22 🌵 Cuti Istimewa

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy fasting, happy reading --

🥢👣

PEGAWAI Negeri Sipil atau lebih dikenal dengan sebutan Aparatur Sipil Negara, atau apalah yang paling pas untuk menyebutnya. Aya tertegun saat mencoba membaca hal-hal yang harus diperhatikannya untuk pengajuan cuti luar biasa. Ya, sebagai seorang PNS dia wajib mengajukan cuti luar biasa untuk perjalanan keluar negeri non kedinasan.

Pagi ini Aya sengaja datang untuk meminta izin Dekan di fakultasnya. Rencananya selama bulan puasa yang kurang dua bulan lagi akan Aya habiskan di tanah suci Mekah.

"Sepanjang ini cutinya?" tanya Dekan kepada Aya saat dia menghadap dan mengutarakan tujuannya.

"Inshaallah iya Pak, saya sudah lampirkan juga jadwal dari travel tour yang akan saya pakai untuk keberangkatan ke tanah suci." Jawab Aya sembari menunjukkan surat resmi dari travel tour umroh dan haji yang dipilihnya.

"35 hari?" sekali lagi Dekan memastikan. "Jadi praktis selama ramadhan ini tidak ada aktivitas di kampus. Lalu siapa tenaga penggantinya?"

"Tidak akan ada Pak, semua jadwal mengajar saya praktis selesai sampai dengan mid semester sehingga jika izin ini turun akan saya bawa ke akademik untuk proses arrange schedule selanjutnya." Jawab Aya lagi.

"Umroh itu biasanya hanya 9 atau 13 hari mengapa ini panjang sekali apa tidak terlalu lama, sudah seperti haji saja." Gumam Dekan yang masih melihat kepada surat dari travel tour yang diberikan Aya.

"Sesungguhnya banyak paket yang tersedia Pak. Lazimnya memang hanya 9 atau 13 hari. Namun ada juga yang 20 hari umroh plus dan juga paket ramadhan 30 hari. Kebetulan saya ingin ramadhan benar-benar melewatkan hari di bumi rasulullah." Kata Aya, tidak ingin Dekan yang dihadapinya salah mengartikan atas izin yang dia minta. Ah, padahal ini untuk izin ibadah. Semua memang ada prosedurnya dan Aya menghormati proses itu sebagai prosedur untuk kenyamanan ibadahnya.

"Harus?"

"Bukan harus Pak, tapi saya hanya ingin paling tidak sesuai dengan beberapa hadist yang pernah saya kaji bahwa umrah di bulan ramadhan itu sama halnya seperti haji bersama Nabi Muhammad SaW." Dekan itu hanya manggut-manggut tanpa bertanya lebih jelasnya.

"Baiklah, akan saya diskusikan dengan akademik universitas bagaimana keputusannya. Nanti saya kabari secepatnya."

Setidaknya ada usaha untuk mengajukan meskipun masih terasa sulit. Aya sendiri baru akan mendaftar namun tentu pihak travel memiliki batas waktu mengingat keberangkatannya kurang dari dua bulan lagi. Semoga masih memungkinkan untuk memperoleh kursi.

Aya berusaha untuk mengurus segala sesuatunya sendiri. Sebenarnya bukan hal yang sulit, hanya saja karena memang dia memiliki kewajiban sebagai aparatur sipil yang baik dia harus memperoleh izin dari atasan terlebih dulu.

"Mohon untuk kebijakannya ya Bu, soalnya izin saya belum turun." Aya yang kali ini berada di kantor travel umrohnya. Memberitahukan bahwa dia belum bisa memberikan keputusan seperti apa.

"Kami tunggu hingga sepuluh hari mendatang ya Bu, kalau memang belum turun nanti bisa ambil paket biasa atau umroh plusnya." Umroh plus yang dimaksud di sini adalah plus jalan-jalan ke Turki atau ke Dubai.

Ketenangan disimpan oleh Allah SWT dibalik semua ujian yang diberikannya. Semakin berat ujian, semakin besar peluang untuk mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Analoginya, air sungai yang mengalir. Hidup hakikatnya adalah mengalir seperti air, mengikuti arus dan mencari celah tanpa harus menyingkirkan. Mengalir mengikuti lika-liku garis takdir yang telah terukir sesuai dengan syariat. 

Manakah yang lebih penting dalam perjalanan hidup menghadapi takdir, sebelum, ketika, atau sesudah takdir itu tiba?

Aya merenung dengan hatinya. Jiwanya yang seolah kosong kini meronta minta untuk diisi segera. Hidup tentang sebuah pengharapan tentang kesabaran, keikhlasan, dan pasrah. Semua terjadi karena kehendak Allah.

Belajarlah dan menyatu kepada alam dengan memeliharanya, karena seseorang yang hidup dekat dengan alam akan mudah memahami dan menjalankan bersabar, ikhlas, dan pasrah.

Bagi Aya berbuat baik kepada orang lain akan selalu menyejukkan dan menjernihkan pikiran dan dirinya sendiri. Menjauhkan segala prasangka yang semestinya memang tidak perlu dipelihara. Hingga hati menjadi lebih tenang.

"Bu Aya, mau bertemu dengan pak Dekan?" sapa wakil dekan 1 kepada Aya.

"Iya Pak Wisnu, semalam beliau mengirimkan pesan untuk menemuinya hari ini." Jawab Aya.

"Beliau ada kok, tadi selesai meeting dengan saya."

"Baik Pak terima kasih, saya masuk dulu menemui Bapak." Kata Aya kemudian mengetuk pintu ruangan Dekan dan bergegas masuk setelah dipersilakan.

Masih sama seperti sebelumnya, tenang dan sangat menenangkan. Ruangan dekan menyenangkan, ada minibar yang bisa langsung menyeduh minuman disana. Selain itu karena Pak Dekan yang sangat menyukai alunan instrumen klasik hingga mozart selalu menjadi simphony pengiring diantara perbincangannya dengan para tamu, baik dari dosen atau pun mahasiswa.

"Bu Aya."

"Selamat siang, Pak."

"Selamat siang, silakan duduk." Pak Dekan menyilakan Aya untuk duduk di kursi di seberang mejanya.

Dekan yang bernama Wirawan itu akhirnya mengalihkan perhatiannya kepada Aya.

"Jadi bagaimana Bu Aya?" tanya Pak Wira dengan santun. Dosen kepala 5 itu memang begitu 'mibawani' dengan jajarannya di civitas akademika.

"Saya sangat berharap untuk bisa berangkat, Pak."

"Kemarin saya telah membicarakan dengan pihak akademik universitas dan sesuai dengan pedoman, diperbolehkan asalkan bersedia menandatangani surat pernyataan bahwa tidak akan mengambil cuti istimewa 5 tahun ke depan." Kata Pak Wira langsung pada inti masalah yang membuat Aya senang namun juga terkejut. Maksudnya seperti apa, lima tahun ke depan dia tidak boleh tidak masuk? Bukankah seorang dosen memang beda perlakuannya dengan tenaga pengajar yang lain?

"Mohon maaf Pak, maksudnya seperti apa ya? saya kurang mengerti."

"Jadi pengajuan cuti istimewa seperti ini hanya berlaku untuk 5 tahun sekali. Sehingga apabila sekarang diambil lima tahun lagi baru boleh melaksanakan cuti istimewa kembali." Jawab Wira.

"Untuk cuti panjang seperti ini maksudnya, Pak?"

"Iya."

"Lalu saya bisa mendapatkan draft surat pernyataannya dari siapa Pak Wira?" tanya Aya, intinya Pak Dekan telah memberikan lampu hijau tinggal membuat surat pernyataan saja.

"Saya kirim melalui whatsapp, tandatangani basah diatas materai 6000." Kata Wira yang telah mengirimkan format ke nomor WA milik Aya.

"Baik terima kasih Pak Wira, kalau seperti itu saya akan menghubungi pihak travel untuk segera memproses keberangkatan saya." Kata Aya kemudian pamit untuk undur diri dari ruangan dekan.

Secepat dia undur, secepat itu pula Aya menghubungi travel tournya bahwa dia bisa ikut umroh paket ramadhan. Dan semuanya berjalan seperti biasanya. Aya tetap ke kampus menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar.

"Kamu yakin Nduk?" tanya Adhi saat Aya telah mempersiapkan semuanya.

"Inshaallah, ayah. Aya hanya ingin menenangkan diri dan tentunya bisa mendekatkan diri denganNya. Syukur-syukur nanti di sana Aya bisa menemukan pengganti mas Andhik sehingga ayah dan ibu tidak lagi mendengar gunjingan tetangga memelihara perawan tua seperti Aya sekarang ini." Tidak pernah terlintas di benak orang tua Aya bahwa mereka akan menerima cubitan dari Allah sebesar itu.

Tidak berbeda jauh dari Aya, Andi pun juga sedang wara-wiri ke kampus dan rumah sakit. Selain sebagai dokter Andi juga aktif sebagai tenaga pengajar sehingga sedikit membuat rumit untuk pengaturan jadwal atas izin cuti luar biasanya.

"Tidak boleh ada penambahan ya Dokter." Kata petugas yang mengurus semua cutinya

"Siap, ada lagi yang harus saya tanda tangani?"

"Sudah selesai semuanya Dok."

"Terima kasih."

"Dengan senang hati, dr. Andi."

Semuanya memang telah terskenario dengan begitu indah. Berkas pengajuan cuti dari keduanya telah masuk dalam kelembagaan dimana Andi dan Aya bernaung. Berniat untuk mendekatkan diri kepada sang khalik.

Tidak ada drama berlebih karena sejatinya panggilan dari sang maha pencipta itu begitu indah dan dimudahkan.

Hingga tepat di hari yang dinantikan itu tiba, satu hari menjelang puasa. Aya telah bersiap di T2 Bandara Juanda sebagai terminal udara yang menjadi tempat pesawat pemberangkatannya berada. Diiringi oleh kedua orang tua bersama kedua adik dan keponakan kecilnya, Aya menunggu proses keberangkatannya.

"Mbak Aya nggak check in dulu?" tanya Gita.

"Semua sudah diurus oleh travelnya. Tinggal tunggu saja biasanya proses check in untuk umroh seperti ini memakan waktu hingga 2-3 jam untuk bisa boarding." jawab Aya.

Adhi tersenyum bahagia melihat putrinya sudah jauh lebih baik dari dua bulan yang lalu. Senyumnya kini telah terbit dari bibir Aya meski hanya sekilas lalu. Namun setidaknya itu sudah cukup untuk bisa memberikan tanda bahwa Aya telah bisa menerima semuanya.

"Luruskan niatnya." Pesan Adhi kepada Aya. "Kembali ditoto atine, dilurusne niate. Jangan hanya kuat membayar ongkos ke sana tapi tidak memperoleh apa-apa dari sana."

"Iya Ayah, inshaallah Aya faham akan hal itu. Ayah dan Ibu jaga kesehatan di sini selama Aya ada di tanah suci." Kini berganti Aya yang memberikan pesannya kepada kedua orang tuanya.

"Di Mekah Madinah nanti di maksimalkan ibadahnya, ramadhan kali ini harus sukses lima-limanya." Pesan ibu Aya.

"Inshaallah Bu, puasa, tarawih dan sholat malam, tadarus, lailatul qodr serta zakat fitrah. Aya sudah siap untuk itu." Jawab Aya.

"Karena nanti puasa pasti suasananya akan berbeda dengan hari biasa Aya. Kalau memang memungkinkan untuk melakukan umroh mandiri, silakan tapi jangan lupa tetap jaga kesehatannya. Ibadahmu di sana termasuk ibadah fisik, kesehatan yang paling utama." Sekali lagi Adhi memberikan nasihatnya. Melepaskan sang putri untuk pergi sendiri dengan jarak yang lumayan jauh dan lama memang membuat hati seorang ayah yang begitu mencintai putrinya sedikit khawatir.

"Iya Ayah." Aya membalasnya dengan senyuman manis sebelum akhirnya ketua rombongannya memanggil dan meminta Aya masuk ke ruangan tunggu untuk persiapan boarding.

"Aya berangkat dulu, kita bertemu lagi di hari raya. Inshaallah dengan suasana yang berbeda." Pamit Aya kepada semuanya.

"Hati-hati."

"Assalamu'alaikum." Setelah mendengar jawaban salamnya, Aya segera melangkahkan kaki masuk bandara melalui pintu keberangkatan internasional.

Membutuhkan waktu hampir 11 jam untuk bisa mencapai bumi rasulullah dengan burung besi Boeing 747-400. Aya berharap ini akan menjadi pengalaman pertama yang akan membuatnya selalu rindu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sementara di bandara yang berbeda Andi beserta keluarga dan rombongannya telah bersiap di Soekarno Hatta setelah transit beberapa jam. Meski sudah beberapa kali menggunakan transportasi udara ini, tapi bagi Ayya naik pesawat seperti halnya dia menaiki burung yang terbang ke angkasa. Sehingga banyak sekali pertanyaan yang membuat Andi harus sabar hati untuk menjawab setiap pertanyaan dari putri kecilnya.

"Papa, mengapa tidak kelihatan pohonnya, mengapa cuma awan putih saja? Kan burung kalau terbang suka hinggap di ranting pohon." Tanya Ayya ketika pesawat telah mengangkasa membawa mereka kepada tujuan akhir perjalanan hampir 10 jam itu.

"Karena pesawatnya lebih besar daripada burung jadi hinggapnya tidak bisa di pohon. Pesawat itu hanya terbang dan mendarat di terminal udara yang bernama bandara, Sayang." Ya pesawat memang hinggapnya hanya di bandara, bukan di pohon-pohon seperti burung. Sama seperti hati milik Andi hinggapnya memang hanya untuk Aya seorang.

Bedanya jika pesawat memiliki banyak bandara untuk mendaratkan dirinya. Andi cukup hanya memiliki satu bandara hati untuk mendaratkan cintanya, hati milik Aya.

Sepanjang perjalanannya dia selalu berdoa, semoga apa yang menjadi impiannya untuk bisa bersama, setidaknya bertemu dengan Aya bisa terwujud.

"Hanya berdua saja dengan putrinya, Pak? Istri tidak ikut?" tanya lelaki yang duduk di sebelah Andi karena putri kecilnya memilih duduk di dekat jendela. Dan saat Ayya telah tertidur pulas lalu Andi selesai mengatur tempat duduknya supaya nyaman dipakai tidur oleh putrinya orang di sampingnya menyapa untuk mengajaknya berbincang.

"Kami berangkat berempat." Jawab Andi namun mata orang di sebelahnya seolah menanyakan mengapa harus duduk terpisah?

"Ayah dan ibu saya ada di seat depan, kebetulan saya memang ingin berdua saja dengan si kecil." Jawab Andi sekali lagi.

Tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang masalah pribadi mereka akhirnya berbincang banyak hal yang tentu saja sedang hangat untuk diperbincangkan hingga mereka merasa cukup dan keduanya memang harus memejamkan mata untuk beristirahat.

"Besok kita puasa ya Pa?"

"Iya, Sayang."

"Adik besok juga puasa seperti papa, uti dan kakung." Kata Ayya sambil menikmati makan malam dari suapan tangan Andi.

"Memangnya kuat?"

"Kuat dong, nanti kalau puasa yang adik jadi tambah disayang sama Allah. Jadi kalau mau minta apa-apa sama Allah bisa langsung diberi. Kata Budhe Dewinta seperti itu." Andi tidak menjawab. Dia hanya tersenyum kemudian mengusap kepala putrinya dengan halus.

"Memangnya adik ingin minta apa sama Allah? Minta mainan, boneka?"

"Bukan Papa, adik ingin dipanggil mbak Ayya. Seperti mas Kevka yang selalu dipanggil mas oleh mas Reyzan." Kata sederhana Ayya mampu membuat dunia Andi berhenti beberapa detik hanya sekedar untuk bisa mencerna jawaban dari putrinya.

Dipanggil mbak, itu artinya Ayya ingin memiliki adik. Sedangkan Andi tidak mungkin hamil dan melahirkan sendiri. Dia membutuhkan tempat untuk menampung semua aspirasinya. Bersama mengukir hidung, mata, telinga pada sebuah fase dimana dia akan begitu menikmatinya bersama pasangan halalnya.

Ah, kebutuhan itu seperti mencuat ke permukaan, lagi. Setelah sekian lama dia pendam dan berusaha untuk dianulir meski sejauh ini tidak pernah berniat untuk memuaskan diri dengan permainan solo. Karena permintaan polos putrinya. Angannya mengembara mencari sebuah pelampiasan.

Beruntunglah, logikanya segera tersadar dengan mengirimkan signal kepada lobus frontalisnya sebagai organ yang berperan untuk mengatur emosi serta mengatur impuls dan informasi rangsangan.

"Astaghfirullahaladziim." Lirih bibir Andi mengucapkan istighfar untuk membawa dirinya ke dalam dunia nyata kembali. 'Aku sangat merindukanmu, Aya.'

🥢👣

-- to be continued --


💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 16 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top