08 🌵 Kamu, di Tikungan Rindu

بسم الله الرحمن الرحيم

This is part of their story
-- happy reading --

🥢👣


BAHKAN tidak ada kumbang di dunia ini yang tidak menyukai sekuntum bunga. Apalagi rekahnya dikala musim semi tidak pernah luput selalu membuat banyak mata terpesona dengan keindahannya.

Wanita dan pengibaratan bunga. Mekar dan mewangi hingga mengundang setiap mata berpaling untuk sekedar melihat dan menganggapnya ada di dunia. Kecantikan wanita bukan hanya dipandang mata lelaki sebatas fisik seorang wanita yang aduhai. Body gitar spanyol atau biola yang masih baru belum digesek.

Kecantikan wanita bisa dilihat dari brain dan behaviornya. Seperti putri Indonesia yang selalu menggunakan tagline tersebut untuk setiap pemilihannya. Brain, beauty dan behavior. Kecerdasan, kecantikan dan juga perilakunya.

Aya masih bergerak dengan bebas sesuai denga possion yang dia miliki. Menjadi mahasiswa baru bukan berarti dia ikut dalam sebuah euforia yang berlebih, terlebih karena dia diterima di universitas terbaik tanpa melalui tes. Beasiswa yang dia terima cukup mengartikan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam pemikiran Aya dibanding yang lainnya.

Bicara dan mendengar, Aya masih cukup tahu diri untuk bisa menyeimbangkan keduanya. Bahwa manusia diciptakan untuk mendengar lebih banyak karena mereka memiliki 2 telinga dibandingkan dengan bicara. Ya, Allah menciptakan semuanya pas menurut fungsinya. Jika dalam kelas Aya memang harus bicara maka dia akan berbicara sewajarnya saja. Hingga pembawaan diri yang begitu supel membuatnya banyak memiliki teman meski tidak sedikit pertemanan diantara mereka terbilang dengan sebuah kata yang kini seringkali diperdengarkan, modus.

"Harus ya ke polres? acara apa sih Ya?" tanya Vina yang kini menemaninya menuju gerbang kampus kebanggaan mereka.

"Aku mencari keberadaan seseorang. Duku kami bertetangga di Madura."

"Lalu mengapa harus ke polres? Males ya aku ketemu polisi, mereka suka ganjen kalau melihat wanita seperti kita ini," tambah Vina.

"Hushh, nggak semua polisi seperti itu. Beberapa oknum bukan berarti satu instansi akan bersikap seperti itu," jawab Aya.

"Lagian ya kamu, masa aneh-aneh polres bukan tempat sensus penduduk."

"Iya memang bukan Vina sayang. Karena keluarga Om Agus yang akan kucari ini adalah anggota polri. Om Agus dulu pernah menjadi kapolsek di kecamatan tempatku tinggal di Madura sana." kata Aya kemudian mengajak Vina masuk ke mobil, taksi online yang telah di pesannya.

Vina akhirnya berhenti mendebat Aya hingga mereka sampai di polres. Aya dibawa masuk ke ruangan bagmin dan segera mengutarakan maksud kedatangannya.

"Itu sudah 16 atau 17 tahun yang lalu Mbak, sedang saya jadi anggota saja belum sampai 10 tahun." jawab salah seorang petugas yang menerima Aya.

"Jadi tidak bisa ya Pak?"

"Mungkin bisa tapi jawabannya tidak bisa langsung hari ini. Mbak Aya ada nomer telpon yang bisa saya hubungi?"

Dan seperti itulah awalnya kumbang yang sedang mendekati rekah bunga yang sedang mengembang. Entah mengapa seolah pertemuan itu akhirnya membawa keakraban tersendiri antara Lody, Lodaya Wicaksono. Meski pada akhirnya keberadaan Agus Wondo juga tidak bisa ditemukan.

Mencari jarum di tumpukan jerami. Bisa, tetapi sangat sulit.

"Aya, kamu memangnya tidak ingin bekerja?" tanya Lody saat mereka sedang makan malam bersama.

"Inginlah."

"Kamu masih kurang berapa tahun lagi memang kuliahnya?"

"Ya mungkin satu setengah tahunanlah. Ini baru juga semester 2." jawab Aya.

"Kalau menikah?"

"Maksud kamu?" tanya Aya yang tidak mengerti pertanyaan Lody.

"Maaf Aya, usia seperti kamu ini sudah pantas untuk menikah. Kamu ada cita-cita untuk menikah dalam waktu dekat?" tanya Lody perlahan. Sebetulnya kentara sekali sikap Lody mendekati Aya hanya saja sepertinya Lody belum siap jika harus berumah tangga dalam waktu singkat. Usianya yang satu tahun di bawah Aya membuatnya masih ingin meretas masa depan dengan lebih baik lagi.

Sementara Aya yang masih mengambil pascasarjananya dia juga masih harus kuliah menyelesaikan program sarjana yang diambil sembari bekerja.

"Belum. Memangnya mengapa?"

"Aku juga belum, takut aja tiba-tiba orang tuamu datang kemari kemudian memintaku untuk menikahimu." Kekeh Lody dengan gaya khas yang membuat Aya ikut terbahak.

Gaya Lody yang supel dan apa adanya membuat Aya tidak risih berdekatan dengan seorang polisi. Ya mereka berteman, dan sampai kapan pun sepertinya Aya cukup nyaman dengan friend zone diantara mereka.

"Anak kecil mau ngegoda orang dewasa, belajar berjalan yang bener dulu." Kata Aya hingga membuat keduanya tak berhenti tertawa.

Sampai makanan dan minuman mereka kandas dan keduanya kini terdiam untuk saling memahami hati. Tidak, hati Aya tidak ingin berpaling untuk yang lainnya.

"Dan anak kecil yang kamu katakan harus belajar berjalan ini sedang belajar mencintai Aya. Mencintai seorang mahasiswa yang usianya setahun lebih tua darinya. Will you?" kata Lody.

"Hah__?"

"Jika kamu belum siap untuk menikah, aku juga belum siap Aya. Tapi bukan berarti kita tidak bisa mencoba untuk menyamakan langkah guna mencapai tujuan bersama." Aya tercekat. Bibirnya kelu hanya sekedar untuk menanggapi ocehan receh Lody yang dianggapnya hanya untuk keperluan ngeprank dirinya saja.

"Lod kamu salah minum obat?"

"Aku beneran Aya, aku suka sama kamu. Cuma aku belum ingin menikah dalam waktu dekat."

"Tidak ada suatu hubungan yang dibenarkan sebelum pernikahan. Aku memang bukan terlahir dari keluarga yang agamis. Tapi setidaknya aku mengetahui kalau hubungan yang kamu maksudkan itu keliru. Kita berteman atau kamu tidak perlu menemuiku lagi." Aya akhirnya berdiri dan meninggalkan Lody yang masih membeo ditempatnya.

Aya bukannya sombong, bukan pula takabur dengan asanya. Namun dia hanya ingin menjaga amanah dari kedua orang tuanya. Ukhuwah itu dilakukan dengan siapapun juga namun manakala dalam hati mengukur bahwa akan timbul fitnah diantara mereka sebaiknya memang disudahi. Dan Aya melakukan itu, sesungguhnya tidak ada hubungan sahabat antara dua orang, laki-laki dan perempuan yang mengaku diri mereka sebagai teman.

Normal kembali seperti biasanya. Aya bergulat dengan lembaran literasi yang membuatnya semakin rajin untuk mengunjungi perpustakaan. Semakin banyak godaan di luar yang mengajaknya hang out, semakin lama juga target lulusnya terpenuhi.

Hingga semester berganti pun Aya masih setia berkencan dengan buku bacaan dan tugas-tugas yang sesungguhnya bisa dikerjakan sambil lalu. Namun Aya tetaplah Aya, dia hanya ingin semuanya berjalan sesuai rule hingga cita-citanya terwujud.

"Hidup itu juga harus seimbang Aya. Seperti orang yang bekerja, kadang serius kadang juga perlu istirahat. Kamu juga harus seperti itu, sesekali ikutlah organisasi. Siapa tahu dengan begitu akan ada manfaatnya ke depan. Jangan hanya bergelut dengan literasi saja. Seorang dosen pun juga harus bisa menyeimbangkan ilmu pengetahuan dan juga sosialita kok." Kata Heru yang melihat Aya masih serius dengan beberapa tumpukan buku di depannya.

"Aku pernah salah menilai seseorang. Itu karenanya yang membuatku malas untuk berteman dengan orang lain yang hanya mengedepankan modus daripada ketulusan berteman." Jawab Aya.

"Maksud kamu polisi yang waktu itu?"

Aya terdiam namun Heru tidak perlu jawaban karena sesungguhnya jawaban itu telah ada dengan sikap diamnya Aya.

Heru memberikan sebuah informasi dari gawainya yang mungkin menarik perhatian Aya. Pengumuman tes CPNS untuk penerimaan dosen baru.

"Kan harus S2? mana mungkin?" tanya Aya.

"Penyertaan surat kuliah dan kartu hasil studi telah menempuh minimal 30 SKS." kata Heru yang membuat mata Aya berbinar. Benar dia memang bercita-cita ingin menjadi seorang pengajar. "Gih sana segera minta ke akademik untuk cetak ulang KHS dan mintakan tanda tangan pengesahan Dekan."

Aya segera mengemasi semua buku yang masih terbuka di depannya. Menumpuknya dengan rapi di atas meja kemudian segera berjalan menuju ke ruang akademik untuk meminta surat sesuai yang diinformasikan Heru kepadanya. "Thanks ya Her."

"Makanya gaul Aya jangan cuma perpustakaan saja."

"Aki suka malas kalau kebanyakan modus."

"Terkadang modus juga dibutuhkan untuk memperoleh informasi."

"Lah kamu tahu darimana itu infonya?" tanya Aya setelah dia selesai meminta surat yang dimaksudkannya kepada petugas administrasi yang dijanjikan keesokan harinya bisa Aya ambil.

"Tadi sempat ngobrol dengan Pak Utama ngobrolin masalah seminar dan sedikit tentang tesis. Kemudian beliau menginformasikan ini ke aku. Kamu sudah susun buat seminar belum?" tanya Heru. Apapun itu Aya sangat berterimakasih kepada Heru. Dari awal Aya tahu kalau Heru memang menaruh hati kepadanya namun sedari awal pun Aya juga menjelaskan bahwa mereka tidak mungkin bersama karena perbedaan keyakinan yang mereka peluk.

Hingga akhirnya Heru mengerti dan menganggap Aya sebagai temannya. Entah teman atau yang lainnya, intinya sejak kejadian Lody dimana Aya merasa dilecehkan sebagai seorang perempuan sejak itu pulalah dia menarik batas bergaulnya antara perempuan dan laki-laki.

Sementara itu di terminal kedatangan bandara Adi Sucipto Yogyakarta begitu ramai para keluarga yang akan menjemput saudaranya yang baru saja mendarat. Tak berbeda jauh dengan Dewinta dan Narni yang juga berdiri cemas di pintu keluar terminal kedatangan Bandara Adi Sucipto Jogja.

Hari ini, sesuai dengan jadwal yang diinformasikan, pesawat udara yang mengantarkan Andi kembali ke pangkuan ibunya telah diumumkan mendarat namun sudah hampir setengah jam dua perempuan itu belum melihat batang hidung saudara dan putra yang mereka rindukan. Tiga setengah tahun mengenyam pendidikan di luar negeri membuat keluarganya tidak lagi bisa menahan rindu. itu alasannya mengapa Narni memilih untuk menjemput sendiri putra tercintanya di bandara.

"Bu, Andi kok belum keluar juga. Tuh anak bener-bener ya, sudah tiga setengah tahun tidak pernah balik. Giliran balik nggak nongol-nongol." Kata Dewinta gemas ingin menjitak kepala adiknya.

"Kamu seperti tidak hafal adikmu saja. Paling dia akan datang mengagetkan kita." Kata Narni yang akhirnya disambut dengan suara bernada kecewa.

"Yaaahhhh, bener kan mau dikagetin sudah hafal. Nggak seru deh surprisenya."

"Andi___"

"Ishhh, apaan sih Mbak Dew? Aku kangen Bu. Ibu pasti juga kangen kepadaku." Kata Andi langsung memeluk wanita yang telah melahirkannya ke dunia dengan mata basah.

"Sini peluk juga, punya adik durhaka banget sama kakaknya." Ledek Dewinta.

"Ishhh, sehat Mbak?" Andi melepas pelukannya cepat kemudian matanya mencari sesuatu namun tidak menemukan. "Mbak Dewi sendirian? Kevka tidak diajak?"

"Kita hanya berdua saja. Kevka di rumah lah lagian mana bisa aku setir mobil sambil gendong ponakanmu. Ayo pulang, ceritanya di rumah saja." Ajak Dewi kepada Andi yang masih memeluk ibu mereka dengan hangat.

Dokter spesialis orthopedic and traumatology itu kini telah kembali. Pesonanya masih sama di awal usianya yang kini telah menginjak kepala 3. Bahagia? tentu saja. Bisa pulang dari negeri orang dengan sebuah gelar baru adalah kebanggaan. Namun seolah tidak pernah terhapus dari dalam benak Andi, kebanggaan itu terasa hampa tanpa adanya seseorang yang siap menjadi teman hidupnya mendatang.

"Ndi, teman Ibu nanti akan ke rumah kita." Andi sudah paham benar jika ibunya yang berkata seperti ini pasti ada sebuah niat yang tersirat. Ini Andi baru saja sampai di rumah. Bahkan koper yang dia bawa dari bandara belum juga dibuka. Ibunya sudah membicarakan perjodohan yang seringkali dia hindari.

"Ibu, Andi masih capek." Suara Andi benar-benar enggan.

"Mau sampai kapan kamu menghindar, Le. Kamu sudah jadi dokter spesialis. Kurang apa lagi?" tanya Narni.

"Bu, meski sudah jadi dokter spesialis namun Andi juga belum bekerja. Belum tentu rumah sakit tempat Andi bekerja dulu menerima Andi kembali. Mau diberi makan apa keluarga Andi nanti." tolak Andi dengan sangat halus meski pada akhirnya dia mengusap mukanya dengan frustasi dengan kedua tangan. Hatinya tidak akan bisa menerima wanita lain selama nama Aya masih setia menjadi ratu di singgasananya.

"Itu gampang, Ayahmu pasti bisa membantu."

"Ibu kenal Andi dari kecil bukan? sejak kapan Andi bisa melangkah dengan sistem nepotisme seperti itu?"

"Ya sudahlah terserah kamu, yang penting nanti malam teman Ibu dan keluarganya akan datang berkunjung kemari. Bersiaplah dan jangan membuat malu Ibu." kata Narni gusar dan memilih untuk meninggalkan Andi.

Pernah mendengar serial ande-ande lumut? Sepertinya Andi merasa seperti si ande-ande lumut yang akan di 'unggah-unggahi' oleh para kleting. Jika dulu si ande-ande lumut bisa menolak karena para kleting itu semua sisanya Yuyu Kangkang, lalu sekarang dia menolak karena alasan apa? Klise, belum ingin berumah tangga. Siapa yang belum ingin? Andi sangat ingin membina rumah tangga, ada seseorang yang memperhatikan, menyambut kedatangannya saat dia pulang dari kantor, tersenyum untuknya, bahkan untuk memenuhi kebutuhannya sebagai seorang pria dewasa. Namun itu tidak dengan para 'kleting yang ditawarkan oleh Ibunya.

"Ah, Yuyu Kangkang, di mana pun kamu berada bantu aku untuk mencium para kleting yang akan dikenalkan ibu kepadaku hingga aku bisa menolaknya dengan menjadikanmu sebagai alasan." Helaan nafas kasar terdengar begitu kencang. Andi kemudian masuk ke kamar dan mengunci dirinya dari dalam.

Dewi hanya bisa menggelengkan kepala ketika mengetahui bagaimana kekeraskepalaan sang adik kemudian keinginan sang ibu yang tidak pernah bisa menyatu bak air dan minyak. Andi memang keras, begitu juga dengan ibu mereka.

Hingga malam harinya tiba Andi hanya bersiap dengan pakaian ala kadarnya. Dengan alasan belum sempat bongkar koper. Menemui tamu yang dikatakan teman ibunya, dan dihadapannya kini sedang duduk seorang wanita yang cukup cantik.

"Hai, aku Indri."

"Andi."

Cukup, hanya Andi yang merasa enggan berada di ruang tamu rumahnya yang sebenarnya sangat nyaman. Keberadaan wanita cantik bernama Indri itu yang membuat Andi tidak lagi nyaman hingga akhirnya membuat bibirnya terbuka untuk bicara. "Om, Tante, maaf saya istirahat dulu karena baru saja sampai di Jogja hari ini."

🥢👣

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Mohon cek typo yaaaaa

Blitar, 17 Maret 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top