21 🌵 Pembatalan Sepihak

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy fasting, happy reading --

🥢👣

LIMA hari menuju pelaminan. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ada seorang utusan yang datang memberikan pilihan untuk membatalkan sebuah pernikahan yang jelas telah selesai persiapannya.

Suara senggukan tangis masih juga terdengar. Bukan ini yang menjadi mimpi untuk seorang Bhatari Ratimaya. Ditinggalkan pergi oleh orang yang telah memberikan janji untuk dapat mengarungi bahtera kehidupan bersama. Di usianya yang menginjak 30 tahun ini Aya memang memutuskan menerima pinangan dari seseorang yang dianggap pantas untuk menjadi imamnya.

Namun entah karena alasan apa tepat 5 hari menjelang hari H pernikahannya Andhika Pamungkas menghilang seolah ditelan bumi. Hingga kabar terakhir satu kepastian dari kedua orang tuanya bahwa kini Andhika tengah menjadi seorang buronan polisi dengan tuduhan penggelapan dana kantornya. Kepala jurusan program studi dimana Aya juga menjadi seorang dosen pengajar dia memang santer diisukan sebagai pelaku tunggal penggelapan dana pengadaan fasilitas fakultas yang turun langsung dari kementrian pendidikan nasional dan juga uang pembangunan beberapa gedung fakultas yang tidak sesuai dengan laporannya.

Tidak ada yang harus disesali, mungkin hanya rasa malu yang kini menjadi sapaan utama Aya. Dosen akuntansi yang hampir menyebarkan undangan pernikahannya bersama dengan Pak Kajur itu kini menjadi bulan-bulanan di fakultas. Ada yang merasa iba ada pula yang dengan sinis mengejek Aya.

"Ya begitulah kira-kira, mungkin korupsi itu dipakai untuk uang pangkal menikah dengan dosen terbaik di fakultas ini ya?" tanya salah seorang dosen yang disambut gelak tawa lainnya. Padahal mereka tahu bahwa Aya ada diantaranya.

Dengan hati yang entah seperti apa rasanya, Aya mencoba untuk berpikir positif. Mungkin dengan cara yang seperti itulah teman-temannya memberikan support moral. Terkadang memang sangat sulit untuk membedakan kapan mereka serius atau sedang bercanda ketika berada di luar kelas.

"Sudah Bu Aya, tidak perlu di dengarkan. Jika mereka ada di posisi Bu Aya belum tentu bisa setegar Bu Aya menghadapi cobaan ini." Kata Bu Isha, salah satu dosen yang letak duduknya bersebelahan dengan meja kerja Aya.

"Terimakasih Bu Isha, andai saya tahu dari awal juga tidak akan menerima. Tapi nasi sudah menjadi bubur supaya tidak menjadi mubadzir sudah sepantasnya kita memakan bubur itu dengan membayangkan enaknya nasi untuk bisa kita makan seperti biasa. Atau kalau perlu kita tambahi saja dengan suwiran ayam dan juga kucai seledri supaya menjadi bubur ayam yang lezat." Jawab Aya. Meski hatinya terluka namun jelas bahwa dia tidak ingin menampakkannya di hadapan teman-teman sejawat.

Kini Aya harus bolak-balik memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi. Beruntunglah memang selama ini Aya menjalin hubungan dekat dengan Kajur yang hendak menikahinya itu tidak sekalipun sang Kajur menggelontorkan dana ke rekeningnya. Sehingga dengan jawaban ketidaktahuannya dia tidak tersangkut dengan kasus yang kini sedang diselidiki oleh pihak yang berwenang.

Pekerjaan dan juga tantangannya menjadi yang terbaik itulah yang akhirnya membuat Aya mengesampingkan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang wanita. Hingga di usianya yang kedua puluh sembilan dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa melawan kodrat sebagai seorang wanita. Melihat teman sebayanya di kampung kini telah menimang putra membuat Aya memutuskan untuk segera mengakhiri masa lajangnya dengan menerima pinangan Andhika, rekan sesama dosen yang dia kenal dan ketahui baik budinya. Meskipun dia telah menyandang status duda namun Aya tidak melihat satu kejelekan dari kepala jurusannya ini. Hingga akhirnya dia mengetahui rahasia besar yang memupus semua mimpinya.

Qodarullah memang mereka tidak berjodoh.

"Benar kan apa yang pernah saya katakan dulu. Pada nggak mau mendengarkan, nggak mau percaya dan menganggap itu hanya sebuah kesyirikan nyatanya benar. Tidak ada yang berani mendekati Aya karena dulu ketika Gita menikah tidak melakukan ritual seperti yang leluhur kita lakukan." Suara Bu Ambar yang dulu pernah begitu vokal bertanya ini itu saat pernikahan Basagita digelar. Dan kini saat Aya membutuhkan dukungan mulut manisnya kembali berulah dengan mengatakan bahwa semua ini adalah kutukan.

"Bu Ambar maaf, sebaiknya panjenengan jangan berkata seperti itu. Rasanya tidak pantas seorang wanita yang begitu dihormati di kampung kita ini berkata yang seharusnya tidak perlu didengarkan oleh orang lain." Bu RT yang memilih untuk menegur langsung bu Ambar setelah mengucapkan kalimat panjang yang jika sampai Aya ataupun keluarganya mendengar akan menimbulkan kesalahfahaman.

"Loh, tapi benarkan? Pernikahannya dibatalkan. Bahkan laki-laki yang berminat untuk meminangnya saja tidak ingin meneruskan. Coba kalau dulu mendengarkan apa kata saya, pasti tidak akan seperti ini." Kata bu Ambar lagi dengan semangat 45.

"Benar itu Bu RT, kita ini tinggal di Jawa sudah sepantasnya kalau kita juga memakai tatanan orang jawa untuk menjadi tolak bala. Leluhur kita dulu adem ayem dengan memakai itu." Sambung yang lainnya tidak setuju dengan ucapan Bu RT.

Mengapa seolah-olah Bu RT yang kini menjadi amukan warganya padahal maksudnya hanya tidak ingin warganya saling berseteru atas apa-apa yang sebenarnya bukan menjadi urusan mereka. Ah, apakah mereka lupa bahwa yang menjadi masalah itu adalah leluhur mereka yang dulu mayoritas belum beragama islam, belum mengenal AlQur'an dan tentu saja banyak ritual yang mereka yakini untuk bisa menolak atau mungkin menjalankan aturan segala sesuatunya sesuai dengan ajaran yang mereka yakini dulu.

Jika pada akhirnya Aya meyakini islam dan hanya menjadikan AlQur'an dan Hadist sebagai penuntun jalannya apakah itu suatu kesalahan? Tentu bukan. Sama dengan penganut agama selain islam yang meyakini bahwa apa yang telah tertulis di kitab mereka sebagai pedoman hidup.

"Itu haknya Mbak Aya dan keluarga Ibu-ibu. Jangan sampai kejadian seperti ini justru akan memecah belah kerukunan bertetangga. Sebaiknya kita selalu menjaga diri dari hal-hal yang bisa menimbulkan perpecahan. Saya berbicara seperti ini bukan untuk membela Mbak Aya atau keluarganya, namun karena suami saya menjadi RT hingga akhirnya timbul kewajiban itu untuk mengingatkan. Bahwa rukun dengan keluarga dan tetangga itu adalah hal yang paling utama." Sekali lagi Bu RT memberikan pengertian kepada warganya.

"Ya biarin saja, tapi terbukti benar apa kata saya. Jadi bisa untuk pembelajaran yang lainnya, jangan sampai kita punya gawe tapi nggak menyiapkan ubo rampe seperti yang telah diajarkan oleh leluhur kita." Bu Ambar masih juga tidak mau kalah yang pada akhirnya membuat Bu RT tidak lagi mengemukakan pendapatnya.

"Benar itu Bu RT."

"Benar itu."

"Benar itu." Kata yang lainnya membenarkan ucapan Bu Ambar.

Susah memang jika bertetangga dengan orang seperti ini. Yang sangat disayangkan biasanya orang-orang seperti bu Ambar ini justru memiliki banyak sekutu dan membuat situasi menjadi semakin ambyar.

"Ya sudah kalau ingin seperti itu terus, saya hanya mengingatkan. Maaf kalau sekiranya keliru." Kata Bu RT kemudian berniat untuk meninggalkan semua karena pertemuan dengan warganya telah selesai.

Sementara di rumah Aya, seluruh keluarga sedang berkumpul untuk membahas apa yang akan mereka lakukan dengan barang-barang yang telah tersedia untuk perhelatan pesta pernikahan Aya dan Andhika.

"Sebaiknya kita undang anak-anak yatim piatu dari panti asuhan saja, Ayah. Sekaligus dibagikan kepada fakir miskin dan dhuafa. Mereka pasti akan sangat senang menerimanya. Anggaplah ini sedekah kita untuk mereka. Dan barang-barang yang masih memungkinkan untuk dijual ya sebaiknya dijual saja daripada mubadzir." Menangis memang tidak akan menyelesaikan masalah dan Aya memang harus berani mengambil keputusan dengan tetap melangkah dan menatap masa depannya.

Pergunjingan tetangga, teman-teman dan rekan sejawat berusaha dia abaikan hanya untuk mencari ketentraman jiwa. Baginya akan tetap sama, mengurung diri di dalam rumah tidak akan memberinya penyelesaian. Dia memang harus segera bangkit untuk tetap berjalan sesuai dengan koridornya.

"Ah ternyata calonnya koruptor ya? Nggak sangka loh, sudah telat menikah sekalinya ada yang melamar ternyata seorang koruptor."

"Iya, rugi bandar ini namanya doktor dengan predikat cumlaude ternyata salah menentukan calon suami, kasihan amat ya dosen terbaik kita."

"Dosen terbaiknya ternyata pinter. Sayang ya saking kelewat pinternya jadi nggak sadar kalau ternyata malah menjadi orang paling bodoh sefakultas. Orang seperti itu diterima jadi calon suami."

"Ya namanya perawan tua, apalagi?"

Itu hanya sebagian kecil bahkan telinga Aya pernah mendengar yang jauh lebih kejam daripada itu semua. Siapa yang patut disalahkan?

Keadaan atau memang hanya nafsu yang memburu dengan perubahan status kehidupan. Bukan, Aya tidak bernafsu untuk merubah statusnya menjadi married dalam waktu dekat. Dia hanya ingin menjadi seorang anak yang berbakti kepada orang tua, menjadi seseorang yang bisa menepati janjinya bahwa setelah pendidikan doktoralnya Aya akan memikirkan untuk hidup berumah tangga. Meski hatinya tidak ingin ingin namun berusaha untuk bisa menerima.

Namun lagi-lagi, dzat pemberi kehidupannya berkata lain.

Hari ini yang seharusnya dia menjadi seorang ratu bersanding dengan Andhika Pamungkas di pelaminan, nyatanya rumahnya kini dipenuhi oleh anak-anak yatim piatu dari beberapa panti asuhan dan juga beberapa kaum dhuafa.

Bukan pesta dengan kemewahan namun Aya hanya ingin membagi sebagian rezeki yang telah diperoleh, kesehatan serta kelancaran segala urusannya di dunia. Tidak ada hal lain yang tidak patut untuk selalu disyukurinya.

"Ini syukuran Mbak Aya lulus doktor berpredikat dengan pujian. Semoga kami semua juga diberikan kesempatan untuk bisa seperti Mbak Aya nanti."

"Semoga Allah selalu melimpahkan kebahagiaan kepada Mbak Aya dan keluarga."

"Semoga selalu diberikan kesehatan dan kebarokahan hidup dunia dan akhirat."

Tidak satupun doa dari para tamunya yang terlewat untuk diaminkan oleh Aya dan keluarganya. Semua terucap dari bibir-bibir yang inshaallah dengan tulus mengatakan itu dari dalam hatinya.

Ternyata memang seperti itulah mungkin cara Allah memaksa Aya untuk bisa berbagi sedikit lebih banyak dari biasanya kepada mereka yang sangat membutuhkan. Bukan untuk pamer tapi kadang kita juga bisa memanfaatkan akar apabila telah mencari rotan di sebuah hutan namun tidak juga menemukannya.

"Alhamdulillah, meski dengan banyak rintangan ternyata Allah memudahkan kita untuk saling berbagi dengan sesama." ucap Aya setelah acara yang diselenggarakan sebagai pengganti acara pernikahannya selesai.

Tidak ada yang tidak menangis setelah para tamu telah meninggalkan tempat acara. Memandang Aya seperti memberikan sedikit support kepadanya namun sepertinya wanita tiga puluh tahun itu begitu tegar menjalani apa yang telah tertulis untuknya. Saat dia sudah mulai pasrah dan mengalah untuk menerima namun ternyata justru Allah memberikan petunjuknya.

"Jangan pernah meneteskan air mata lagi. Sekarang ayah hanya bisa berdoa semoga apa yang menjadi inginmu tercapai. Jangan patah semangat, Allah memberikan jalan yang indah untukmu di depan. Maafkan ayah yang mungkin secara tidak langsung memaksamu untuk menerima Andhika." Kata Adhi saat dia bisa bicara berdua dengan Aya.

"Ayah, Aya ikhlas menerima semuanya meski itu sangat sulit tapi setidaknya Aya telah berusaha menumbuhkan perasaan untuk mas Andhik. Walau nyatanya sekarang apa yang kita dapatkan?" bukan menyesal hanya saja Aya masih belum bisa percaya bahwa calon suaminya bisa berbuat seperti itu.

Benar-benar cobaan seseorang dengan jabatan yang diamanahkan. Cobaan bagi orang yang seharusnya bisa memanfaatkan fasilitas itu dengan sebaiknya bukan malah menumpuk untuk kepentingan pribadinya.

"Karena sesungguhnya memang hanya Allah yang tahu apa yang terbaik untuk kita. Ayah menyerahkan semuanya kepadamu." Kata Adhi sekali lagi.

Ada gurat kecewa yang begitu kentara tergambar jelas di raut muka Adhi Prasojo. Putri sulungnya bisa berhasil dalam pekerjaan namun mengapa soal jodoh sepertinya harus menuruni lembah, naik gunung dan menyeberangi lautan?

"Aya pasti akan melakukan yang terbaik untuk Ayah, Ibu dan semuanya. Itu yang bisa Aya janjikan kepada kalian. Karena Aya sayang kalian, tapi untuk sekarang biarlah Aya kembali fokus ke pekerjaan dulu Yah. Nggak enak juga dengan semuanya setelah ada kejadian seperti ini langsung mencari pengganti. Kalau memang sudah waktunya pasti Allah mendatangkan dengan caraNya yang luar biasa, inshaallah." Jawab Aya yang tidak sampai hati memupus keinginan kedua orang tuanya. Mereka benar usia Aya memang sudah waktunya, bahkan sangat matang dikatakan untuk bisa membina rumah tangga dengan seorang pria yang tentunya baik akhlak dan budinya.

"Aamiin."

Menunggu memang hal yang paling membosankan, menunggu yang berjanji datang saja banyak bosannya apalagi menunggu seseorang yang sekarang tak tau entah dimana dan entah kapan pula dia datang pasti akan terasa melelahkan.

Percayalah, manusia hanya bisa menentukan rencana, target, atau harapan. Pada akhirnya hanya Allahlah dzat yang maha menentukan.

Seperti halnya hujan, seberat apapun awan menggantung di udara, segelap apapun langit saat siang, tidak ada seorang manusia pun yang tahu apakah hujan akan benar-benar akan turun. Tidak ada yang salah dengan menuliskan harapan tentang masa depan. Tentang usia berapa idealnya menikah, menimang anak pertama, atau mengantar mereka ke sekolah. Tidak ada yang melarangnya sama sekali.

Namun, akan lebih baik jika itu semua dibalut dalam doa yang tulus. Dengan segenap rasa pasrah akan kebesaran kuasa Allah.

Meski sulit namun untuk mencapai titik pasrah yang sebenarnya adalah dengan merelakan apa yang sudah terjadi. Mengejawantahkan usaha ikhlas paling murni.

Sabar menunggu sembari istiqomah berdoa dan memantaskan diri. Allah telah menyiapkan jodoh terindahnya yang entah kapan akan ditemui.

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 14 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top