit pun Andi pasti akan mengenalnya karena dia yang mengetuai perkumpulan terhits mereka.

"Wah jadi tetangga akhirnya ya Dok."

"Istri juga baru bisa ikut pindah ke sini jadi sekalian saja, biar tidak merasa sendiri di Jogja." Aya tersenyum menanggapi ucapan suaminya. Menerima sambutan hangat dari keluarga rekan kerja suami.

Aya melihat putrinya tersenyum bahagia bersama teman barunya. Meski demikian tentu saja yang namanya anak-anak akan ada drama berebut mainan.

"Biarkan saja Mbak Aya, supaya Ayya bisa akrab dengan Kinnar. Biasanya mainnya dengan papa terus."

"Harap maklum Mbak, saudara sepupunya Ayya kan laki-laki semua jadi dia lebih sering bermain dengan mereka dan kedua kakaknya itu selalu mengalah." Kata Aya.

"Anak-anak biasa seperti itu, si kecil juga masih belum mengerti untuk di ajak bermain kakaknya. Jadi Kinnar pasti akan senang berteman dengan Ayya."

Pertemuan singkat namun sarat akan makna persahabatan. Mungkin Aya akan memilih bersahabat dengan Hafida sebagai tetangga nantinya.

"Dokter Amour ternyata masih sangat muda ya Mas."

"Seusia denganmu mungkin."

"Iya gitu, berarti mbak Hafida seusia denganku juga ya?" tanya Aya yang mulai kepo.

"Seusia denganku." Jawab Andi ringan.

"Hah__?" Aya tidak mengerti dengan pernyataan Andi tapi bukankah tidak sepantasnya mereka mengurusi urusan orang lain. Terlebih orang yang baru dikenalnya, akhirnya membuat Aya bungkam dan tidak ingin mengetahui lebih lanjut. "Sudah nggak perlu kaget begitu, bagi cinta itu adalah hal yang wajar. Dua puluh enam tahun saja dijalani kok untuk menunggu apalagi hanya selisih 5 sampai 7 tahun usia mereka. Nggak ada masalah yang berarti bukan?"

Aya mengangguk dan mengerti. Cukup diketahui tidak perlu dibesarkan atau dibahas lebih lanjut lagi.

Menjelang tidur, Andi menanyakan apa yang sekarang akan dikerjakan istrinya dalam waktu dekat.

"Aku hanya ingin mengajar saja Mas, tidak ingin memiliki jabatan ataupun pengurus atas suatu organisasi bentukan universitas. Biar Mas Andi saja yang banyak berada di luar, aku cukup bahagia diizinkan tetap bisa berdiri di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan anak-anak bangsa." Kata Aya.

"Kapan kamu mulai ke kampus?"

"Hari Kamis besok aku baru menemui rektor sesuai dengan percakapan lewat telepon kemarin. Masih ada 3 hari bebas dan aku mungkin akan ke rumah ibu jika Mas sedang ke rumah sakit atau mengajar." Jawab Aya.

"Baiklah, ibu pasti senang menantu tercantiknya datang."

"Ya iyalah menantu tercantik, secara anak laki-laki ayah kan hanya mas Andi saja."

"Dan lebih cantik lagi kalau__"

"Oaahmmm," Aya pura-pura menguap di depan Andi. "Sepertinya aku mulai mengantuk. Kita tidur saja dilanjutkan besok pagi."

"Mana ada cerita begitu, tidak!" Andi menolak dengan tegas. "Tidak ada kata tidur sebelum dia tidur juga."

Aya terkekeh saat Andi membawa tangannya untuk merasakan apa yang terjadi pada dirinya. Tugas menanti untuk membuat mata Andi terpejam sempurna setelahnya. Jangan harap dilepaskan jika sudah seperti ini, semua harus tuntas. Aya harus menyiapkan landasan dengan cepat karena pesawat harus mendarat darurat segera.

Seperti malam-malam sebelumnya, menikmati malam panjang berdua itu adalah satu kenyataan yang tentu saja membuat bahagia. Boleh dikata suatu kebutuhan yang memang harus diselesaikan bersama. Cerita panjang yang bisa membawa mereka meletakkan mimpi di awang-awang.

Kebersamaan mereka kini, mungkin sebagai awal yang indah dalam perjalanan hidup nantinya.

Andi terkapar setelahnya, dengkuran halus itu menandakan bahwa dia telah mengukir mimpi setelah gumulan dahsyat yang baru saja tercipta. Aya yang masih belum bisa memejamkan mata hanya bisa berdoa semoga apa yang mereka usahakan akan mengetuk hati Allah dengan menghadirkan adik untuk Ayya di rahim Aya secepatnya.

Masih terasa seperti mimpi, laki-laki yang dulu begitu diinginkan kini telah berada di sampingnya tanpa ada batas diantara mereka. Kapan pun dan dimana pun sah-sah saja untuk saling bersentuhan dan mengutarakan rasa sayangnya.

Allah yang selalu membawa kebaikan bagi setiap hambanya yang senantiasa bersyukur.

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 18 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top