09🌵Cinta Sejati
بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy reading --
🥢👣
ADALAH suatu masa dimana seseorang bisa berkata dengan lebih leluasa tanpa memperhitungkan perasaan orang lain yang mungkin akan terluka dengan perkataan kita. Masalah jodoh, tidak seorangpun di dunia ini yang tahu dengan siapa mereka bersanding nantinya. Karena tidak semua manusia diberi keberuntungan mendapat cinta sejati dengan begitu sederhana, tanpa luka. Kadang harus ada perjuangan untuk mendapatkan cinta sejati, walau, perjuangan tak selalu mendapat ending yang happy, banyak di antaranya, yang masih sendiri walau sudah berjuang dengan sepenuh hati.
Terkadang ada orang yang pernah ditolak berulang-ulang kali dan harus rela berjibaku untuk menarik perhatian sosok gadis pujaan hati.
Nyatanya di dunia ini terdapat banyak hubungan yang diawali oleh ikatan suci, dan banyak pula hubungan yang diawali oleh sebuah kata-kata cinta sederhana yang menggetarkan jiwa. Sebanyak mana pula hubungan-hubungan yang manis itu terasa manis hanya diawal saja, dan kemudian terasa hambar oleh berjalannya waktu.
Andi berdiri di hadapan kedua orang tuanya, bukan untuk menantang mereka dengan banyak argumen yang dia miliki namun juga tentang hidup dan masa depannya.
Baginya mencintai bukan sekedar dengan mudahnya mengatakan 'memang kenapa?' Cinta itu rela berkorban perasaan untuk kebahagiaan orang yang dicintai. Karena cinta itu harus siap dengan kondisi apapun. Jika memang benar mencintai, kita hanya terfokus untuk kebahagiaan pasangan. Dan Andi tidak menginginkan semua itu, bagaimana bisa terfokus jika dia tidak mengerti bagaimana membahagiakan pasangan karena hatinya telah termiliki oleh orang lain.
Mencintai itu bukan hanya sebuah obsesi untuk memiliki meski pada prakteknya setiap orang pasti ingin bersanding dengan orang yang dia cintai, memilikinya namun dengan kerelaan kedua belah pihak bukan hanya keinginan dari satu sisi saja.
"Sekarang katakan kepada Ibu, wanita seperti apa yang kamu inginkan Andi?" tanya Narni saat kesekian kalinya Andi masih menolak untuk kembali dikenalkan dengan anak dari kolega kedua orang tuanya.
Dalam diamnya Andi hanya ingin bahwa wanita yang nantinya dinikahi adalah orang yang telah meninggalkan luka di dalam hatinya. Wanita yang telah melemparnya dengan boneka yang dirusakkannya. Tapi bagaimana, dia sudah kehilangan cara untuk mencarinya. Lima kali pergi ke Malang selatan namun tak jua mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Ibu takut, apa kamu ini sebenarnya tidak menyukai wanita?" pertanyaan ekstrim ini akhirnya keluar juga.
"Ibu__pertanyaan seperti apa itu. Andi laki-laki normal yang masih menyukai wanita." jawab Andi yang tidak menyukai pertanyaan Ibunya. Bagaimana mungkin wanita yang telah melahirkannya 30 tahun yang lalu bisa berkata seperti itu. Andi tidak habis pikir dengan pemikiran kedua orang tuanya. Lagian ini juga dia masih berusia 30 tahun. Masih dalam usia yang wajar untuk belum menikah bagi seorang laki-laki. Ditambah dia juga baru saja menyelesaikan kuliah spesialisnya, setengah tahun yang lalu.
Tentang mencintai seseorang, dengan kata lain kita harus siap membiarkan orang yang dicinta menginginkan untuk menjadi apa karena setiap orang pasti mempunyai impian dan cita-cita. Tidak perlu mengekang jika pada kenyataannya saling mencintai. Saling support itu jauh lebih penting daripada harus mematikan karakter orang yang dicintai.
Pernah berpikir bahwa kita adalah pakaian bagi pasangan? Segala kekurangan pasangan di masa lalu haruslah bisa diterima dengan tulus. Inilah yang perlu Andi ketahui banyak dari pasangannya kelak. Saat hatinya telah terpatri untuk sebuah nama, bisakah dia bisa dengan tulus menerima semua kekurangannya. Pasti akan ada saatnya Andi akan membandingkan dengan Bhatari Ratimaya.
"Masalahnya Ibu dan Ayah tidak pernah melihat kamu berhubungan dengan seorang wanita. Kamu cenderung tertutup. Lalu wanita seperti apa yang kamu inginkan Andi?"
"Ibu, Andi juga masih 30 tahun baru juga spesialis. Masih mungkin untuk sekalian ambil subspesialis kan." jawab Andi dengan angannya. Sebaiknya jika terus ditanya seperti ini dia lebih baik mengikuti program lanjutan belajarnya untuk subspesialis yang harus ditempuh kurang lebih 3-4 semester.
"Tidak. Kamu harus menikah dulu baru ibu dan ayah akan mengizinkan untuk mengambil pendidikan subspesialismu." Jawab Narni dengan pasti, Padahal kenyataannya Andi telah mengisi formulir untuk pendaftaran pendidikan subspesialisnya.
'Aya dimanakah kamu sekarang berada? Mengapa begitu susah untuk kita bisa bertemu?' kata Andi dalam hatinya. Harusnya dengan mencintai dia bisa memperhatikan secara detail terkecil dari pasangan. Tapi ini? Bagaimana cara Andi memperhatikannya jika keberadaan orang yang dia cintai sama sekali tidak diketahui rimbanya.
Tidak akan pernah ada kata akhir karena sesungguhnya Andi baru saja memulai kisahnya, namun sebelum dirinya bertemu sendiri dengan Aya pantang baginya mengatakan kepada orang tuanya. Tidak ingin dianggap lelaki yang tidak mau berusaha untuk mendapatkan pujaan hatinya. Andi memang sudah sepantasnya untuk memperjuangkan karena segala sesuatu dengan sebuah perjuangan akan terasa indah.
Adakah yang lebih indah dengan menganggap bahwa wanita yang kita cintai adalah cinta sejati kita? Memutuskan untuk sendiri terlebih dulu karena mencintai seseorang yang belum ditemukan lagi. Jika bukan dengannya kita tidak mau dengan yang lain, meski terdengar konyol, namun bagi seseorang yang benar-benar mencinta dia akan memastikan akan bahagia bersama dengan pilihannya.
Andi memang sudah sedari dulu menentukan pilihan. Bukan cinta instan karena sejauh ini masih konsisten pada jalurnya. Rasa yang dimiliki Andi masih sama seperti dulu kepada Aya, sayangnya memang dia belum bisa menemukan sang belahan jiwa.
"Ini apa Andi?" tanya Agus Wondo ketika melihat formulir daftar ulang tentang jenjang studi lanjutan atas nama dr. Andi Alfarizzy, Sp.OT.
"Formulir daftar ulang, Yah." Jawab Andi tanpa ingin menutupinya lagi. Bulan depan dia sudah harus masuk kelas kali ini mungkin saatnya untuk membicarakan semuanya kepada kedua orang tuanya.
"Jadi kamu ambil subspesialis?" tanya Agus Wondo lagi.
"Inshaallah Yah."
"Ibumu sudah tahu?"
"Belum," jawab Andi.
Berbeda dengan Narni, istrinya, Agus Wondo lebih berbicara secara jantan dengan Andi jika berkenaan dengan hati.
"Ayahmu ini sudah purna tugas. Usiamu juga sudah cukup matang untuk membina hubungan. Dulu ayah menikahi Ibumu di usia 24 tahun loh. Dua tahun kemudian lahir kakakmu dan 4 tahun kemudian lahirlah kamu. Seusiamu Ayah sudah memiliki 2 anak." Kata Agus Wondo.
"Menikah itu bukan tentang ajang balapan motor Ayah, siapa yang dulu dia yang menang, bukan." Jawab Andi.
"Kamu sudah punya pilihan?" tepat sasaran. Pertanyaan ini yang membuat bibir Andi menjadi bungkam.
"Kamu mencintai wanita tapi belum ingin kau kenalkan kepada kami? Apa ayah dan ibu pernah menuntutmu untuk mencari wanita dengan kelas tertentu? Tidak, anakku." Kata Agus Wondo lagi.
"Tidak Ayah."
"Lalu, atau kamu terlalu tinggi memberikan standar pilihanmu atas seorang istri yang akan mendampingimu kelak?" sekali lagi bibir Andi mengatakan tidak dengan gelengan kepalanya sebagai penegas.
"Aku mohon izin saja untuk bisa melanjutkan subspesialis mungkin hanya tiga semester setelah itu baru nanti kita bicarakan lagi. Andi masih ingin meraih mimpi Andi, Ayah."
Segila itukah anaknya dengan sekolah hingga membuatnya tidak ingin memikirkan kebutuhan yang lain yang harus segera dia penuhi? Agus Wondo berlalu dengan sedikit rasa kecewa di hatinya. Dia memang tidak bisa memaksa. Tentang hidup, keputusan tetap pada orang yang akan menjalaninya.
"Semoga ayahmu ini masih bisa menyaksikan saat kamu menikahi seseorang nanti." lirih suara Agus Wondo meremas hati Andi.
Entahlah perjalanannya untuk melanjutkan sekolah kali ini adalah yang terberat dari drama sebelumnya. Narni bahkan mengiring dengan drama. Linangan air mata yang dia turunkan jelas membuat Andi merasa tidak nyaman.
Menuju ke Bandara Adi Sumarmo Surakarta, pagi ini Andi harus bertolak ke Singapura demi sekolahnya.
"Kamu ini kapan berubahnya?! Sekolah terus itu tidak akan bisa menambah cucu Ibu." Pertanyaan ketus itu memang sudah sangat bersahabat dengan Andi sedari 4 tahun kebelakang ini.
Ya, benar dia memang ingin melanjutkan sekolahnya untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang selalu memojokkannya sebagai laki-laki dewasa yang memang sudah sepantasnya memiliki pendamping.
"Ibu, suatu saat nanti bila waktunya telah tiba Andi akan membawakan menantu terbaik untuk Ibu dan Ayah. Apa yang Andi bisa lakukan jika Allah masih menyembunyikannya saat ini? Percaya pada Andi, Bu. Semua sudah ada jodohnya dan Andi laki-laki normal yang masih suka wanita. Ibu tidak perlu merisaukan itu." kata Andi sebelum dia melangkah masuk ke ruang boarding pesawat.
Satu setengah tahun ke depan rasanya sudah bisa ditebak olehnya. Sama seperti perjalanan studi sebelumnya. Satu setengah tahun ke depan dia hanya berteman dengan buku dan rumah sakit seperti sebelumnya.
Sementara di Tangerang Aya bersama dua temannya telah bersiap di Bandara. Sambil menyelam minum air. Mungkin itu yang kini sedang mereka lakukan. Mengikuti seminar akuntansi internasional di Singapura sekaligus menikmati masa liburan semester.
Aya, Heru dan Vina berangkat menuju ke Changi melalui gate Soetta setelah transit 1 jam di bandara. Pengalaman pertama bagi Aya, bukan untuk jalan-jalan ke luar negerinya namun mengikuti ajang bergengsi bagi para accounting se Asia Tenggara.
Keinginan menjadi dosen telah membuat Aya bergerak untuk menempa dirinya. Bertemu dengan orang-orang hebat dan belajar dari pengalaman mereka. Setidaknya nanti ada ilmu yang bisa dia bagi untuk para mahasiswanya. Sedangkan Heru dan Vina cukup menjadi tim hore yang sengaja mengantarkan Aya dengan maksud terselubung, jalan-jalan di Marina Bay.
Mendarat di Changi setelah hampir 2 jam berada di udara.
Aya dan Vina melangkah menuju klaim bagasi. Berada empat hari ke depan di Singapura jelas menyiapkan beberapa perbekalan yang mengharuskan Aya meletakkannya di dalam koper bagasi.
Hanya Heru yang melenggang, laki-laki cenderung lebih simpel ketika bepergian. Saat Heru akhirnya memilih untuk melangkahkan kaki ke toilet sembari menunggu kedua sahabatnya untuk menunggu bagasi. Entah karena tidak melihat atau memang asyik dengan gawai yang ada di tangan, tubuh Heru kembali memantul ke belakang saat dada bidangnya bertabrakan deng seorang yang lain yang telah berdiri di hadapannya.
"Sorry."
"Maaf," kata yang menguar dari bibir laki-laki di depannya Heru.
"Oh, Indonesia? Maaf, seharusnya saya yang meminta maaf karena asyik dengan ini." Kata Heru sambil menunjukkan gawainya di tangan.
"Oh tidak apa-apa saya juga sedang terburu-buru." Jawabnya tersenyum hormat kepada Heru.
"Heru," dan tidak seperti biasanya tangan Heru segera terulur dan bibirnya terbuka untuk menyebutkan namanya.
"Andi."
Sesaat setelah mereka berpisah dan Heru telah selesai di toilet segera dia bergabung dengan kedua teman wanitanya. Namun bukannya bertemu keduanya dua hanya menemukan Vina seorang diri sementara Aya?
"Aya__?"
"Aya sedang mencari seseorang, tadi ada pengumuman dari petugas klaim bagasi sepertinya ada bagasi yang tertukar. Dan kelihatannya Aya mengenal nama orang yang disebutkan petugas itu. Bisa jadi itu orang spesial banget buat Aya." jawab Vina.
"Tau dari mana?"
"Itu tadi dia langsung nangis sih denger nama orang itu disebut. Padahal selama ini aku nggak pernah dengan Aya cerita tentang nama yang mereka sebutkan. Ah ngeliat gimana wajah Aya tadi aku curiga jangan-jangan cinta pertama Aya, Her." Kata Vina lagi.
"Emang siapa namanya?" tanya Heru semakin kepo.
"Dokter Andi Alfarizzy."
"Andi?" ulang Heru untuk memastikan pendengarannya tidak keliru.
Vina menelisik dalam kepada tatapan temannya. Jarang sekali Heru menampakkan raut keterkejutan seperti itu.
"Mukamu kenapa Heru?"
"Aku tadi pas di toilet juga nabrak orang namanya Andi juga. Jangan-jangan yang kalian maksud adalah orang itu." Kata Heru.
"Kelihatan dokter nggak?"
"Kakek lu keliatan dokter nggak. Ya mana aku tahu." Kata Heru disambut tawa Vina.
Namun tawa mereka segera berhenti manakala melihat wajah lusuh Aya. Bahu Aya tertarik ke atas dengan mengisyaratkan bahwa dia tidak bertemu dengan nama yang dipanggil petugas.
"Gimana Ay?" tanya Vina.
"Nihil."
"Memangnya siapa dia Ay?" tanya Heru.
"Dulu aku pernah punya teman kecil yang sudah kuanggap sebagai kakak, tapi ya gitu__" jawab Aya sambil menggelengkan kepala.
"Andi?" tanya Heru.
"Kamu mengenalnya?" bukannya menjawab Aya justru balik bertanya kepada Heru.
Akhirnya Heru menceritakan kejadian di toilet sama seperti cerita sebelumnya kepada Vina. Dan membuat Heru bertanya akhirnya, "memangnya ciri-ciri temanmu itu seperti apa?"
Aya menggeleng perlahan, "Aku tidak tahu. Kami sudah hampir 19 tahun berpisah dan belum sekalipun dipertemukan. Jadi bagaimana dia sekarang aku sendiri juga tidak tahu."
"Ya Tuhan Aya___" kata Heru.
"Subhanallah, Aya."
Mungkin bagi Heru dan Vina tertawa adalah hal yang paling mengasyikkan saat ini mendengar cerita konyol Aya. Namun bagi Aya?
Inikah yang tersebut sebagai cinta sejati. Cinta yang dengan siap hati menunggu tanpa sebuah kata pasti. Cinta yang berarti harus bisa menanti dengan kesungguhan diri.
'Tuhan, jika masih ada waktu sebagai sarana untuk mempertemukan aku yakin bahwa hati kami masih tetap sama.'
🥢👣
-- to be continued --
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
Mohon cek typo yaaaaa
Blitar, 26 Maret 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top