12🌵Jia You, Ayya

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy reading --

ANAK itu ibarat refleksi dari orang tua. Apa yang orang tua lakukan akan banyak tercermin dari sikap dan perilaku sang anak. Begitulah hingga mereka dewasa dan mengerti bagaimana hitam putih kehidupan.

Ambilah contoh sebagaimana yang dilakukan orang tua, caranya bicara, dialeg bahkan cara berjalan seringkali banyak kesamaan antara orang tua dan anak. Dan sepertinya Andi memang berkeinginan untuk mendidik putrinya menjadi seperti apa yang dia inginkan. Hal seperti inilah yang mungkin pada akhirnya membawa kita untuk mengetahui kata yang tidak terlalu asing di telinga. Like son like father, like daughter like mother, lalu bagaimana dengan like daughter like father?

Malam ini bersama kedua orang tuanya dia berusaha untuk memenuhi janjinya kepada sang Ibu kala beliau mengizinkan untuk bisa mengadopsi Abinayya Kahiyang Alfarizzy secara legal dan sah dipanggil Papa oleh bayi berusia dua bulan itu.

Duduk di jok sebelah Pak Min yang sedang asyik mengemudikan mobil mereka, kini Andi sedang bercengkerama dengan sang putri. Seperti sudah hafal jam pulang kantor Andi, Ayya selalu bangun menjelang maghrib dan akan tertidur kembali kala Papanya sudah lelah bermain dengannya.

Berbicara sendiri dengan sang putri adalah hobby baru yang mulai dilakukan Andi. Iya, maksudnya adalah mengajak bicara Ayya namun jelas karena Ayya masih bayi maka tugas bibir Andi pula yang mencoba untuk menyuarakan suara hati putrinya.

Hingga senyum pak Min terbit manakala Andi berbicara seperti ini.

"Pok ame-ame belalang kupu-kupu, siang makan nasi kalau malam mimik cucu." Namun kemudian Andi terdiam dan sejenak berpikir sebelum akhirnya berkata. "Sepertinya ada yang keliru sama lirik lagunya Dik. Apa Papah lupa ya, masa iya ada belalang dan kupu-kupu yang siangnya makan nasi dan malamnya mimik susu. Dik Ayya kan nanti makan nasi kalau sekarang masih harus mimik susu." Andi terkekeh kemudian mencium pipi gembil milik Ayya.

"Mas Andi ini sudah pantes loh jadi Papa, nggendongnya sudah luwes, ngudangnya juga gayeng." Kata Pak Min memuji Andi.

"Loh ya jelas to Pak Min, makanya sekarang jadi papanya Ayya. Hot daddy." Jawab Andi dengan bangga.

"Apa itu Mas, hot daddy, bapak yang panas begitu?" Andi terkekeh tidak menjawab pertanyaan Pak Min dan memilih untuk menggoda Ayya kembali.

Agus Wondo dan Narni yang duduk di kursi penumpang justru memilih untuk diam. Tidak ingin merubah mood Andi jika mereka tidak ingin Andi ngambek dan membatalkan acara pertemuan yang telah dia susun sebelumnya dengan matang. Jika mereka sampai ikut bicara ngalor-ngidul sampai Andi jengah dan membatalkan pertemuan ini bisa buyar dunia persilatan.

Mobil yang mereka tumpangi akhirnya berhenti di sebuah resto di daerah Jl. Prof. DR. Ki Amri Yahya Pakuncen, Wirobrajan. Sejak Andi turun dari mobil matanya disuguhi pemandangan yang cukup membuat matanya tertarik untuk memandang.

Gemerlap lampu yang menghiasi seperti itu memang sepertinya dipergunakan oleh owner untuk memanjakan pelanggannya. Tapi memang sudah menjadi kekhasan tersendiri, resto di Jogja dengan suguhan lay out seperti itu. Sudah banyak packaging yang menggunakan tema kerlap-kerlip lampu untuk menambah kesan cozy berlama-lama di sini.

Sepertinya kedatangan mereka memang telah ditunggu oleh keluarga Citra di dalam. Mereka melangkah ke sebuah kubah yang ada di tengah dan menjadi pusat dari resto tersebut sehingga siapa pun yang duduk di sana pasti akan bisa menikmati pemandangan resto dengan sempurna. Meja dengan kapasitas enam orang juga telah disiapkan sebagai tempat untuk makan malam mereka.

Mata Andi melihat dua orang seumuran lebih muda dari kedua orang tuanya. Sepertinya itu adalah orang tua Citra. Namun mengapa Andi tidak melihat keberadaan gadis yang akan diperkenalkan kepadanya. Ah ya sudahlah, Andi tidak perlu memusingkan itu. Toh niatnya kesini hanya untuk menuntaskan janjinya kepada Ibunya. Tidak berniat untuk tahu atau kenal lebih jauh dengan perempuan yang bernama Citra.

"Ini toh yang namanya Andi?" tanya seorang laki-laki yang sepertinya adalah papa Citra ketika dia bersalaman dengan Andi.

"Oh, iya Om, Tante saya Andi." Jawab Andi dengan sopan. Namun sepertinya mata mama Citra terpaku dengan bayi yang ada di gendongan Andi. Mengetahui akan hal itu seketika Andi langsung memperkenalkan putrinya kepada mereka. "Dan ini Ayya, putri saya."

Tidak ada jawaban. Lebih tepat sepertinya kedua orang tua Citra terkejut mendapati kenyataan bahwa laki-laki yang akan mereka kenalkan dengan putri mereka adalah berstatus duda dengan seorang anak.

"Mas Darmawan loh mana sekarang Citranya. Andi sudah ada di sini loh." Kekeh Agus Wondo menanyakan putri temannya itu.

"Citra masih dalam perjalanan. Maklumlah Mas, pegawai bank, susah kalau harus pulang sore kalau pekerjaannya masih menumpuk."

Bahasan ngalor-ngidul, seperti biasa mewarnai basa-basi percakapan mereka. Hingga akhirnya hadirlah diantara mereka perempuan cantik dengan rambut disanggul ala seorang pramugari. Blazer dan rok dua sentimeter di atas lutut serta stiletto yang dikenakan di kaki jenjangnya menyempurnakan penampilan pegawai bank ini secara utuh paripurna, anggun dan seksi.

"Maaf saya terlambat. Tapi belum mulai kan acara makan malamnya?"  seperti biasa rasanya tidak ada pegawai bank yang tidak ramah rata-rata dari mereka memang dididik untuk bisa membuat customer nyaman dengan banyak menyentuh dengan sisi simpati dan emphatinya.

"Oh ya jelas belum dong Cit, ayo duduk dulu. Ini juga baru saja pesen makanan kok. Kamu mau tambahin menu?" kata Narni mencoba untuk mengimbangi gaya ramah Citra.

"Cukup Tante, terima kasih."

"Baiklah." Kata Narni saat Citra sudah duduk di kursinya dengan tenang.

"Kok baiklah saja to Bu, bagaimana ibu ini." Kata Agus Wondo.

"Lah iya sampai lupa, Citra kenalkan ini loh kemarin yang Tante ceritakan anak Tante, Andi Alfarizzy. Seorang dokter di salah satu rumah sakit di Jogja. Andi ayo kenalan dulu ini Citra, putrinya Om Darmawan." Baru saja Citra berdiri dan mengulurkan tangan. Andi pun telah berdiri sayangnya suara tangisan Ayya membuyarkan sesi perkenalan mereka.

Andi dengan sigap meminta maaf kemudian menimang Ayya dengan menepuk pantat putrinya dengan lembut namun sepertinya Ayya sedang kehausan dan butuh susu. Sementara susu yang telah disiapkan oleh Yuni telah dihabiskannya ketika dalam perjalanan.

Andi pun membuka tas Ayya, mengambil botol bersih dan menuangkan susu yang telah tertakar serta menambahkan air mineral ke dalamnya sedikit dan mengocoknya perlahan baru setelahnya ditambahkan dengan air panas yang ada di termos mencobanya di tangan kirinya yang sedang menggendong Ayya. Cekatan, mengerjakan segala sesuatunya dengan sendiri dan kembali bersih saat Ayya sudah menikmati susu dari dalam dotnya.

Bahkan Narni saja sampai kagum dengan kemahiran Andi. Apakah karena selama seminggu ini Andi memilih untuk tidur bersama Ayya hingga membuatnya terlatih melakukan itu. Kursus singkat, hanya seminggu. Jika bukan karena hati ketika melakukannya pasti tidak akan mungkin sempurna.

Sebagai seorang papa baru bahkan Narni berani memberikan nilai 8. Prestasi yang sangat hebat bukan?

Citra yang sebenarnya kemarin sangat antusias ketika Narni mengatakan ingin memperkenalkan dengan putranya yang berprofesi sebagai seorang dokter. Bahkan Citra langsung tertarik saat Narni menunjukkan foto Andi. Rahang tegasnya menggambarkan bahwa Andi adalah seorang pekerja keras. Sorot elang matanya menandakan cakrawala dunia yang tersimpan dalam otak cemerlangnya.

Namun setelah dia datang kesini dengan terburu-buru harus mendapati rasa kecewa bahwa laki-laki yang membuatnya tertarik adalah duda dengan seorang putra. Jika melihat anaknya yang masih bayi seperti itu apakah mungkin Andi yang sepertinya begitu mencintai putrinya bisa dengan cepat move on dan melupakan mantan istrinya?

Pikiran Citra mengembara tak tentu arah. Andi memang begitu sempurna dengan penampilannya malam ini meski dia mengenakan stelan semi formal. Namun keberadaan bayi yang ada di gendongannya sangatlah mengganggu pandangan mata Citra.

"Sampai sekarang masih melanjutkan sekolah katanya?" tanya Darmawan kepada Andi.

"Alhamdulillah masih dipercayakan seperti itu Om." Jawab Andi.

"Di Indonesia?"

"Singapura."

"Lalu pekerjaan bagaimana?"

"Pekerjaan tetap jalan seperti biasa karena memang kemarin saya baru saja ambil cuti untuk sekolah subspesialis saya sehingga untuk doktoral saya ambil kelas weekend." Masih dengan intonasi yang sama. Andi menikmati makan malam sederhana yang dia pilih. Hanya kwetiaw, untuk memudahkannya makan kala Ayya ada di gendongannya.

"Berarti jumat malam terbang ke Singapura kemudian minggu malam kembali ke Indonesia?"

"Ya begitulah Om kira-kira."

"Anak muda masih penuh semangat. Tuh contoh mas Andi Cit, dokter sudah spesialis masih ingin memperdalam ilmunya. Lalu ini putrinya di rumah__?" belum sampai selesai Darmawan bicara Andi telah memotongnya.

"Ada ibu dan juga ayah di rumah Om, Kakak saya juga hands on mengenai Ayya sehingga saya tidak khawatir meninggalkannya bersama mereka saat harus terbang ke Singapura." Jawab Andi.

"Terus ini tadi sampai harus dibawa, kasihan loh masih bayi kena udara malam."

"Bagi saya, waktu longgar saya terlalu berharga untuk dilewatkan tanpa bermain bersama Ayya. Jadi ya beginilah kalau saya masih bisa hands on seperti malam ini rasanya tidak salah jika Ayya saya ajak serta. Toh kami ini paket komplet, ibaratnya bahasa marketing adalah buy one get one free." Kekeh Andi yang ditanggapi begitu serius oleh Darmawan.

Rasanya seperti dibohongi oleh keluarga Agus Wondo. Mengapa tidak dari kemarin Narni mengatakan bahwa putranya telah memiliki anak. Citra itu baru satu tahun diterima bekerja di salah satu bank umum di Yogyakarta. Usianya juga baru menginjak 23 tahun. Apakah mungkin dia bisa membagi waktunya untuk mencintai suami yang memang telah matang dalam usia seperti Andi dan langsung mendapat predikat sebagai seorang Ibu karena sudah ada anak yang sepantasnya Citra terima jika ingin menikah dengan Andi. Tidak ada cerita, mau dengan bapaknya tapi menolak putrinya. Darmawan cukup tahu akan hal itu.

"Cit, gimana nggak beda jauh kan dengan yang di foto pas kemarin tante kasih tunjuk kepadamu?"

Citra hanya tersenyum masam mungkin memang kenyataan yang sekarang dia hadapi tidak sesuai dengan harapannya.

"Kamu juga Ndi, ini ada Citra loh jangan asyik terus dengan Ayya. Tidurkan di mobil kalau perlu, ada pak Min kan di sana?" perintah Narni yang membuat Andi menggeleng dengan cepat. Ayya memang telah menghabiskan susu dalam botol dotnya namun kedua matanya masih bening tidak ingin tertutup sedikitpun.

Mungkin memang dia sengaja menampakkan citra untuk menjadi casanova diantara perbincangan orang-orang dewasa itu. Atau karena hatinya telah menyatu dengan hati sang papa yang sebenarnya enggan tapi harus datang. Kerjasama yang sangat baik.

"Ayolah Ndi jangan diam saja. Itu tanyain Citra, masa dari tadi Ibu terus yang bertanya." Kalau sudah seperti ini Andi hanya bisa sendiko dawuh pandita ratu.

"Nyaman kerja di bank Cit?" tanya Andi, apalagi dia bukan orang yang menye-menye sebenarnya untuk bisa menarik perhatian lawan bicaranya khususnya perempuan.

"Nyaman."

Dan selesai sampai disitu. Tidak ada pertanyaan lagi setelahnya. Padahal dalam hati Citra juga ingin ditanya bagaimana sistem kerjanya, capek enggaknya, hubungan dengan nasabah bagaimana, resolusi dan mimpinya seperti apa namun mengapa Andi justru memilih untuk bungkam setelah itu dan justru terlihat asyik menepuk pantat Ayya supaya bisa tidur di gendongannya.

Sesuai prediksi Andi. Tidak perlu membuka kamus psikologi kalau hanya untuk menilai wajah Citra yang menggambarkan isi hatinya. Dari awal ibunya sangat tahu bagaimana perangai tertutup Andi pada wanita yang ingin mendekat kepadanya. Dan karena sekarang dengan keberadaan Ayya membuatnya justru semakin sulit untuk bisa menyuruh Andi bisa fokus dengan pernikahannya yang entah dengan siapa, hilalnya saja sampai sekarang belum kelihatan.

Mengetahui kecanggungan suasana Agus Wondo akhirnya mengambil tindakan. Melihat waktu yang melingkar di pergelangan tangannya juga sudah malam untuk sekedar bercengkerama. Sementara Ayya yang sudah tertidur pulas dan andi sudah memilih untuk menimangnya dengan berdiri membuat Agus Wondo berniat untuk mengakhiri pertemuan ini.

"Mas, rasanya dicukupkan dulu silaturahim kita sampai disini. Citra dan Andi juga harus beristirahat karena besok harus bekerja kembali. Sementara Ayya sepertinya sudah tertidur. Kasihan juga kalau dia terlalu larut terkena angin malam. Maturnuwun suguhannya, lain waktu kita sambung kembali." Kata Agus Wondo yang diiringi dengan berdirinya mereka.

Tak lama dari itu dua keluarga itu sudah menempati dua mobil yang berbeda.

Narni dengan begitu antusias menanyakan bagaimana pendapat Andi tentang Citra namun Andi menjawab dengan nada yang datar.

"Gimana apanya sih, Bu?"

"Ya Citra, kamu cocok nggak dengan dia?"

"Coba ibu tanya dulu Citra bagaimana pendapatnya tentang Andi." Ini terlalu berspekulasi namun Andi tahu dari wajah yang ditampilkan oleh Citra yang seolah enggan untuk menerima Ayya.

"Kamu sih pake bawa Ayya segala?"

"Ibu kenapa harus Ayya yang disalahkan? dia nggak ngelakuin apa-apa. Paling ya nangis seperti tadi karena pengen nyusu." jawab Andi ringan. Memang tidak sepantasnya mengkambinghitamkan keberadaan Ayya. Karena sejak telah sah diputuskan oleh pengadilan Ayya sudah menjadi bagian dari mereka.

Sementara di mobil yang berbeda, satu keluarga itu jelas mengomentari keberadaan Ayya ditengah-tengah acara makan malam tadi.

"Citra nggak mungkin Pah, menikah dengan orang yang telah memiliki anak. Citra malulah sama teman-teman. Seperti nggak laku saja dapat duda. Ya meski sekarang jumlah wanita lebih banyak daripada pria. Tapi Citra tetep tidak bisa, titik." Jawab Citra yang menolak Andi hanya dengan pertemuan pertama mereka.

Tak perlu bertanya. Semesta pun seolah berpihak kepada Andi untuk tetap menunggu sang pujaan hatinya.

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 05 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top