17 🌵 Setangkup Haru dalam Rindu
بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy fasting, happy reading --
yang Madura tolong dirapikan bahasa madura engko' yang masih belepotan. Ma'lum marè abit, dhâddhih bânnya' sè loppa. Mator sekelangkong.
🥢👣
CINTA pertama bagi seluruh anaknya. Predikat yang entah siapa yang memulainya dulu telah membuat pria separuh baya itu selalu berusaha untuk bisa memberikan yang terbaik untuk semua putra-putrinya.
Mengetahui kenyataan bahwa hati sang putri telah tertawan dengan pesona arjuna yang entah dimana keberadaannya kini membuat hati dan kakinya tergerak untuk mencari. Setidaknya ada sebuah usaha sebelum pada akhirnya semua diserahkan kepada sang pencipta, dzat yang maha memiliki dan maha mengetahui.
Berbekal dengan sedikit informasi, kali ini Adhi Prasojo berangkat menuju ke kota dimana dulunya adalah menjadi tempat untuk Aya dan Andi bertemu dan mungkin sejak itu putrinya menautkan hati. Saat dimana Aya belum bisa mendefinisikan apa arti cinta itu dalam arti yang sebenarnya.
Anggaplah ini sebuah silaturahim setelah sekian lama tidak tidak pernah kembali ke kota sapi. Sementara Aya juga sudah kembali mengajar kembali setelah menyelesaikan studinya. Sebagai seorang doktor baru dan termuda di jajaran sejawatnya membuat wanita yang masih berstatus gadis itu mendapatkan banyak sekali tawaran untuk bisa mengambil side jobs di beberapa universitas swasta di kotanya.
"Ayah yakin berangkat ke Bangkalan sendiri?" tanya Ibu Aya ketika menyiapkan segala peralatan Adhi untuk berangkat ke Madura.
"Jika perlu harus ke Jogja atau kemanapun tempat tinggal keluarga Pak Agus, Bu. Ayah tidak ingin mengecewakan Aya atau siapapun. Intinya sebelum kita menyerahkan kepada Allah, ada baiknya kita mencoba untuk mencari." Kata Adhi sebelum dia benar-benar berangkat dengan diantar seorang driver yang telah disewa untuk mengemudikan mobilnya ke Bangkalan.
Tidak penolakan, bahkan tidak juga sanggahan. Memiliki seorang anak perempuan yang hampir melewati batas yang lazim untuk memutuskan berumah tangga membuatnya harus berani mengambil segala resiko. Terlebih Aya adalah putri sulungnya, jadi jangan pernah bertanya lagi bagaimana perasaan sayangnya seorang ayah kepada putri sulung mereka. Jika perlu calon suaminya benar-benar harus lulus standar qualified fit and proper test.
Selain ibu Aya, tidak seorang pun yang tahu bahwa Adhi berangkat ke Bangkalan untuk mencari keberadaan keluarga Agus Wondo. Jika Aya telah mencari di banyak kantor polisi selama dulu dia menempuh pascasarjana di Yogyakarta maka mungkin dengan sedikit mengorek keterangan dari warga tempat mereka tinggal di Arosbaya atau bahkan mungkin di jajaran staf Kepolisian Resort Bangkalan memiliki jawaban atas segala pertanyaan yang ada di dalam hatinya.
Hanya akan ada hasil jika kita bersedia untuk berusaha.
"Kita langsung ke Arosbaya ya Mas." Kata Adhi kepada sang driver. Mereka memang telah melewati jembatan Suramadu yang membuat perjalanan relatif lebih singkat jika dibandingkan harus naik kapal feri.
Dengan ingatannya yang masih melekat dengan baik, Adhi mengarahkan drivernya untuk mengambil jalur sesuai dengan yang diarahkannya. Ada beberapa jalur alternatif yang bisa mempersingkat perjalanan mereka tanpa harus melewati jalur protokol yang lumayan ramai.
"Dulu berapa lama Pak di sini?"
"Ya kurang lebih sekitar 4 sampai 5 tahunan. Lumayanlah ketika itu transportasi tidak semudah jaman sekarang. Saya berangkat pagi dari Malang bisa sampai maghrib di Arosbaya." jawab Adhi sambil membuka kembali memori yang telah lama disimpannya.
Bertemu dengan keluarga Pak Klebun dan berbasa-basi khas silaturahim orang yang telah lama tidak berkomunikasi.
"Dâremmah kabhârna Aya, Pak?" -- bagaimana kabarnya -- "Pastèh Aya marè dhibâsah bâjarina. Marè alakeh par ghita'?" Adhi Prasojo tersenyum. Setiap kali bertemu dengan orang yang mengenal keluarganya dengan baik pertanyaan itu tidak akan pernah terlupa. Aya telah menikah atau belum, tentu karena memang Aya telah lebih dikatakan dari dewasa untuk berumah tangga.
"Engghi, ka'ruwah ghi' ghita' meni." -- iya, dia belum menikah --
Dan percakapan itu berlangsung lumayan lama hingga sampailah Adhi pada pokok pembicaraan yang menjadi tujuan utamanya datang ke Arosbaya. Menanyakan perihal informasi keluarga Pak Agus Wondo. Namun karena memang peristiwanya sudah sangat lama dan setelah itu pula mereka tidak saling berkomunikasi sehingga tidak lagi mengerti seperti apa warta dari kapolsek yang pernah bertugas di daerah mereka itu.
"Terakhir memang beliau berpindah tugas ke Yogyakarta kembali, Pak. Tapi kami juga kurang memahami masih menjabat sebagai kapolsek atau ke jabatan yang lain. Mungkin lebih jelasnya bisa ditanyakan ke Polsek atau ke Polres."
Dan sepertinya Adhi memang harus bergerak ke Polsek atau Polres untuk menanyakan perihal ini. Ah, semoga saja alamat bukan merupakan suatu rahasia seperti halnya di perbankan yang masuk menjadi salah satu bagian dari rahasia bank yang tidak bisa diakses oleh berbagai pihak.
Yogyakarta adalah tujuan akhirnya kini. Informasi yang diperolehnya dari lembaga kepolisian itu memang mengerucut pada kota asal mereka. Dan Adhi harus bergerak ke sana, hanya saja sepertinya tidak ingin ke Jogja sendirian. Adhi ingin mengajak serta istrinya sekaligus sebagai acara untuk mengisi waktu libur mengajar mereka. Dan saat ini kembali ke Malang adalah keputusan paling baik.
"Kalau misalnya nanti kita tetap tidak menemukan bagaimana Yah?"
"Ya anggap saja kita sedang berlibur ke Yogyakarta." Jawab Adhi sambil terkekeh meskipun hatinya juga sedang kembang kempis menyiapkan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya.
Adhi dan istrinya benar-benar berangkat ke Yogyakarta. Mencari keluarga Agus Wondo mengapa seperti mencari sebuah jarum di tumpukan jerami, bukan tidak mungkin untuk ditemukan namun perjuangannya untuk menemukan itu tentu membutuhkan tenaga yang super istimewa.
Sementara di waktu yang sama namun situasi yang berbeda. Andi kini benar-benar menikmati perannya menjadi seorang Papa untuk putri kecilnya. gadis kecil itu kini telah berusia 3 tahun. Sejak kejadian dengan Citra tiga tahun yang silam, Narni tidak lagi berniat untuk mencarikan pendamping untuk Andi. Dia sudah berada di titik pasrahnya, menyerahkan semuanya kepada sang putra asal Andi tidak berbelok dengan tidak menyukai wanita lagi.
"Aku normal Bu, percayalah. Suatu saat nanti aku menemukan yang klik di hati pasti akan aku bawa kepada ayah dan ibu." itu ucapan Andi dua tahun yang lalu. Saat usia Ayya masih setahun dan sampai kini Ayya berusia 3 tahun bahkan hendak menginjak 4 tahun tidak ada tanda-tanda Andi akan memperkenalkan seorang wanita istimewa kepada Narni.
"Papa, ada tamu mencari Papa." Suara Ayya mengusik ruang dengar Andi. Tidak biasanya ada tamu mencari dirinya akhir pekan seperti ini.
"Siapa?" tidak ingin menjawabnya Ayya justru kembali asyik dengan boneka dan mainannya.
Andi berjalan menuju ke ruang tamu menemui siapa gerangan tamu yang dikatakan putri kecilnya. Dan sepertinya suara Agus Wondo juga Narni ibunya juga telah menyambut mereka karena sudah saling bersenda dengan renyahnya.
Saat mata Andi menangkap siapa yang kini menjadi tamunya, ada perasaan enggan sepertinya untuk menemui sayangnya Narni telah menangkap kehadirannya terlebih dulu sebelum dia berhasil untuk melarikan diri.
"Andi, ini Citra dan keluarganya datang untuk bertemu denganmu. Kemarilah." Suara nyaring Narni membuat semua mata yang ada di ruang tamu itu tertuju kepadanya.
Mau tidak mau akhirnya Andi duduk diantara mereka.
"Kami sebenarnya malu untuk mengatakan ini Mas Andi. Namun akan menjadi beban nantinya kalau tidak kami ungkapkan kepadamu." Suara Dharmawan mengawali tujuan kedatangan keluarganya ke rumah Andi.
"Cit, ayo bicara dengan Mas Andi." Pinta Mamanya.
"Eh itu__" jawab Citra yang serba salah. "Mas Andi, sebenarnya saya yang ingin kemari untuk meminta maaf. Mungkin dulu saya bersikap kurang menyenangkan dan menyakiti perasaan Mas Andi ketika kita makan malam dulu. Waktu itu Ayya masih bayi."
Andi mencoba mengingat, tapi tidak perlu terlalu lama sebenarnya dia juga telah mengingat bagaimana perangai Citra kala itu. Tidak menjadi soal, justru kenyataannya Andi bahagia karena dengan seperti itu dia tidak perlu mengeluarkan jurus ekstra untuk menolak perjodohan mereka.
"Saya kira waktu itu Mas Andi adalah seorang duda dengan anak satu saya tidak tahu kalau Ayya itu ternyata hanya seorang anak yang diadopsi oleh keluarga Mas Andi." Mengapa hati Andi merasakan sakit ya ketika ada orang lain menyebutkan bahwa putrinya adalah anak yang telah dia adopsi?
"Saya bahkan telah melupakan kejadian itu. Karena memang tidak ada lagi yang patut untuk diingat." Suara tegas Andi tiba-tiba memecahkan keheningan yang tercipta beberapa saat. "Ya, Ayya memang bukan darah daging saya. Tapi bukan berarti saya menyukai jika ada orang lain yang mengatakan dia adalah anak adopsi karena saya tidak pernah membesarkan Ayya dengan cinta adopsi bagi seorang papa."
Memang tidak perlu lagi basa-basi. Andi tidak juga ingin sesuatu yang lebih dari pertemuan ini nantinya.
"Maaf maksud Citra mungkin tidak seperti itu Mas Andi. Sebenarnya kami datang untuk bisa kembali mbaleni rembug yang dulu pernah ingin tersampai." Sambung mama Citra.
Tidak ingin melanjutkan percakapan itu karena memang sungguh tidak menarik bagi hatinya meski sang ibu memintanya untuk tetap duduk.
"Maaf, tapi saya belum berminat untuk membicarakan itu Tante."
"Andi, bicara yang sopan dengan orang tua." Suara Narni mengingatkan bahwa ketegasan suara Andi mungkin akan melukai banyak hati. Menolak bukan dengan cara yang keras seperti itu.
"Maaf Ibu, tapi sungguh Andi tidak bisa." Tidak ingin melanjutkan percakapan yang lebih Andi memilih untuk masuk kembali dan menyelesaikan kegiatannya yang tertunda. Apalagi kalau bukan bermain dengan putri kecilnya.
Selain operasi, kegiatan yang sekarang menjadi rutinitas Andi adalah bermain bersama Ayya. Dia bahkan rela dijadikan partner untuk berhalu gadis kecilnya. Menjadi tamu absurd atau koki absurd yang memasak dengan mini kitchen milik Ayya. Atau bermain boneka bersamanya. Semua kegiatan ini memang senantiasa mengingatkan Andi kepada Aya dan semua tentang mereka dulu.
"Papa, ini diminum dulu adik mau bikin bulgelnya." Bukan bersikap bodoh karena menurut apa yang diperintahkan oleh Ayya namun Andi melakukan dengan kesungguhan hatinya sebagai bagian dari pertumbuhan Ayya.
"Ini minumnya Papa."
"Iya, adik buatkan dulu bulgelnya."
Seperti itulah keseharian Andi ketika weekend menyapa. Menjadi sahabat Ayya dengan semua permainannya.
Dharmawan dan keluarganya akhirnya pamit untuk meninggalkan kediaman Agus Wondo dan Narni berjanji untuk bisa membujuk Andi supaya bersikap lebih lunak lagi kepada Citra.
"Sabar ya Cit, Mas Andi memang seperti itu. Nanti Tante coba untuk berbicara dengannya supaya kalian bisa berbicara berdua." Kata Narni ketika mengantarkan Citra dan keluarganya sampai di halaman.
"Terima kasih, Tante."
Bukan pemandangan baru jika Andi menolak untuk bisa didekatkan dengan wanita. Namun karena persahabatan antara dirinya dan juga kedua orang tua Citra, Narni berusaha untuk bisa memberikan pengertian kepada Andi untuk bisa menerimanya. Setidaknya untuk bersedia berbicara berdua untuk saling mengungkap apa yang ada di dalam hati mereka.
"Mengapa Ibu harus memberikan harapan palsu kepada mereka?" tolak Andi saat Narni memintanya untuk bersedia menemui Citra dengan baik.
"Mereka sudah beritikat baik kepada kita."
"Beritikat baik mengapa harus menunggu tiga tahun. Ada-ada saja."
"Ya karena mereka baru mengetahuinya sekarang. Jadi ya wajar jika mereka baru datang ke sini sekarang. Lagian kamu juga mengapa harus mengajak Ayya hingga akhirnya timbul kesalahpahaman." Kata Narni.
"Jangan jadikan Ayya sebagai alasan, Bu." Jelas Andi tidak menyukai ucapan Ibunya. Segala sesuatu yang menghubungkan putrinya dengan sesuatu yang seolah membawa kesalahan Andi pasti akan langsung menyangkalnya.
"Ayolah Ndi, dia sampai tiga tahun belum menikah juga mungkin menunggumu. Dan tidak ingin menjalin hubungan dengan orang lain karena memang mengharapkanmu sebagai suaminya." Jawab Narni.
Andi melengos. Jika hanya karena tidak ingin menjalin hubungan dengan orang lain. Jelas itu adalah dirinya. Namun sejauh ini mencari tidak juga bertemu dengan wanita yang selama ini diinginkannya untuk menjadi bagian dalam hidupnya.
"Bagaimana jika Andi yang tidak ingin menjalin hubungan dengan dia?"
"Dia baik Ndi, percayalah kepada ibu." Narni mulai memprovokatori putranya untuk bisa segera memutuskan.
"Tidak ada kepastian dari apa yang pernah kita lihat Bu."
"Kalau kamu tidak mencobanya darimana akan mengetahui?"
"Tentang perasaan itu bukan sebuah permainan milik Ayya yang bisa dicoba, jika tidak senang bisa mengganti dengan permainan yang baru atau membuangnya karena sudah bosan." Jawab Andi kemudian memilih untuk meninggalkan ibunya seorang diri.
Memang tanpa mencoba kita tidak akan pernah tahu namun bukan berarti kita harus mencoba dulu bermain dengan hati, jelas Andi tidak akan bersedia. Karena hatinya sudah terlockdown untuk Bhatari Ratimaya.
Adalah suatu kebenaran bahwa apa yang baik menurut kita belum tentu baik di mata Allah, dan apa yang menurut Allah baik untuk kita memang itulah yang sebaiknya harus kita jalani walau terkadang kita tidak menyukai akan hal itu. Namun untuk bermain dengan hati?
Andi memilih untuk tidak akan melakukannya meski orang yang telah membuatnya ada di dunia ini yang berharap untuk menyambungnya.
"Ibu, mungkin kau tidak akan pernah tahu karena aku juga tidak mengatakannya kepadamu. Bagiku Aya adalah harga mati untuk kehidupanku di dunia dan di akhirat. Jika tidak memungkinkan, lebih baik aku sendiri seumur hidupku." Ungkap Andi dalam hati sambil menidurkan putri kecilnya di tempat tidur yang sama sepertinya.
🥢👣
-- to be continued --
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
Mohon cek typo yaaaaa
Blitar, 11 Mei 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top