15🌵 Permintaan Keluarga

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy reading --

🥢👣

JIKA ditanya siapa makhluk di dunia yang paling misterius, semua bisa mengatakan adalah laki-laki. Bisa demikian? dengan sikapnya yang tidak suka mengumbar apa yang dirasa dan dipikirkan memang selalu sukses bikin wanita bertanya-tanya.

Wanita pun akhirnya tidak jarang salah mengira dan jadi dianggap sebuah kegeeran karena sikap laki-laki ini. Sisi baik dan ramahnya laki-laki dinilai sebagai tanda kalau suka kepada wanita. Padahal belum tentu juga, karena pada dasarnya manusia itu baik.

Bercanda seorang laki-laki dan wanita memang berbeda. Tidak mengherankan apabila seorang laki-laki bisa membuat wanita sakit hati karena ucapannya. Bagi mereka mungkin hal tersebut hanya sebagai candaan sesaat tapi tidak dengan wanita. Mau seperti apapun celotehannya, mereka pasti hanya bermaksud untuk membuat kita tersenyum dan tertawa. Meski kadang juga bisa membuat sebal.

Seperti yang sekarang ada di hadapan Aya. Demi siapa tiba-tiba lelaki yang begitu dia hormati di kampus ini berada di rumahnya. bercakap dengan begitu santainya bersama kedua orang tuanya bahkan adik ipar dan juga adiknya.

Acara memang telah selesai sehingga mereka bisa dengan bebas bercanda. Dan herannya dialah yang kini menjadi tokoh utama dari topik pembicaraan mereka.

Andhika Pamungkas, ketua jurusan di fakultas tempat Aya mengajar. Padahal dia tidak mengundangnya serta mengapa dia harus berada di rumahnya.

"Nah ini dia yang kita omongkan sudah datang." Sambut ibu Aya membuat semuanya beralih pandang kepadanya.

Senyum yang sedikit dipaksakan. Hatinya sudah berharap bahwa orang tua mereka akan menghadirkan Andi dan keluarganya ternyata harapan tetaplah sebuah harapan.

Aya mencoba untuk menutup semua kekecewaannya. Bukankah memang menghormati tamu adalah suatu keharusan. Tapi dia ingin menumpahkan air matanya sebagai rasa kecewa yang terlanjur terlahir dari harapannya yang terlalu tinggi.

Andhika Pamungkas memang seorang duda yang menurut cerita teman-teman seprofesinya sedang berusaha untuk bisa menarik simpati Aya. Sayangnya Aya selalu abai dan tidak mau ambil peduli dengan sikap ketua jurusan itu.

Dan kini dengan senyum sumringahnya dia berada bersama keluarga besarnya. Untuk apa?

"Pak Andhika?"

"Kaget saya ada di sini?" tanya Andhika saat Aya menyapa namanya.

Terus terang Aya kaget namun dia bersikap sangat santun. Karena biar bagaimanapun Andhika adalah atasannya di kampus.

"Mas Andhik ini dulu pernah ikut seminar nasional dengan aku Mbak di Jakarta. Seminggu kita tidur sekamar. Makanya aku sengaja undang beliau memang. Eh ternyata kajurnya Mbak Aya di kampus." Kata Benua menjelaskan.

Ya, Aya tidak lupa adik iparnya ini juga seprofesi dengannya. Meski mereka beda terapan ilmu. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga akan terlibat di banyak kegiatan jika itu berkaitan dengan sebuah pendidikan.

"Saya juga tidak menyangka kalau Mas Ben ini menjadi adik ipar Bu Aya." Jawab Andhika.

Setelah itu memang mereka terlibat pada beberapa perbincangan ringan seputar kegiatan di kampus hingga waktu akhirnya membawa Andhika untuk segera pamit.

"Mas Andhik gimana tuh Mbak di kampus?" tanya Benua keesokan harinya.

"Gimana apanya sih Ben?"

"Ya dikampus. Orangnya banyak bicara atau bagaimana?"

"Ya, sesuai kapasitasnya sih. Malah kalau menurutku cenderung tertutup. Makanya agak kaget saja kemarin di sini bisa ngobrol segitu banyaknya tanpa ada rasa kagok." Jawab Aya.

Tidak ada yang istimewa. Semua biasa saja. Bisa jadi memang membangun image untuk sebuah jabatan adalah merupakan tuntutan. Entahlah, Aya juga tidak perlu pusing memikirkannya. Karena memang bukan hal penting yang sepatutnya dia pikirkan kelanjutannya.

Sejak pernikahan Benua dan Gita, Andhika jadi sering berkunjung ke rumah Aya setiap kali akhir pekan mengingat Aya seringkali pulang ke rumah jika akhir pekan. Kuliah Aya memang hanya 3 hari selama seminggu. Namun kegiatannya memang sangatlah padat. Sehingga dia masih bisa bolak-balik ke kampusnya untuk sekedar melihat perkembangan anak didiknya sambil mengerjakan beberapa tugas dari kampus pascasarjananya yang kebetulan berkaitan dengan kampus tempat dia mengajar.

Aya memang mengambil study doktoral di kampus yang sama dengan Gita sehingga kosnya pun mereka memilih untuk bersama. Namun semenjak menikah, Gita memang pindah dan tinggal bersama Benua di rumah mereka. Kini tinggalah Aya sendiri jika tidak ada kuliah. Itu sebabnya Aya lebih memilih untuk pulang ke kampung kalau sedang tidak kuliah.

"Pak Andhika sudah pulang Mbak?" tanya Ibu Aya ketika mengetahui putrinya sudah duduk di ruang makan sendirian.

"Sudah Bu, baru saja. Ibu sedang apa to? Aya bisa bantu?" tanya Aya namun segera dijawab gelengan oleh ibunya.

Tiba-tiba Adhi Prasojo mendatangi mereka berdua. Ikut masuk dalam perbincangan yang sepertinya menarik minat bapak paruh baya itu.

"Kalau Ayah tidak salah menilai, sebenarnya Pak Andhika itu menyukaimu Mbak." Kata Adhi yang membuat hati Aya sedikit terhentak. Aya bukannya menutup mata tapi hatinya menginginkan Andi bukan Andhika.

"Coba saja kamu pikir kembali. Untuk apa dia sering bersilaturahim ke sini jika tujuannya bukan karena ingin memenangkan hatimu." Lanjut Ayah Aya lagi hingga membuat bibirnya semakin kelu untuk menjawab.

Aya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Membicarakan perihal jodoh memang akan membuatnya sedikit mengelak pada kenyataan bahwa usianya kini telah memanggil untuk berumah tangga. Wanita, ya wanita, makhluk yang tercipta dari tulang rusuk pria ini memang memiliki ciri sendiri untuk memperkuat alibi mereka.

Jumlah wanita yang semakin lama semakin bertambah banyak dibandingkan pria membuat hati kebanyakan orang tua semakin menginginkan putri mereka segera melepas masa lajangnya. Belum lagi akhir jaman yang justru kembali ke jaman Nabi Luth, astaghfirullahaladziim.

Banyak laki-laki nan rupawan dengan badan yang membuat wanita bergetar. Sayangnya mereka tidak memiliki frekuensi yang sama dengan para wanita yang memujanya. Mereka justru tertarik dengan penampakan yang sama dengan dirinya.

"Cobalah meminta petunjuk kepada Allah." Kata Adhi Prasojo sekali lagi.

Aya hanya mengangguk pasrah. Apalagi yang ingin dicapainya sekarang? setidaknya Aya meminta hingga dia bisa menyelesaikan kuliah doktoralnya.

"Berapa tahun itu?"

"Sebenarnya cukup untuk 2 tahun saja. Tapi kalau disertasinya susah ya bisa jadi molor Yah." Jawab Aya.

"Ya nulis yang tidak terlalu sulit untuk mencari data dan responden sehingga tidak terkendala di sana. Perkara masalah landasan teori dan pengujiannya, sebagai seorang dosen rasanya Ayah seperti mengajarkan bebek berenang kalau bicara banyak tentang hal itu denganmu." Kekeh Adhi yang dijawab senyuman oleh Aya.

Disertasi memang sama seperti skripsi atau thesis yang dulu pernah dia tulis. Hanya saja cakupan masalah dan pengujiannya lebih banyak dan sedikit lebih ribet. Ya namanya juga skala studi doktor dibandingkan dengan sarjana pasti akan berbeda rasanya.

Meski sudah sekian lama menjalin hubungan, tidak ada salahnya jika menanyakan hal tersebut. Apa yang membuatnya bisa jatuh cinta dan berupaya untuk memperjuangkan kita walau mungkin akan dijawab dengan klise. Namun, apabila menjawab dengan mantap dan tanpa terbata-bata, berarti dia sudah benar-benar yakin menginginkan kita menjadi sosok pendampingnya hingga nanti.

Manusia memang jauh dari kata sempurna. Tapi saat menyebutkan tanpa ragu bahwasanya tidak perlu yang sempurna untuk menjadi seorang pendamping, artinya mereka telah siap untuk membina keluarga bersama.

"Andhika telah memintamu kepada Ayah, Aya. Dan Ayah tidak memiliki jawaban untuk memberikan jawaban sebelum kamu menjawabnya." Kata Adhi di suatu pagi ketika mereka sedang menikmati sarapan.

"Aya memang belum siap Ayah."

"Apa yang membuatmu belum siap Aya? pekerjaan sudah. Sekolah juga akan selesai sebentar lagi. Lalu? jangan terlalu membatasi diri. Laki-laki semakin matang semakin dicari. Perempuan? jika sudah hilang masa kembangnya dia akan teronggok pilu meratapi nasib. Percayalah kepada Ayah. Apa yang membuat hatimu ragu menerima pinangan Pak Andhika?"

Aya hanya diam. Masalahnya jika dia mengatakan kalau Aya masih menunggu Andi bagaimana perasaan Ayahnya ini. Mereka memang sudah hilang komunikasi sepertinya semenjak Adhi pindah tugas ke Jawa.

Menerima Andhika seperti halnya Aya menyerahkan dirinya ke dalam pusara yang mungkin akan terlalu sulit untuk diselaraskan sebagaimana mestinya. Semua orang memang telah mengetahui jika Aya tidak pernah memiliki pacar atau membina hubungan yang melibatkan hati di dalamnya.

Aya hanya ingin bahwa suatu saat nanti bahagia yang dia tampakkan itu tulus dari dalam hatinya. Bukan hanya tentang sebuah formalitas yang mengharuskan dirinya untuk tersenyum padahal jauh di dalam hatinya dia sedang menangis pilu.

"Berikan waktu untuk Aya berpikir, Ayah. Pak Andhika baik, tapi masih ada yang Aya inginkan."

"Apa itu?" tanya Adhi dengan semangat. Sepertinya Aya sudah mulai terbuka dengannya mengenai pilihan untuk dijadikan pendamping hidupnya.

"Aya masih ingin menyelesaikan studi doktor ini Yah. Tolong berikan Aya waktu."

"Baiklah. Ayah berharap jika memang kamu berniat untuk membahagiakan kami. Terimalah lamaran Pak Andhika. Membuat orang lama menunggu itu tidak baik, Mbak." Kata Adhi lagi.

Aya memang harus menyelesaikan kuliahnya dengan baik. Perkara dengan Andhika memang dia telah mengatakan bahwa selama dia masih menyelesaikan kuliah doktoralnya Aya ingin fokus. Setidaknya ini adalah kuliah terakhirnya untuk memperoleh gelar akademik. Dia harus bisa mempersembahkan yang terbaik.

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 19 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top