18 🌵 Tawa dari Gembiraloka

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy fasting, happy reading --

🥢👣

KEBUN binatang bagi anak-anak adalah suatu tempat yang sangat mengasyikkan. Terlebih mereka bisa melihat dan mengenal lebih dekat tentang banyak fauna yang selama ini tidak pernah ada di lingkungan rumah tinggalnya.

Pagi ini, wajah ceria menghinggapi raut wajah bocah berusia tiga setengah tahun itu. Mendapatkan kesempatan membawa sang Papa ke kebun binatang bersama guru dan teman-temannya di pre school.

Ayya, pagi ini telah siap dengan rambut kuncir dua dengan pita berwarna merah yang sedari pagi telah disiapkan oleh Andi. Sejak memiliki Ayya, Andi memang sudah terbiasa dengan aktivitas salon dadakan untuk putri tercintanya setiap pagi.

"Papa mandi dulu, adik mainan sendiri ya." Kata Andi ketika Ayya telah siap dengan penampilannya.

"Jangan lama-lama. Nanti monetnya tidul lagi."

Tak butuh waktu lama, Andi membersihkan diri dan bersiap dengan pakaian casual. Kali ini polo shirt dan celana jeans dipilih untuk melengkapkan penampilannya.

Ransel perlengkapan Ayya juga sudah disiapkan oleh Andi tinggal memasukkan termos air panas untuk membuat susu Ayya dan juga buah yang nanti akan diambilnya dari lemari pendingin.

"Papa, nanti kita naik bis belcama teman-teman?" suara Ayya ketika mereka berjalan keluar kamar.

"Tidak, kita akan membawa mobil sendiri. Nanti kalau papa tiba-tiba dapat telepon dari rumah sakit bisa langsung pulang." Dari awal memang Ayya telah mengerti bagaimana pekerjaan papanya hingga dia tidak banyak menuntut apabila Andi menjelaskan dia mendapatkan telepon dari kantor untuk segera ke rumah sakit.

"Opelasi?" Andi tersenyum kemudian mencium pipi putri kecilnya.

Sampai di meja makan Narni memandang mereka berdua dengan penuh tanda tanya. Pasalnya bukan masalah kemesraan mereka hanya saja melihat Andi dan Ayya telah bersiap dengan ransel di punggung, mereka berdua pasti telah memiliki acara di luar bersama.

"Adik mau kemana dengan papa?" tanya Narni kepada Ayya saat bocah kecil itu telah duduk di kursi sementara Andi menyiapkan air panas dan beberapa buah-buahan yang dimasukkan kedalam mealbox.

"Mau liat monet." Narni mengerutkan keningnya. Apa mungkin Andi bertemu dengan Citra sesuai dengan jadwal yang telah diberikannya dua hari yang lalu di kebun binatang?

Harusnya hari ini memang Andi bertemu dengan Citra sesuai dengan permintaan Ibunya. Hanya saja karena sekolah Ayya juga sedang mengadakan study tour ke kebun binatang Gembiraloka membuatnya bisa bernafas dengan lega. Setidaknya ada alasan untuk menghindar berbicara dengan Citra. Meskipun dari awal Andi sudah mengatakan menolak untuk bertemu dengan Citra, sekali lagi demi menghormati Ibunya yang bersahabat dengan orang tua Citra. Andi mengiyakan namun tidak bisa berjanji kapan bisa terlaksana.

Jika akhirnya sekarang dia memilih untuk mengantarkan Ayya ke kebun binatang, ya jelas bukan salahnya karena janji itu dibuat Narni bersama Citra tanpa meminta persetujuan Andi. Mengingat untuk meminta waktu longgar Andi teramat sulit, sehingga Narni mengambil kebijakannya sendiri.

"Nanti biar Tante yang paksa Andi untuk menemuimu." Kata Narni kala dia bertemu dengan Citra dan membuat kesepakatan itu.

"Tante yakin?"

"Setidaknya aku ibunya. Dia pasti tidak bisa melawan jika tidak ingin dikatakan anak durhaka." Kata Narni hingga akhirnya muncullah tanggal hari ini yang seharusnya Andi menemui Citra di tempat yang telah ditentukan oleh Narni. Tapi sepertinya rencana itu hanyalah tinggal rencana karena Andi lebih memilih bersama Ayya pagi ini dan entah sampai kapan kalau sudah memiliki acara di luar. Papa dan anak itu suka lupa waktu, bisa jadi kembali pulang setelah Ayya lelah dan tertidur atau bahkan mereka berdua memilih menginap di hotel karena mendadak harus ke luar kota tanpa rencana.

"Andi, kalian jadi bertemu dengan Citra kan?" tanya Narni ketika Andi akan pamit berangkat bersama Ayya.

"Ayya ada acara sekolahnya, Bu. Dan aku sudah janji untuk bisa mendampinginya sama seperti orang tua teman-temannya yang lain." Jawab Andi. 

"Lalu Citra bagaimana, Ibu sudah memesankan tempat untuk kalian bicara."

"Ibu saja yang menemui Citra, aku harus menemani Ayya ke Gembiraloka untuk acara sekolahnya."

"Itu bisa besok kita ke Gembiraloka sendiri, toh kalian juga membawa mobil sendiri bukan?" tanya Narni karena mengetahui dengan pasti Andi pasti menggunakan mobilnya sendiri menuju kebun binatang itu.

"Pastinya karena tidak mungkin Andi bersama dengan ibu-ibu temannya Ayya. Tapi bukan berarti Andi bersedia untuk datang sendiri keesokan harinya. Ayya juga butuh bermain bersama temannya, Bu. Psikologis perkembangannya membutuhkan itu untuk dia dan Andi tidak ingin melewatkan perkembangan golden agenya." 

Rasanya dulu Narni menyekolahkan Andi bukan untuk selalu menolak atau beradu argumen dengannya. Namun mengapa setelah pendidikan akhir Andi telah selesai seolah Narni merasa bahwa putranya ini seringkali menolak keinginannya. Sebenarnya siapa yang salah di sini? Sebagai seorang Ibu tentu menginginkan putranya segera memiliki pendamping, ada yang mengurus segala kebutuhannya, dan juga bisa membesarkan Ayya bersama. 

Namun masalahnya Andi tetaplah Andi yang masih saja bungkam dengan inginnya. Andai kedua orang tuanya tahu pasti mereka dengan tangan terbuka membantu untuk merealisasikan. Andi masih saja tidak ingin orang lain tahu siapa dan bagaimana ingin yang ada di dalam hatinya.

"Temui Citra dulu baru antar Ayya ke kebun binatang."

"Tidak Bu, lagian mana ada cafe buka sepagi ini?"

"Itu urusanmu." Narni sudah kembali menyerah. Sepertinya Andi memang harus berbicara dengan Citra.

"Baiklah, Andi akan bicara dengannya. Tapi tidak janji untuk bertemu dengan Citra."

"Maksudmu?" tanya Narni seakan gemas dengan perilaku putranya. Dia bukan lagi seorang remaja yang menye-menye, namun untuk bertemu dengan wanita saja perhitungannya mengalahkan pemilik toko sebelah.

"Nanti Andi telepon. Ibu batalkan makan siangnya atau ya, terpaksa ibu sendiri yang datang menemui Citra. Maaf Bu, jangan paksa Andi untuk menerima sesuatu yang sesungguhnya tidak ingin Andi jalani."

Kalah sudah, jika sudah begini Narni memang tidak lagi bisa berkata tidak. Andi memang tidak pernah menolak permintaan keluarganya kecuali tentang sebuah pernikahan dan seorang wanita. Rasanya semua wanita itu sama, memiliki 2 mata, 2 telinga dan semuanya Allah menciptakan dengan persamaan. Hanya saja tentang hati dan rasa memang tidak bisa dipaksa. Tidak semua orang bisa langsung merasakan getar yang tersampai oleh lawannya.

Akhirnya Andi benar-benar memilih untuk mengantarkan putri kecilnya. Setidaknya meskipun nanti pasti menjadi bahan ledekan ibu-ibu dari teman sekolah Ayya, Andi bisa menanggapi dengan biasa saja daripada harus duduk berdua dengan seorang wanita dan harus berbasa-basi dengan banyak hal yang tidak diinginkannya.

Jangan ditanyakan bagaimana gembiranya Ayya dan teman-temannya. Andi yang memang sudah terlatih mengurus Ayya sendiri membuatnya sangat cekatan ketika putri kecilnya minta ini dan itu.

"Papa, adik haus. Mimik cucu dulu." Dan sebagai seorang ayah yang baik. Beristirahatlah mereka kemudian Andi membuka perbekalannya dan membuatkan Ayya susu botol. Mungkin jika ibu dari teman-temannya Ayya ada yang single tentu akan tertarik melihat bapakable di diri dokter yang kini telah berusia 36 tahun itu.

"Wah ternyata dr. Andi cekatan juga ya ngurus Ayya. Pantas jika Ayya memang sangat dekat dengan beliau." Nahkan 'bisik-bisik tetangga, kini mulai terdengar selalu.'

"Bukan hanya dekat, sepertinya Ayya memang nggak ingin bermain dengan orang lain kalau sudah bersama papanya."

"Mengapa mendadak ingin menjadi Ayya ya?"

"Hush, ini ibu-ibu kalau ada barang bagus sedikit sudah pada heboh pengen miliki."

Gurauan seperti itu dikalangan ibu-ibu sepertinya sudah sangat lazim terjadi. Hanya sebatas canda gurau bukan sesuatu yang nyata.

"Papa nanti kita lihat macan cama ulal ya?"

"Ular?" tanya Andi saat Ayya sudah menandaskan satu botol susunya. Seperti mendapat tenaga baru, gadis kecil itu kembali meminta papanya untuk mengajaknya melihat semua hewan yang ada di kebun binatang. Beberapa kali juga bercanda bersama teman-teman kecilnya.

Sungguh melihat pemandangan seperti ini semua memori Andi kembali bersama Aya, dua puluh lima tahun yang lalu.

"Papa, itu ada kuda pake kaos?" Andi terkesima mendengar ucapan putrinya dengan tiba-tiba.

"Kuda? Kaos?"

"Iya, itu." Jari telunjuk Ayya menunjuk kepada sekumpulan zebra yang sedang menikmati makannya. "Itu kaosnya pake leceleting atau pake kancing, telus kalau panas bica dibuka kaosnya."

Senyum Andi tertahan di kerongkongan. Imaginasi anak-anak memang luar biasa. Sebelumnya memang Ayya sudah sering melihat kuda. Yogyakarta dengan bendi adalah hal yang lumrah bahkan hampir setiap jalan-jalan di Malioboro Ayya meminta papanya untuk mau mengajaknya berkeliling dengan menggunakan kereta kuda itu. Sehingga ketika melihat zebra yang bentuknya seperti kuda namun dengan corak hitam putih di badannya seolah-olah dalam bayangannya adalah kuda yang dipakaikan baju atau tshirt.

"Itu namanya zebra, Sayang." Jawab Andi kemudian.

"Bukan kuda pake kaos?" tanya Ayya sekali lagi. "Bukan, jadi kulitnya memang hitam dan putih seperti itu."

"Tapi codalanya kuda?" tanya Ayya lagi seolah masih ingin mengulik lebih jauh tentang zebra yang mirip kuda tapi dengan rupa yang berbeda.

Kuda dan Zebra memang sangat dekat berkerabat karena mereka masih dalam satu genus yang sama yaitu Equus. Namun tetap saja tidak mungkin Andi menjelaskan tentang itu kepada Ayya. Apa kabar anaknya itu nanti ketika melihat Okapi? Hewan perpaduan antara kuda, zebra dan jerapah.

"Iya, mereka masih saudara seperti Adik Ayya dan juga Kak Reyzan." Itu lebih masuk akal dan bisa diterima oleh Ayya.

Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dilontarkan putri kecilnya saat melihat pemandangan yang baru pertama kali disaksikan dengan mata telanjangnya.

"Papa, mengapa kandangnya macan itu ada jelujinya? Apa meleka dipenjala. Kan nggak nakal." Memiliki anak cerdas dan kritis itu sangat menyenangkan. Tapi Ayya memang luar biasa bibit keponya hingga membuat Andi kehilangan kata-kata untuk menjawab.

Kalau sudah seperti ini rasanya memang Andi membutuhkan pendamping untuk membesarkan Ayya bersama. Dan rasanya lagi dia ingin langsung bertanya kepada malaikat dimana mereka menyembunyikan Aya sekarang.

Acara dari pre school Ayya memang selesai jam 13.00 tepat setelah mereka menikmati makan siang. Sehingga setelah itu Andi bisa mengajak Ayya berpindah ke tempat yang lain.

"Ingat pesan bu Guru, besok kalau sudah masuk adik harus bisa bercerita tadi melihat apa saja dengan papa." Ayya mengangguk lalu beberapa kali menguap. Sepertinya gadis itu memang sedang lelah dan mengantuk.

Harusnya Andi bisa pulang saat ini namun dia memilih untuk berkeliling kota terlebih dulu. Tidak ingin mendapati Ibunya memaksanya untuk bertemu dengan Citra sekali lagi.

Biarlah hari ini Andi dicap sebagai lelaki yang sombong dengan membatalkan pertemuannya dengan Citra dan secara tegas Andi menolak acara kedua orang tua mereka yang berusaha untuk mendekatkan mereka.

"Maaf Citra, tapi aku memang harus mengatakannya bahwa ada seorang wanita yang aku tunggu hingga saat ini. Dan aku belum menemukannya kembali." Kata Andi saat mereka terhubung pada sambungan telepon.

"Maksud Mas Andi?"

"Intinya aku mencintai wanita lain dan itu bukan kamu, mohon maaf untuk itu. Kamu cantik pasti banyak pria yang lebih dari aku di luar sana yang berusaha mendekatimu." Kata Andi.

"Tapi, aku terlanjur menaruh harap dengan kita, Mas."

"Maaf, aku tidak bisa memberikan harapan lebih kepadamu." Putus Andi.

Bukan mencari alasan tapi memang demikianlah adanya. Andi tidak bisa mempermainkan hati wanita. Lebih baik dia mengatakan tidak daripada memberikan sebuah harapan palsu kepada mereka.

Dan tibalah kini mobilnya berhenti di sebuah area parkir yang pastinya akan membuat Ayya sangat antusias untuk melengkapkan harinya bersama papa tersayang.

Tanpa bermaksud membangunkan Ayya, Andi menggendong putrinya untuk membeli tiket dan segera masuk ke wahana permainan air yang begitu disukai oleh Abinayya.

Saat mendengar riuh rendah suara pengunjung yang lain barulah kedua mata Ayya terbuka. Sengaja Andi memang tidak ingin mengusik tidur putri kecilnya.

"Papa, kita mau belenang?"

"Ganti baju dulu ya?" seketika mata Ayya membulat sempurna dan menganggukkan kepala.

Cinta ayah kepada putrinya memang bisa mengalahkan harga dirinya.

Bentuk ayah dan ibu yang melebur menjadi satu pada sosok Andi bagi Ayya. Sebagai ibu yang mencintai anaknya tanpa syarat juga sebagai ayah melengkapinya dengan banyak perlindungan. Cinta pertama sebagai gambaran tentang sosok pria.

Sebagai kepala keluarga, Andi tentu akan merawat dan menjaga Ayya dengan baik sebagai penjagaan terbesar karena Ayya adalah permata yang berbentuk sebagai anak perempuannya.

Jika ada satu pelajaran hidup paling penting yang bisa diambil dari seorang ayah itu adalah bagaimana menjadi kuat. Kuat bagi perempuan bukan dalam arti fisik melainkan ketegaran dalam menghadapi segala sesuatu dan bangkit kembali. Andi berusaha untuk memperkenalkan itu kepada Ayya.

Bahkan jika pada saatnya nanti Andi yang harus mampu untuk bisa memengaruhi hubungan masa depan Ayya. Itu masih sangat jauh tapi Andi berusaha mempersiapkan dengan begitu sempurna. Sebagai rujukan bagi Ayya dalam mencari pasangannya kelak.

"Papa, kita mainan di kolam alus."

Dan sepertinya mereka akan menghabiskan waktu hingga fajar menyapa dan pintu waterpark tertutup untuk seluruh pengunjung.

Selalu ada cerita antara papa dan putri tercantiknya.

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 12 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top