26 🌵 Special Offer

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy fasting, happy reading --

semoga saya tidak salah tulis antara Aya dan Ayya 😂🙈

🥢👣

KADANG harus bertemu orang yang salah, sebelum akhirnya menemukan dia yang sepenuhnya menggenapkan. Hidup itu lucu, terkadang yang  dianggap baik justru bukan yang terbaik, dan yang dianggap tidak baik, pada akhirnya adalah rencana Allahlah yang terbaik.

Jatuh cinta memang fase yang paling indah, tapi bukan hal yang mudah. Butuh pengorbanan, butuh perjuangan dan butuh kesabaran.

Mencintai dan dicintai adalah dua hal yang akan dialami dalam kehidupan. Ada proses yang begitu menyenangkan sebelum akhirnya memutuskan untuk menjatuhkan hati kepada seseorang, jatuh cinta. Ada begitu banyak orang yang merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama, jatuh cinta pada teman lama, atau bahkan jatuh cinta pada orang yang belum sama sekali ditemuinya. Lalu Aya memilih masuk dalam kategori yang mana?

Cinta itu memang aneh, dia mampu membuat penghambanya tidak melihat kekurangan apapun atas seseorang yang dicintainya, dan cinta juga akan mampu menyembunyikan segala kelemahan atas diri penghambanya. Tidak lagi perlu ditanyakan, mengapa seseorang bisa begitu mudah mencintai meski belum bertemu sama sekali? cinta akan menjawab semuanya dengan bahasa hati yang dia miliki.

Dan tak perlu lagi bertanya, mengapa orang bisa jatuh cinta pada pandangan pertama? Seperti saat ini yang Aya rasakan jatuh cinta pada Andi dengan begitu mudah, namun dengan jalan yang tidak mudah. Harus terpisah sekian lama hingga pada akhirnya Allah mempertemukan di tempat terindahnya.

Ayya kembali menatap tante cantik yang baru dikenalnya dan kini sedang berlinangan air mata. Tangan mungilnya mengusap air mata yang kini membasahi kedua pipi Aya.

"Tante jangan nangis, adik nggak akan nakal kok." Kata Ayya yang membuat Aya semakin tak kuasa menahan haru di dadanya.

"Adik nggak nakal kok, tante menangis sebagai tanda bahagia." Jawab Aya lirih setelah air matanya terhenti sambil kembali mendekap Ayya. Narni yang mengetahui akan hal itu sengaja memang tidak ingin mengusik Aya mengingat mereka belum banyak bercerita lagi setelah perpisahan yang begitu lama. Mungkin Aya sedang memiliki masalah yang tidak ingin dibagi kepada siapa pun.

Merasakan memiliki seorang ibu, mungkin itu yang kini dirasakan oleh Ayya hingga dia menjadi sedikit manja. Hal yang tidak pernah dirasakannya, ada seorang wanita dewasa yang memperhatikan kebutuhannya selain uti dan budhenya.

Jatuh cintalah saat benar-benar siap untuk membuka hati, jatuh cintalah saat kamu memang sudah siap untuk membagi waktu dengan hal lain. Karena itu akan membuat hati menjadi tentram dan jiwa terisi multi vitaminnya dengan baik.

Gawai Aya kembali berdering, satu pesan masuk dari Intan yang menanyakan posisi dan tempat kosong di tempat Aya sekarang. Karena memang dia menyiapkan beberapa tempat untuk teman sekamarnya maka Aya langsung memberikan kabar kepada mereka agar menuju ke tempatnya duduk.

Tak lupa sebelum mereka datang, Aya melakukan wefie terlebih dulu bersama Ayya dan juga Narni.

"Budhe kita foto dulu ya, Aya ingin mengirimkannya kepada ayah dan ibu di rumah." Suara Aya menghentikan Narni yang kini sedang membaca mushaf di tangannya.

Dengan tersenyum memangku Ayya dan juga Narni yang tersenyum di sebelahnya, Aya menekan button camera dan tersimpanlah pose mereka bertiga di gawai miliknya.

Tidak menunggu lama Aya mengirimkan segera foto itu ke nomor ibunya dengan caption, 'Allahlah sebaik-baiknya pembuat rencana.'

Tak lama kemudian bukan lagi menjawab pesan namun gawai itu bergetar karena sebuah panggilan. Aya tidak ingin menerimanya dia langsung meminta budhe Narni untuk menerima dan mengatakan ibunya menelpon. "Budhe, ibu menelpon Aya. Budhe terima saja ya. Biar surprise, barusan tadi Aya kirim foto kita bertiga." Tentu saja Narni langsung mengiyakan. Sementara di waktu yang sama Intan, bu Narsih dan juga bu Nandar sampai di tempat mereka.

"Loh, ibu ini? Kamu ingat waktu kita selesai city tour di Madinah yang kita masuk melalui pintu 37 setelah dari Masjid Bilal?" tanya Intan setelah duduk di samping Aya dan mengingat sesuatu bahkan mengapa dia melupakan saat kemarin Ayya bersama anak kecil ini di Bukit Marwah ya, apa karena Ayya yang sedang menangis kala itu atau memang dia tidak begitu memperhatikannya. Namun setelah melihat Narni di samping Aya membuatnya mengingat peristiwa di Masjidil Nabawi beberapa minggu yang lalu.

Merasa ada yang serius disampaikan Aya menatap Intan dengan seksama. "Itu loh Aya, anak kecil yang kebelet pipis dengan papanya yang juga bernama Ayya." Aya tersenyum mendengarnya. "Ya ini anaknya, aku masih ingat benar. Hallo cantik, nama kamu Ayya kan?"

"Iya Tante, namaku Ayya dengan dobel Y." Jawabnya lucu.

"Nah kan benar apa kataku, jangan bilang kalian sudah kenal sebelum ini." Kata Intan yang kemudian diminta diam oleh Aya.

"Diam dan biarlah aku bercerita." Kata Aya yang membuat Intan terdiam dan memperhatikan cerita Aya. "Aku dan Ayya yang dobel Y ini belum pernah bertemu. Kami ya bertemu kemarin di Marwah, kamu juga tahu kan anak ini menangis mencari papanya. Dan ternyata keluarganya adalah tetanggaku dulu di Bangkalan. Kita memang sudah lama sekali tidak pernah bertemu."

"Jangan bilang kamu dan papanya Ayya juga saling mengenal."

"Mas Andi?" tanya Aya.

"Ya mana aku tahu." Kata Intan.

"Memang mengapa kalau kami saling mengenal? Bukankah itu lebih baik." Jawab Aya kemudian sambil tersenyum.

"Papanya mirip Abhisekh, nggak baik untuk kesehatan jantung kita." Aya terkekeh mendengar jawaban jujur Intan. Dan percakapan mereka terhenti karena beberapa petugas sedang menata perlengkapan untuk menyajikan iftar berbuka puasa.

Berbuka puasa dan tentu melaksanakan iktikaf hingga waktu menjelang sahur. Aya menerima pesan Andi untuk mengajaknya kembali ke penginapan. Sementara Ayya masih tertidur dengan pulas. Untunglah Aya membawakan bantal kecilnya untuk anak itu sehingga bisa nyenyak tidur dengan alas kepala yang empuk.

Mengajak Intan dan yang lainnya untuk beranjak meninggalkan masjid karena harus sahur di hotel.

"Kamu bisa bawa sendiri?" tanya Intan saat Aya membawa dua tas. Tas selempang miliknya juga tas perbekalan milik Ayya.

"Sebentar lagi mas Andi ke sini. Nanti biar dibawa dia." Dan benar saja Andi datang mendekat lalu Aya memberikan kedua tasnya kepada Andi dan dia yang menggendong Ayya yang masih tertidur. Sementara Narni membawakan selimut dan bantal kecil yang dipakai Ayya untuk tidur.

"Kalian sudah seperti sepasang suami istri who take care their children." Bisik Intan yang langsung mendapat pelototan dari Aya.

Sampai di penginapan mereka langsung menuju cafetaria dan bersiap untuk sahur. Karena Ayya tidak mau berganti digendong siapa pun akhirnya hingga duduk makan pun masih juga berada di pangkuan Aya.

"Aku ambilkan makan, kamu duduk di sini saja." Kata Andi meminta Aya untuk tetap duduk bersama kedua orang tuanya.

Saat Andi tidak ada bersamanya maka orang tua Andi yang bisa berbicara bebas dengan Aya tanpa ada interupsi dan intervensi dari yang bersangkutan.

"Coba kamu ajak masmu bicara Aya, siapa tahu hatinya akan terbuka karena kamu yang nyuruh." Kata Agus Wondo.

"Nggih, Pakdhe. Coba nanti Aya bicara dengan mas Andi tapi tidak janji juga bisa secepatnya merubah mas Andi untuk bersedia. Rasanya kalau soal dunia memang tidak perlu di permasalahkan lagi. Sebagai dokter dan dosen, penghasilan mas Andi pasti sudah lebih dari cukup untuk membangun sebuah keluarga." Jawab Aya.

Dan setelah itu mereka makan sahur dengan cepat karena harus segera beristirahat sebelum datang panggilan untuk sholat subuh.

"Sholat subuh di masjid?"

"Aku di kamar saja Mas." Jawab Aya.

Narni dan Agus Wondo sudah bersiap menuju masjid kembali begitu pula dengan Andi. "Biar Ayya bersamaku mas Andi ke masjid saja."

"Kamarmu nomer berapa? Aku ambilkan pakaian Ayya dulu takutnya nanti kita akan sedikit lama di masjid." Ayya kemudian memberitahukan nomer kamarnya sementara Andi bergerak menuju kamarnya sendiri untuk mengambilkan beberapa pakaian Ayya dan menyiapkan perlengkapan putrinya yang lain. Sepuluh menit kemudian bel kamar Aya berbunyi dan tubuh tegap Andi telah menjulang di depan pintu.

"Aku titip Ayya ya. Nanti aku kabari kalau sudah sampai hotel."

"Iya Mas." Lalu mereka saling berpandangan dan tersenyum bersamaan. Ada getar tak kasat mata namun Aya segera menyingkirkannya. Sebelum semuanya nyata meski tidak perlu bertanya, rasanya mata mereka telah banyak berbicara untuk menumpahkan segala macam kerinduan yang selama ini membelenggu jiwa.

Ayya tidak pernah protes bahkan dia sangat menyukai dengan suasana kamar barunya saat matanya terbuka. Tidak menangis mencari papanya setelah dia tahu bahwa tante Aya tertidur mendekapnya. "Tante bangun, adik pengen pipis." Suara Ayya menggoyang perlahan tubuh Aya yang membuat Aya terjaga dan segera membawa Ayya ke kamar mandi. "Kita mandi sekalian ya Dik?"

"Bajunya adik?"

"Tadi dibawain papa."

"Papa kemana Tante?" tanya Ayya saat mereka telah berada di kamar mandi.

"Papa tadi ke masjid karena adik sedang tidur makanya sama tante di hotel." Padahal sejam yang lalu Andi telah menghubungi Aya bahwa dia sudah sampai di hotel namun Aya memintanya untuk beristirahat saja dan membiarkan Ayya tetap bersamanya karena masih tertidur dengan nyenyak.

Hingga waktu menunjukkan pukul 09.00 waktu Mekah Aya telah bersiap untuk menuju ke masjid kembali dan mengajak Ayya serta karena Andi telah menunggu mereka di lobby hotel.

"Loh kok sendiri, pakdhe dan budhe?"

"Di kamar, biarkanlah mereka beristirahat." Jawab Andi. Tiba-tiba Ayya meminta papanya untuk menggendong dan merajuk. "Papa, beli alBaik ya?"

Padahal tidak akan ada kedai makanan yang buka di hari puasa pada waktu siang hari. Hingga Andi harus membujuk putrinya untuk bersabar hingga sore nanti jika ingin menikmati alBaik.

"Nanti sore ya inshaallah papa belikan. Tadi kan sudah makan sahur dengan tante Aya di kamar?" Aya memang telah menyuapi Ayya dengan makanan yang diambilnya dari cafetaria saat dia sahur tadi.

Saat Andi memilih untuk masuk mall sebelum ke masjid membuat Aya mengeluarkan suaranya untuk bertanya. "Kita ngapain masuk mall, Mas?"

"Ada barang yang harus aku beli dan itu juga harus bersamamu membelinya." Kata Andi yang membuat Aya semakin bertanya-tanya. Barang yang harus dibeli bersamanya, apakah itu?

Hingga kaki Andi berbelok ke sebuah toko jewellery dan melihat-lihat beberapa perhiasan di sana. Saat matanya terkunci pada satu buah cincin emas bertahtakan permata di atasnya.

"Kamu suka nggak?" tanya Andi kepada Aya setelah pegawai mengambilkannya. "Aku?" Aya kaget.

Andi tersenyum kemudian berkata. "Aku ingin memberikan kepada wanita yang spesial, dan tentu saja aku butuh bantuanmu untuk memilihkannya. Sebagai wanita tentu akan banyak memiliki selera yang sama." Hati Aya tercubit mendengarnya. Ah, benar memang sebanyak waktu yang dia pilih untuk menunggu itu bukanlah hal yang sama pula bagi Andi untuk juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Nyatanya dia telah memiliki wanita spesial yang sebentar lagi mungkin akan dilamarnya dengan menggunakan cincin emas itu.

Aya menatap Andi sekilas. Pria itu masih tersenyum ketika menimbang cincin emas permata itu dengan tangannya.

'Allah ternyata patah hati itu sesakit ini. Apa yang harus aku lakukan?' kata Aya dalam hati.

"Bagaimana? Cantik nggak?" kata Andi yang kemudian meminta Aya untuk mencoba. Terlalu naif hati Aya jika harus seperti di film-film yang sering dia lihat. Ini adalah kenyataan yang harus diterimanya, bertemu kembali untuk melihat dia bersama dengan orang yang dicintainya.

"Bagus Mas." Jawab Aya. Namun otaknya kembali berpikir jika melamar seseorang yang ada di Indonesia mengapa harus membelikannya di Arab, dengan emas yang biasa. Andi bahkan bisa membelikan tiffany, chopard, bvlgari, buccelatti, piaget, cartier atau yang lebih mendunia lainnya. Mengapa harus di Arab?

"Kok diam?" tanya Andi.

"Hah__hah, i__iya Mas." Aya tergagap. Diketahui Andi sedang melamun itu rasanya tidak mengenakkan. Lalu mereka berangkat ke masjid bersama.

Aya masih menyempurnakan sujudnya. Baru saja dia merasakan bahagia kemarin dengan begitu sangat, pagi ini seolah terhempaskan. Bagaimana tidak, saat angannya telah membumbung tinggi ke angkasa kini harus terelakkan dan jatuh tersungkur ke dasar bumi, sakit sekali rasanya.

Dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dengan dirinya dihadapan semua orang. Tidak baik berburuk sangka kepada orang lain terlebih ini ada di tanah haram yang selalu dirahmati oleh Allah SWT.

Semua berjalan sebagaimana mestinya seperti hari kemarin. Aya masih memperlakukan Ayya dengan baik meski banyak yang berkecamuk di dalam hatinya. Mungkin Andi tetaplah menganggapnya sebagai seorang adik yang senantiasa harus selalu dilindungi. Dan sebaiknya dia juga akan memberikan nasihatnya kepada Andi atas permintaan pakdhenya kemarin sebagai seorang adik kepada kakaknya.

Aya makan sahur kembali di hotel bersama keluarga pakdhenya. Kali ini Ayya tidak tertidur lagi, anak kecil itu terjaga dan duduk di samping Aya. Saat Aya hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, tiba-tiba Andi datang dengan membawa piring berisikan makanan namun tidak segera dimakannya. Dia justru memindahi pandangan dari kedua orang tuanya dan juga Aya secara bergantian terakhir kepada Ayya.

Belum sampai Aya berbicara dengan Andi mengenai percakapannya dengan orang tua Andi, ternyata Andi telah lebih dulu menyampaikan keinginannya dengan sangat gamblang. "Ayah, Ibu. Seperti yang sering kalian ingatkan kepada Andi selama ini. Umur Andi sekarang tidaklah muda lagi dan mungkin ini saat yang paling tepat untuk Andi segera membangun rumah tangga dengan wanita yang selama ini Andi cintai."

Suasana menjadi hening. Agus dan Narni tidak pernah menyangka putranya mengajukan keinginannya untuk menikah di sini.

"Jika ayah dan ibu bertanya, apa alasan Andi selalu menolak untuk segera menikah. Maka saat ini akan Andi jawab semuanya. Ketahuilah ayah, ibu, Andi telah jatuh cinta kepada seorang wanita yang telah meninggalkan Andi 26 tahun yang lalu dengan meninggalkan luka yang sampai saat ini masih Andi rawat dengan baik penyebab wanita itu begitu marah kepada Andi kala itu." Kata Andi meneruskan kalimatnya.

Semua masih mendengarkan dengan seksama, termasuk Ayya yang biasanya kepo kini hanya duduk diam dan mendengarkan papanya bicara. Sedangkan Aya tidak ingin lagi membumbungkan angannya itu terlalu menyakitkan apabila harus terjatuh lagi.

"Andi mencintainya Ibu. Maaf kalau selama ini Andi tidak bisa jujur kepada kalian__"

"Katakan kepada ayah, siapa wanita yang kamu maksud itu. Ayah pastikan untuk segera memintakannya untukmu." Kini beralih ke suara Agus Wondo yang begitu tegas.

"Biarkan Andi yang bicara terlebih dahulu Ayah, selanjutnya silakan kalian menemui orang tuanya setelah dia menerima pinangan Andi."

Diam sesaat, Agus serta Narni menyetujui apa yang diucapkan oleh Andi hingga sang putra kembali bersuara.

"Aya, telah banyak yang kita lalui selama 26 tahun tidak lagi bersama. Aku punya cerita, kamu pun pasti juga memiliki cerita. Hidup dan perjuangan yang akhirnya mengantarkan kita sampai pada saat ini." Deg__deg__deg, jantung Aya kini berpacu begitu cepat. Prolog yang disampaikan Andi benar-benar membuatnya tidak bisa berkonsentrasi penuh. Dia berharap tapi tidak ingin merasakan sakitnya patah hati.

"Bismillahirrohmanirohiim. Di kota sucinya Allah ini, aku ingin mengatakan apa yang selama 26 tahun ini aku simpan rapat-rapat di dalam hatiku. Engko' terro kabâ'na, kendâ' abâ'na meni klabân? Ke'lake' sè ella aghâdhui sorang pottrèh raddhin" -- aku cinta padamu, bersediakah engkau menikah denganku? Laki-laki yang telah memiliki seorang putri cantik -- sambil memberikan cincin yang telah dipilihnya bersama Aya dan dibeli atas persetujuannya.

Tangan Aya tentu langsung membekap mulutnya yang kini sedang ternganga mendengar pengakuan dari Andi. "Maaf jika terlalu tergesa namun aku tidak ingin membuang waktu lagi setelah 26 tahun ini aku benar-benar kehilangan jejakmu." Agus Wondo dan Narni bahkan tidak bisa mempercayai semua ini. Mereka terlampau bahagia mengetahui bahwa wanita yang dicintai putranya adalah gadis kecil yang selalu dilindunginya dulu. Mengapa keduanya tidak bisa tanggap dan mencoba untuk mencari keberadaan keluarga Adhi Prasojo di Malang.

Aya masih terdiam saat semua menantikan jawabannya. Bahkan Ayya tidak banyak bicara seperti biasanya, seolah mengerti ada perbincangan cukup serius diantara orang-orang terkasihnya.

"Ini memang bukan tiffany, chopard, atau buccelatti, tapi aku berharap kamu bisa menerimanya sebagai tanda kesungguhan hatiku. Bersediakah engkau menerima semua kekuranganku?" tanya Andi sekali lagi. Makanan di depan Aya sudah tidak lagi membuatnya berselera untuk dimakan. Dia berharap dan inilah kesempatannya untuk menjawab apalagi yang diragukan.

Aya menarik nafasnya perlahan, menghilangkan kegugupannya lalu matanya berpindah kepada Ayya dan tersenyum kemudian meminta Ayya berpindah ke pangkuannya.

"Adik, tante ingin bertanya tapi harus dijawab jujur." Ayya mengangguk. "Kalau adik bertemu dengan tante Nina Bear, adik mau bilang apa?"

"Kapan adik bisa dipanggil mbak Ayya? kata Papa begitu, Tante." Jawab Ayya dengan polosnya yang membuat Agus Wondo dan Narni bertanya dengan matanya kepada Andi namun Andi menggeleng dan tersipu karena ternyata Ayya telah membongkarnya di depan Aya.

"Kalau adik diminta tante Nina Bear memanggilnya dengan sebutan mama mau nggak?" Ayya menggeleng kemudian menunduk dan itu membuat Andi terkejut lalu seketika bertanya, "mengapa?"

Ayya kemudian menatap mata Aya sebelum menjawab pertanyaan papanya. "Adik maunya memanggil mama pada tante Aya, bukan tante Nina Bear. Tante mau kan adik panggil mama, biar adik punya mama seperti mas Kevka dan mas Rey?"

Semuanya bisa bernafas lega kembali namun Aya tidak langsung menjawab pertanyaan Ayya, melainkan dia memberikan pertanyaan yang harus dijawab oleh anak kecil itu.

"Kalau ternyata tante Nina Bear itu tante Aya, apa adik tetep mau memanggil tante Aya dengan panggilan mama?" tanya Aya lagi.

Bukannya menjawab Ayya justru bertanya kepada papanya. "Berarti adik boleh mainin Nina Bear yang selalu papa bungkus plastik itu dengan mama Aya?"

Tidak perlu menjawab mau atau tidak, toh Ayya sudah merubah panggilannya kepada Aya dengan sendirinya. Andi tersenyum lalu mengangguk kepada putri kecilnya kemudian mengusap kepalanya dengan lembut. Narni juga tidak lagi ingin membuang waktu. Dia langsung memasangkan cincin di jari manis Aya dan saling berpelukan dengan calon menantunya.

"Akhirnya Ibu akan memperoleh menantu beneran." Ucapnya kemudian mencium Aya sebagai ucapan terimakasih.

"Ay, aku minta nomor telepon Ayah untuk memberitahukan ini. Kalau bisa Syawal ini kita bisa langsung melaksanakannya dengan baik." Kata Andi.

"Apa itu tidak terlalu cepat?" tanya Aya yang menunjukkan deretan nomer telepon ayahnya kepada Andi.

"Umurku sudah 37 tahun, aku tidak ingin menundanya lagi dengan alasan apapun, karena yang aku tunggu selama ini ya kamu." Jawabnya yang kini telah melupakan makan sahur dan justru asyik dengan gawainya berbincang dengan Adhi melalui telepon.

Narni tertawa mendengar ucapan putranya. Mengapa baru menyadari sekarang kalau usianya sudah tidak bisa dikatakan muda lagi dan dia benar-benar membutuhkan seorang pendamping. Kemana saja kemarin-kemarin saat Narni berusaha untuk mengingatkannya? Kemudian Narni meminta Ayya untuk duduk sendiri, dan Aya segera menghabiskan makan sahurnya.

Aya menghapus tetesan air matanya. Pagi ini setelah dia menyelesaikan sholat subuh, ayah dan ibunya menelpon. Menanyakan, apakah benar berita yang disampaikan Andi kepada mereka bahwa putrinya telah menerima pinangan dari putra tetangga yang sudah seperti saudara mereka saat di Bangkalan dulu.

"Benar Ayah, Ibu. Mas Andi memang telah melamar Aya pada waktu kami sahur tadi." Jawab Aya dengan rona bahagia.

"Alhamdulillah."

Ucapan selamat juga didapatkan Aya dari teman-teman satu travelnya. Bahkan masih ada diantara mereka yang bercanda untuk membuat sebuah drama.

"Kami kira dengan ustad Abid, ternyata Mbak Aya sudah memiliki calon sendiri." Kata salah seorang diantara mereka dan disambut tawa oleh semuanya.

Bahagia itu ternyata begitu sederhana. Hanya ada 'aku dan kamu' di dalamnya. Tak perlu lagi sebuah kemewahan untuk mengungkapkannya.

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 19 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top