23 🌵 Arba'in Madinah
بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy fasting, happy reading --
🥢👣
EXCITED, rasanya cukup mewakili segala rasa yang tercipta. Hingga pemberitahuan seorang pramugari yang mengumumkan bahwa dalam waktu dua puluh menit lagi pesawat akan mendaratkan kaki kokohnya di Bandara Internasional Prince Mohammed bin Abdulaziz Madinah.
Membayangkan bisa menginjakkan kaki di bumi rasulullah untuk pertama kalinya membuat Aya tidak lagi bisa memejamkan mata. Jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya menunjukkan waktu 21.47 itu artinya waktu Madinah masih menunjukkan pukul 17.47 dan adzan maghrib baru saja berkumandang.
Sapuan angin kering menyapa wajah pengunjung yang baru saja menapakkan kaki di Madinal Al Munawarah.
Aya beserta rombongannya kini telah bersiap meninggalkan bandara setelah bagasi terkumpul dan pihak travel memindahkannya ke bus untuk dibawa ke penginapan.
Arba'in Madinah.
Memberikan arti bahwa selama 9 hari atau 40 waktu sholat secara berturut-turut berada di Madinah.
"Assalamu'alaikum, Bapak Ibu jamaah umroh yang saya hormati. Perkenalkan nama saya Abid, inshaallah saya yang akan mendampingi ustad Sholeh dan juga ustadzah Isyara bersama Bapak Ibu selama menjalankan aktivitas di Madinah selama 9 hari ke depan dan juga di Mekah selebihnya nanti." Ustad Abid adalah mutowif yang ditunjuk pihak travel untuk mendampingi jamaah selama di Madinah dan Mekah. Membantu ustad Sholeh dan juga ustadzah Isyara.
"Inshaallah, kita akan menempuh perjalanan selama 30 menit ke depan untuk sampai di penginapan. Bapak Ibu nanti silakan membersihkan diri kemudian menikmati makan malam dengan nasi kotak yang akan kami bagikan bersamaan dengan kunci kamar nantinya. Setelah itu nanti akan kami tunggu di lobby hotel untuk ikut sholat tarawih gelombang kedua." Lanjut ustad Abid memberikan penjelasan lebih lanjut.
Aya sebenarnya masih merasa asing mengapa disebutkan sebagai sholat tarawih gelombang kedua? Namun sementara dia memilih untuk diam mendengarkan arahan dari mutowif dengan baik.
"Marilah kita bersama, mengucapkan salam alaika kepada junjungan kita kanjeng Nabiyullah Salallahualaihiwasallam dengan banyak mengucapkan sholawat nabi." Kemudian mutowif mengucapkan sholawat nabi, "Allahumma solli'ala muhammad, wa 'ala aali muhammad kamaa shollaita 'alaa ibroohiim innaka hamidun majiid."
Para jamaah mengikuti kemudian merapalkan sendiri banyak sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Bibirnya masih juga mengucapkan sholawat nabi lirih, namun mata Aya mencoba untuk menikmati indahnya kota Nabi itu yang kini sedang berselimut senja, lampu di sepanjang jalan mulai dihidupkan. Lantunan khalam Allah rasanya selalu dekat di telinga Aya saat ini.
Bangunan kokoh berdiri di sepanjang jalan. Tidak ada pepohonan rindang selain beberapa pohon kurma yang berjajar rapi di sepanjang jalan yang ada di kota Madinah. Jalanannya pun sangat lebar, underpass, flyover menjadi hal yang sangat biasa di Madinah. Kotanya sungguh sangat bersih dan rapi.
Hingga akhirnya sesuai dengan jadwal 30 menit berada di atas bus kini Aya telah sampai di hotel tempat menginap. Bukan Zam-Zam Pullman Madinah tapi hotel setara bintang 3 di Madinah. Yang terpenting bisa dipakai tidur nyaman dan juga dekat dengan Masjidil Nabawi. Karena praktis setiap waktu jamaah akan habis berada di masjid untuk memakmurkan dan melangitkan segala doa dan harapannya.
Pembagian kunci dan room mate, Aya mendapatkan 3 orang teman wanita yang akan tinggal dalam satu kamar mereka. Menerima kunci beserta kotak makanan. Lalu keempatnya bergegas menuju ke kamar karena kopor mereka akan diantarkan oleh bellboy.
"Bapak, Ibu mohon untuk diperhatikan bahwa kami menunggu satu jam ke depan di lobby hotel nanti kita akan berangkat ke masjid bersama-sama dan semua telah mengqoshor sholat maghrib dan isya karena kita akan langsung sholat tarawih gelombang kedua." Kata Ustad Abid sebelum semuanya membubarkan diri.
Tentu saja bergantian dengan teman-temannya membersihkan diri. Aya mencoba untuk membuka gawainya dan mengaktifkan roaming untuk bisa menghubungi keluarga yang ada di Indonesia. Meski di Indonesia sudah larut malam rasanya tidak akan mengganggu ayahnya hanya sekedar untuk mengatakan bahwa dia telah sampai di Madinah, bumi rasulullah.
"Ayah kok belum tidur?" tanya Aya ketika muncul wajah ayahnya di layar gawai.
"Bagaimana ayah bisa tidur jika belum mendapatkan kabar dari anak Ayah ini."
"Maaf Ayah, Aya baru bisa menghubungi. Ini juga baru masuk ke kamar. Sebenarnya sudah dari satu jam yang lalu mendarat, namun baru aktifkan HP dan membuka paket roamingnya." Jelas Aya.
"Bagaimana perjalananmu? pasti melelahkan."
"Melelahkan namun menyenangkan." Saat hati kita merasa gembira dan senang dengan suatu perjalanan tentu tidak terasa memberatkan. Semua akan terasa ringan terlebih karena keinginan kita sudah sangat bulat untuk melaksanakan ibadah guna mensucikan dan lebih mendekatkan diri kepadaNya.
Dan akhirnya setelah semua siap, rombongan Aya berangkat menuju ke Masjidil Nabawi untuk melaksanakan sholat tarawih. Sholat tarawih gelombang kedua, di Madinah khususnya di Masjidil Nabawi dilaksanakan 20 rokaat sholat tarawih dan 3 rokaat sholat witir, dimana pelaksanaannya, setelah 10 sholat tarawih yang pertama ada waktu istirahat yang lumayan lama, sehingga jamaah bisa keluar masjid terlebih dulu untuk memenuhi atau membeli kebutuhannya.
Dan jangan pernah bertanya berapa waktu yang dihabiskan untuk berdiri satu rokaat di sini. Yang jelas, mereka akan menyelesaikan 1 juz dalam AlQur'an sepanjang sholat tarawih.
"Ini malam pertama berarti akan dibacakan surat kedua dalam AlQur'an."
"286 ayat, Mbak Aya."
"Itu kalau kita yang membaca bisa 2 jam lebih." Kata teman-teman Aya secara bersahutan.
"Inshaallah tidak terasa, ayo kita luruskan niatnya untuk beribadah dengan agama yang hak dari Allah." Jawab ustadzah Isyara yang tiba-tiba ada diantara mereka.
"Ustadzah____"
"Tidak ada yang memberatkan jika kita menganggap semuanya akan kita persembahkan kepada Allah. Lagian suara imamnya sangat merdu di telinga kita. Nanti pasti tidak terasa panjang karena kita akan terbuai oleh lantunan indah khalam Allah itu. Jangan lupa kalau masih sempat kita laksanakan sholat takhiatul masjid dan sholat tasbih." Kata ustadzah Isyara kemudian mengambil plastik dan membagikan kepada jamaahnya untuk tempat sandal dan dimasukkan ke dalam tas bahu semuanya.
"Kita masuk melalui pintu 25. Nanti keluarnya pun juga akan melalui pintu ini." Kata ustadzah Isyara.
Ya, Masjidil Nabawi memiliki 43 pintu untuk bisa masuk ke dalam masjid. Dimana akan ada pembedaan antara pintu laki-laki dan juga pintu wanita. Sehingga diusahakan jangan sampai salah masuk ataupun salah keluar. Bentuk pintunya juga sama sehingga akan sedikit menyulitkan jika kita tidak mengingat dengan baik dari pintu sebelah mana kita tadi masuk.
Sapuan pandangan pertama yang menyambut mata adalah hamparan dispenser zam-zam. Ratusan dispenser air yang paling dicari oleh umat muslim di seluruh dunia itu berjajar rapi disepanjang jalan jamaah menuju ke tempat sholat dengan karpet berwarna merah.
Kursi-kursi yang bisa dipakai untuk sholat tertata rapi di tempatnya. Bagi jamaah yang ingin menggunakan silakan untuk mempergunakan dan mengembalikan lagi ke tempatnya.
Karena waktu menuju sholat tarawih berikutnya masih kurang 30 menit, Aya memilih untuk berdiri dengan 4 rokaat dan 300 tasbih besertanya dengan satu salam. Subhanallah, walhamdulillah walaa ilaaha illallah huwallahu akbar laa haula walaa quwwata illaa billaah.
Dan segenap rasa syukur terlimpahkan kehadirat Allah atas semua nikmatnya. Mashaallah, rangkaian sholat tarawih berakhir pukul 23.11 waktu Madinah.
Aya kembali ke hotel dan harus beristirahat untuk ibadah keesokan harinya.
Sahur, dan ibadah puasa pertama di Madinah, mashaallah. Fabi'ayyi ala'i rabbikuma tukazziban.
Seusai sholat subuh Aya memilih berada di dalam masjid meski kebanyakan dari teman-temannya memutuskan untuk kembali ke hotel. Biarlah mumpung berada di Madinah, Aya tidak ingin membuang waktunya untuk bermanja di pangkuan Illahi Rabb.
Madinah memang bukan hanya kota yang nyaman untuk beribadah. Namun juga kota yang menjadi surga berbelanja bagi setiap jamaah. Jadi tidak heran apabila warga yang memiliki toko disekitar Masjidil Nabawi sangat fasih berbahasa Indonesia.
Sembilan hari di Madinah, masih panjang waktu untuk berbelanja bagi Aya. Namun hanya sedikit baginya bisa berkesempatan menyempurnakan sujudnya di karpet hijau atau pun karpet merah Masjid Nabawi.
City tour kota Madinah pun diikutinya beserta seluruh rombongan. Mulai tempat-tempat bersejarah perjalanan perjuangan nabi hingga masjid-masjid yang cukup terkenal di Madinah selain Masjidil Nabawi.
Aya masih dibuat takjub, sejarah perjuangan nabi tentang agama yang benar-benar hak dari Allah. Bukti sejarah hingga tumpahan darah adalah bentuk cintanya nabi juga para sahabat untuk memperjuangkan Islam. Hingga kini masih juga berbekas, saat kaki Aya menapakkan di Jabal Uhud kedua tangannya terangkat untuk berdoa. Mengingat kembali perang Uhud yang banyak menewaskan pasukan nabi Muhammad hanya karena tidak mengindahkan pesan nabi dengan baik untuk tetap diam di posisi masing-masing.
Perjalanan mereka mengunjungi wisata Madinah dari satu tempat ke tempat yang lain sangat menyenangkan. Meskipun hanya bisa menikmati bukit bebatuan dan masjid serta tempat belanja yang rata-rata menjual makanan khas arab namun bagi yang baru pertama melakukan perjalanan ini pasti akan sangat menyenangkan sekali.
Terakhir kalinya pada city tour kali ini adalah berhenti di Masjid Bilal. Masih ingat dengan sahabat nabi yang suaranya paling merdu? Ya, dialah sang muadzin yang hidup di jaman rasulullah, Bilal bin Rabah. Ada sebuah masjid kecil yang dinamai Masjid Bilal, dimana di bawah masjid ini berjajar pasar yang sebagian besar pedagangnya berjualan emas.
Beberapa ibu-ibu membeli perhiasan yang menurut Aya sangat bagus untuk dilihat namun jika dia yang memakainya rasanya terlalu berlebihan. Aya memang kurang begitu suka memakai perhiasan bahkan selain anting yang melingkar di telinganya sejak 20 tahun terakhir tidak pernah mengenakan perhiasan meski dia memilikinya.
"Ustad Abid, mungkin sekalian beli untuk mahar. Siapa tahu nanti langsung ada jodohnya." Gurau ibu-ibu sembari mengalihkan pandangan kepada Aya. Iya, semua rasanya sudah berkeluarga dan hanya Aya yang belum menikah dalam satu rombongan itu. Sehingga ketika semuanya tahu bahwa ustad Abid belum menikah juga seolah berlomba untuk menjodohkan mereka berdua.
Kekehan kecil terdengar dari bibir Ustad Abid. Rasanya baru kali ini dia menjadi mutowif namun dijadikan ajang perbullyan oleh jamaahnya. "Kalau jodoh tidak akan kemana Ibu-ibu. Mohon doanya, Allah tahu apa-apa yang terbaik untuk setiap hambanya."
"Aamiin," jawab semuanya serempak.
"Mbak Aya bagaimana?" celetuk salah seorang dari teman rombongannya yang membuatnya tergagap. Sejak teman-temannya mulai rajin menjodohkan dia dengan ustad Abid memang Aya tidak terlalu memperhatikan apabila mereka mulai meracau.
"I__iya, bagaimana Bu?"
"Nah kan, nggak fokus. Madinah juga indah nantinya untuk bulan madu, selain juga untuk beribadah." Aya hanya tersenyum tipis mendengar gurauan teman serombongannya. Sementara Abid sekilas menatap Aya yang sepertinya memang sedang tersipu malu.
"Jika nanti sudah selesai dari sini kita langsung ke Masjid Nabawi karena beberapa jam lagi adzan dhuhur akan berkumandang. Nanti kita akan melewati pintu 37 di sana nanti kita akan melewati Makam Baqi', Sementara laki-laki nanti langsung masuk masjid, perempuan silakan menuju ke pintu 30 supaya dekat dengan pintu 25 yang akan mendekatkan kita kembali ke penginapan.
Berjalan di pelataran Masjid Nabawi memang tidak terasa jauh mengingat sepanjang perjalanan yang dinaungi oleh payung hidrolis raksasa itu akan membuat kita nyaman tidak merasa kepanasan.
"Aya aku ke toilet dulu. Sekalian kita ambil wudhu ya." Ucap Intan yang satu kamar dengannya. Meski Intan telah menikah namun usianya tidak berbeda jauh dari Aya sehingga mereka memanggil dengan nama saja.
"Iya Tan, kita ke toilet duku saja. Saya juga berhazrat." Jawab Aya. Hingga membuat keduanya memisahkan diri dari rombongan setelah mendapatkan izin.
Aya dan Intan bergantian masuk ke toilet karena memang harus menjaga barang bawaan. Ketika Intan telah selesai baru Aya masuk menggantikan. Sementara Aya di dalam toilet Intan memperhatikan sesuatu yang menarik di depan matanya. Seorang Laki-laki yang kebingungan bersama putrinya. Si kecil meringis mengatakan ingin buang air kecil namun papanya tidak bisa berbuat apa-apa.
"Maaf Pak, Indonesia?" tanya Intan akhirnya saat tak kuasa melihat anak kecil itu menahan hazratnya.
"Iya, Anda?"
"Kalau boleh saya bantu, karena sepertinya putrinya sudah tidak bisa menahan."
"Maaf tapi saya sedang menunggu utinya Ayya untuk bisa membantu. Terima kasih sebelumnya." Tolaknya dengan sangat sopan. Dalam hati Intan berkata bahwa anak kecil yang bersama dengan papanya ini bernama Ayya. Kok namanya seperti orang yang kini sedang dia tunggu di dalam toilet, Aya.
Tidak berapa lama kemudian ada seorang wanita paruh baya mendekati mereka dan tersenyum kepada Intan yang sedang berbicara dengan putra dan cucunya.
"Uti, adik kebelet pipis."
"Iya sini ayo dengan uti." Dan beruntunglah ada toilet yang terbuka sehingga keduanya tidak harus menunggu lama.
"Ibu, nanti aku tunggu di tempat biasanya." Ucapnya kemudian mohon izin kepada Intan dengan mengucapkan salam.
Tak seberapa lama dari kejadian itu Aya telah selesai dengan kegiatannya di toilet dan mereka bergegas menuju ke pintu 30.
"Aya tebak aku tadi habis bicara dengan siapa?" mana Aya tahu coba, Intan berada di luar toilet sedangkan Aya berada di dalam. Aya diam, tetap berjalan dan menaikkan bahunya tanda dia tidak mengetahui.
"Ayya."
"Iya, aku tidak tahu Intan sayang."
"Maksudnya aku berbicara dengan Ayya." Kata Intan menjelaskan.
"Lah memang sedari tadi kita bersama kan? Jelas kamu berbicara denganku." Kata Aya.
"Bukan Aya kamu tapi Ayya, gadis kecil yang sedang kebelet pipis tapi digendong papanya sehingga dia tidak bisa masuk ke toilet wanita." Aya berhenti kemudian memandang teman tidurnya dengan baik.
"Maksudmu, kamu tidak sedang memperhatikan papanya kan?"
"Jangan aneh-aneh pikirannya. Aku hanya kasihan, si Ayya sudah kebelet banget tadi sepertinya tapi papanya tidak mau aku bantuin. Untunglah utinya segera datang untuk membantu." jelas Intan.
"Kok Uti? Mamanya kemana?"
"Ya mana aku tahu, aku bukan mamanya. Kalau kamu yang jadi mamanya mungkin aku bisa mendapatkan jawabnnya. Mungkin akan ada Kuch-Kuch Hotai Hai 2, antara Aya dan Ayya." Kemudian mereka tersenyum bersama.
Ah jangan lupakan ini tempat mustajabah untuk memanjatkan doa. Salah omong sedikit bisa menjadi doa yang diaminkan oleh malaikat dan dilangitkannya untuk dimintakan persetujuan kepada Allah. Sebagai hamba bisa apa saat sang pencipta berfirman kun, maka selanjutnya pastilah fayakun.
Keduanya tahu persis bagaimana seharusnya bersikap untuk itu setelah tersenyum kedua bibir itu langsung seketika beristighfar.
"Intan jangan kotori niatku untuk berserah diri kepada Allah di sini." Kata Aya akhirnya sesaat setelah mereka telah sampai di pintu masjid nomor 30.
"Niatkan juga, bahwa Allah akan memberimu jodoh dengan segera." Kata Intan menambahkan.
"Aamiin," doa yang baik bukankah harus diaminkan. Dan Intan mendoakan Aya dengan doa yang baik, segera mendapatkan jodohnya.
"Ustad Abid?" senyum Intan kali ini benar-benar menggoda Aya.
Jika bukan karena selama 7 hari berada di Madinah ini mereka tidur sekamar dan telah menjadi akrab Aya pasti akan menceramahinya dengan pemikiran-pemikiran logis yang keluar dari otak cemerlangnya. Sayangnya terkadang yang menurut kita logis atau pun tidak logis itu adalah hak Allah untuk memberikan jalan dan memudahkan segala urusan di dunia. Apa mungkin bisa mengelak lagi jika ketentuan telah ditetapkan?
"Ada baiknya kita menetap di masjid hingga setelah tarawih nanti." Kata Aya.
"Maksudmu? kita berbuka di dalam?"
"Banyak iftar di masjid Tan, jangan pernah khawatir tentang makanan." Jawab Aya yang hanya dijawab anggukan oleh Intan. Tidak pernah putus bahkan. Orang-orang yang berniat untuk bersedekah iftar berbuka puasa. Bahkan diantara mereka ada yang memberikan makanan berat seperti kue, roti, kebab, bahkan makanan arab lainnya yang rasanya sangat terasa asing di lidah Aya.
Mengenai makanan untuk sahur dan berbuka sebenarnya di masjid sangatlah banyak namun terkadang tubuh juga perlu beristirahat untuk menjaga stamina.
"Belajar nanti iktikaf di masjidil haram. Sepuluh malam terakhir kita akan berada di masjid sepanjang malam hingga menjelang sahur." Kata Aya.
"Tidak sekalian nanti kita sahur di masjid dan pulang setelah subuh?" tanya Intan.
"Kalau aku tidak masalah, hanya khawatir nanti suamimu protes karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan berdua bersamamu."
Intan memukul pelan bahu Aya kemudian senyum lebarnya mengembang. Beruntung memiliki teman sekamar yang begitu perhatian kepadanya, hingga bersedia untuk mengajak dua temannya yang lain ke masjid saat Intan harus 'berdiskusi' dengan suaminya dan meminjam kamar mereka berempat.
🥢👣
-- to be continued --
kalau ingin tau tempat-tempat wisata di Madinah, banyak di cerita saya yang lain atau di blog pribadi saya terlebih di Kasta Cinta yang mengambil latar di sana. Sehingga di cerita ini cukup seputaran nabawi saja.
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
Mohon cek typo yaaaaa
Blitar, 17 Mei 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top