06🌵Telepati Hati
بسم الله الرحمن الرحيم
This is part of their story
-- happy reading --
🥢👣
Mimpi Andi menjadi kenyataan. Dua tahun sudah bergelung dengan buku-buku tebal kembali. Mengesampingkan inginnya untuk bertemu sang pujaan hati. Entahlah seolah dia juga merasa bahwa Aya tidak secepat itu untuk bisa menemukan pasangannya. Mengingat umur mereka yang terpaut cukup jauh membuatnya berhitung. Aya pasti masih juga sama sepertinya, kuliah.
Lagi-lagi mata Andi berputar jengah. Akhir-akhir ini rasanya setiap bangun tidur dan dia memeriksa gawainya selalu disuguhi dengan beberapa foto wanita cantik yang tersenyum manis dalam berbagai pose. Pesan dari ibunya membuatnya harus mensetting ulang untuk tidak otomatis download setiap kali ada pesan bergambar masuk supaya tidak memenuhi galery fotonya.
Ya, menyadari bahwa usianya sudah memasuki fase dimana setiap orang tua akan dengan serius mencarikan calon untuknya. Sedangkan dia sendiri seolah masih enggan melangkah. Sebenarnya bukan enggan melangkah, namun Andi enggan untuk berucap. Mengatakan yang sebenarnya bahwa hatinya telah tertambat kepada sosok Aya sedari gadis itu meninggalkannya tanpa pesan.
Indonesia sudah siang kala Andi membuka pesan di gawainya setelah melaksanakan panggilan subuh pagi ini. Sehingga mungkin ketika pesan yang dikirimkan ibunya berubah warna menjadi biru wanita itu seketika langsung menekan tombol telepon dan gawai Andi bergetar padahal dia belum menyelesaikan membaca semua pesan yang ada di sana.
"Assalamu'alaikum Bu."
"Waalaikumsalam, Sayang. Bagaimana fotonya?" tanpa basa-basi sepertinya Narni meminta Andi untuk memberikan komentar.
"Andi baru selesai sholat subuh Bu. Masih juga memeriksa pesan-pesan yang lain. Lagian disini Andi harus fokus sekolah yang benar, menghapal dan memahami ribuan lembar buku untuk menunjang kegiatan Andi. Bukan malah enak-enakan melihat foto wanita yang Andi belum kenal sama sekali. jawab Andi sambil tersenyum supaya ibunya tidak terluka atas penolakan itu.
"Justru karena itu. Ibu tahu waktumu tidak banyak usiamu juga bukan untuk bermain-main dengan wanita."
"Andi tidak pernah bermain dengan wanita." Setidaknya hanya Aya yang menjadi teman bermainnya bukan wanita lain.
"Andi, dengarkan ibu. Dari dulu kamu begitu tertutup dengan wanita. Seolah kamu ingin mengatakan bahwa kamu tidak membutuhkan keberadaannya. Padahal bukan seperti itu seharusnya. Karena itu mungkin kamu butuh referensi supaya memudahkan semuanya."
"Terima kasih Bu. Tapi untuk saat ini Andi masih ingin fokus belajar. Tolonglah Bu, Andi pasti akan memberikan menantu kepada Ibu tapi tidak sekarang. Nanti kalau Andi sudah menemukan orangnya, Andi pasti akan mengajak ke rumah untuk bertemu dengan Ibu dan Ayah." Jawab Andi panjang lebar. Rasanya enggan tapi Andi harus mengatakan itu supaya tidak setiap hari ibunya mengirimi foto-foto wanita cantik dan seksi kepadanya.
"Ayah dan Ibu tidak muda lagi. Sebelum kami pergi, kami ingin menimang cucu dari kamu." Kata Narni dengan muka sendu.
"Inshaallah, cukup ibu doakan ya. Selebihnya Andi akan berusaha mewujudkannya." Ucapan Andi sebelum dia akhirnya menutup panggilan telepon dari Ibunya.
Saking antusiasnya Narni sampai lupa menanyakan bagaimana kabar Andi, kuliahnya, sedang musim apa di UK sekarang.
Dengan senyum hambarnya dia kembali membuka galery di dalam gawainya. Sebuah foto yang selama ini telah banyak memompakan semangat. Semangat untuk belajar, semangat untuk tersenyum. Foto semasa kecilnya dulu, foto yang sampai kini juga masih menjadi penghias di meja belajarnya yang tersimpan di kamar. Bahkan Narni sendiri bisa melihat fotonya bersama Aya, gadis cilik dikuncir dua dengan senyum yang memperlihatkan gigi susunya. Sedangkan Andi yang memangku Aya duduk di belakangnya sambil memegang nina bear sama seperti yang dilakukan Aya. Foto itu dulu diambil Narni dengan menggunakan kamera pocket di beranda rumah dinas Agus Wondo ketika berdinas di Arosbaya.
"Tidak akan ada yang berubah. Dulu, sekarang dan juga nanti. Aku pasti menemukanmu suatu saat nanti, aku dan kamu akan menjadi kita." Andi menutup gawainya. Memastikan jadwal kegiatannya hari ini dan tak lupa menyelipkan doa untuk Allah selalu memberikan sehat dan bahagia kepada Aya, gadisnya di belahan bumi yang berbeda.
-----------------------
Loving you it hurt sometimes
I'm standing here you just don't buy
I'm always there you just don't feel
Or you just don't wanna feel
-----------------------
Andi masih sering bertanya, mengapa kisah cinta, meski selalu mendominasi tema-tema lagu dan buku tidak pernah habis diperbincangkan di dunia. Mungkin karena cinta punya begitu banyak wajah. Cinta bisa menciptakan hati yang bermekaran bak bunga yang sedang merekah saat musim semi tiba. Namun ada kalanya cinta juga bisa melukai dengan begitu kejamnya.
Sekali lagi cinta bisa membuat tertawa, namun bisa juga membuat tangis secara bersama. Cinta bisa membuat kita bertahan hidup, namun terkadang pahitnya cinta membuat enggan hidup lebih lama.
Cinta memang gila. Dan Andi memang sedang tergila-gila dengan cinta untuk gadis kecilnya.
Ini bukan kisah cinta dalam diam namun Andi belum menemukan Aya untuk bisa mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya bersemayam di dalam hati. Entahlah Andi juga tidak tahu sampai kapan mencintai satu sisi.
Jika ada yang bertanya, sejak kapan rasa itu hadir? mungkin Andi akan menjawab tidak tahu. Yang jelas sejak dirinya mengenal Aya sejak itu pula tidak lagi terbersit angan untuk membina hubungan yang melibatkan perasaan antara seorang pria dan wanita.
Dulu bahkan Andi selalu meluangkan waktu hanya sekedar untuk mendengarkan Aya bercerita. Menceritakan dongeng dan hayalan kecilnya tentang persahabatan berbagai hewan melalui tangan lentik yang memainkan bonekanya. Andi dengan senang hati menyimak semua, memang gila. Andi juga sudah mengakui semuanya. Hingga membuatnya menjadi semakin penasaran, apakah orang lain yang sedang jatuh cinta juga akan melakukan hal yang sama?
Hari ini jadwal kuliahnya cukup padat. Persiapan untuk menjadi seorang residen dan beberapa mata kuliah yang memang harus diselesaikan. Penelitian yang kini menjadi fokusnya. Ya, kelas spesialis bedah tulang itu yang kini harus menjadi makanan sehari-hari untuk Andi.
Realita yang membawanya berdiri di posisi ini cukuplah menarik dan mungkin hanya dia sendiri yang tau mengapa harus berada di jalur itu. Berperang dengan berbagai macam alat operasi dan kejelian yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Membuatnya tidak ingin sekedar memberikan sebuah pengharapan kosong kepada keluarga pasien tanpa sikap profesionalitas yang mungkin nantinya akan mempertanyakan kapabilitasnya sebagai seorang dokter bedah tulang.
Di belahan bumi yang berbeda, sama menikmati perannya sebagai seorang mahasiswa tingkat 3. Mempersiapkan diri menjelang kelulusan adalah hal paling membuatnya tuli dan buta. Tuli karena tidak ingin mendengarkan semua omongan orang tentangnya dan buta karena cukup satu tujuan dalam hidupnya. Segera lulus dan dapat bekerja sesuai dengan cita-citanya.
Tumbuh dan berkembang di lingkungan pendidik mau tidak mau membuat Aya seolah tercetak mindset bahwa dia juga bisa melakukan tugas mulia itu tanpa harus diminta ataupun diwajibkan. Sejak kuliah semester pertama, Aya aktif tergabung di sebuah bimbingan belajar yang membuatnya bisa berdiri sebagai tentor untuk sebuah mata pelajaran.
Bahkan jauh dari aplikasi ilmu yang kini diambilnya di bangku kuliah. Matematika memang sangat disukainya sedari mula dia mulai bisa berhitung. Berapapun soal matematika dengan berbagai versi bisa dilahapnya dengan baik dan memberikan jawaban sempurna. Bahkan raport di sekolahnya dulu selalu angka sempurna itu menjadi alasan senyumnya terukir indah. Meski ada beberapa mata pelajaran yang tidak bisa dikuasainya dengan baik.
Tapi takdir membawanya di sini. Fakultas Ekonomi sebuah universitas negeri di Malang.
"Aya, memangnya apa kurangnya Reyhan sih. Dia mahasiswa paling pinter loh sekelas, setidaknya dia saingan terberatmu kan. Agama jelas, wajah jangan diragukan. Lalu alasannya apa yang membuatmu menolaknya? Dulu Revan juga kamu tolak bahkan Kamil yang menjadi pujaan setiap wanita langsung mundur teratur saat mencoba mendekatimu dan waktu itu kamu seolah tidak pernah mau memberikan ruang untuknya bisa maju. Lalu lelaki apa yang kau inginkan?" tanya Susan teman Aya yang paling heboh mendekatkan keduanya.
"Jika agamanya jelas harusnya dia tidak melakukan ini. Lelaki yang Allah kirim sebagai imam terbaik untukku."
"Harus sekarang ya datang meminta kepada orang tuamu supaya kamu mengerti bahwa Reyhan serius mencintaimu."
Harusnya Aya berkata iya, namun otaknya berpikir lebih cepat dari mulutnya bersuara. Hingga dia kembali diam dan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan konyol dari temannya. Tidak ada yang salah dengan perasaan Reyhan. Dia baik dan tidak pernah berperilaku tidak sopan kepadanya.
"Kamu terlalu sombong Aya. Suatu saat daya tarikmu akan memudar dan saat itu pula tidak akan ada lagi lelaki yang mencoba untuk mendekatimu." Kata Susan yang sudah kecewa dengan sikap Aya.
Aya menolak karena memang fokusnya saat ini bukanlah tentang hati dan perasaan. Cita-cita di depannya masih harus diperjuangkan dengan segala macam pengorbanan. Termasuk untuk mengesampingkan rasa yang terkadang hadir untuk bisa memiliki seseorang. Walau hanya sekedar teman cerita yang bisa mendukung setiap langkahnya untuk maju.
Namun saat kembali benteng imannya menjadi alarm bahwa tidak diperbolehkannya untuk sekedar menjalin hubungan lebih antara laki-laki dan perempuan seketika itu inginnya kembali terbantahkan.
"Ada Allah San yang akan membantuku kelak. Itu sudah cukup bagiku. Tidak perlu yang paling tampan atau yang paling pintar. Allah pasti memberikan yang aku butuhkan." Jawab Aya akhirnya.
"Okelah, silakan saja kamu meminta sama Allahmu itu. Jangan pernah memintaku untuk bisa mendekatkanmu dengan mereka kalau mungkin suatu saat kamu menginginkan itu." Kata Susan kemudian berlalu pergi meninggalkan Aya.
Gelengan kepala dan ucapan istighfar menghias bibir Aya. Hatinya mencoba untuk menimbang, menyelami dan merasakan. Apa yang kurang dari seorang Rayhan Firmansyah. Dia gentle dengan semua yang dimiliki, bicara pas pada porsinya dan bersikap wajar sesuai dengan kapasitasnya.
Apakah ini karena hanya semata alasan agama? Atau mungkin memang telah ada nama lain yang selalu menjadi tolok ukur Aya untuk menilai seseorang?
Rasa bersalah yang selama ini disimpannya seorang diri seolah menjadi pagar yang membuatnya ingin kembali ke masa lalu tapi mustahil untuk terjadi. Adakah yang lebih indah dari sebuah persahabatan di masa kecilnya yang begitu tulus tanpa pamrih hingga meninggalkan bekas yang teramat dalam di hatinya.
Tanpa pamrih? Sejauh ini Aya masih menganggap Andi sebagai kakaknya yang telah hilang. Kakak yang menyayanginya sebagai seorang gadis kecil yang pantas untuk dilindungi. Kakak yang selalu memberikan seluruh waktunya untuk membuatnya bisa tertawa.
Andi yang ditinggalkannya enam belas tahun yang lalu.
'Aku kangen kamu Mas. Andai waktu itu aku tidak semarah itu kepadamu. Mungkin akan lain ceritanya.' Aya yang kini hanya berteman dengan balpoint. Menuliskan segala gundah di hatinya
"Dorr. Mbak Aya, ngapain sih sering nangis sendirian?" tanya Gita adiknya ketika tiba-tiba masuk ke kamarnya.
Basagita Arindana, lahir 6 tahun setelah Aya melihat dunia. Gita yang saat ini masih sekolah di bangku SMP memang suka sekali membuat kakak perempuannya kesal.
"Bocah, siapa yang nangis sih?"
"Itu ada air di bawah mata Mbak Aya."
Keduanya sebenarnya saling mencintai tapi terkadang cara mengungkapkannya adalah dengan perangai yang berlawanan dari kata mencintai. Sering bertengkar dan adu mulut namun tak lama berselang sudah tertawa bersama lagi.
"Mbak, sebenarnya siapa sih laki-laki yang ada di foto bersama Mbak Aya itu kok aku tidak pernah bertemu dengannya?" tanya Gita saat dia kembali memandang foto yang dipigura oleh Aya dan diletakkan di tolet kamarnya.
Aya tersenyum, angannya kembali mengenang peristiwa 16 tahun yang lalu. Dimana mas Andinya yang selalu ada untuknya.
"Kan sudah pernah diceritakan itu mas Andi namanya. Kalau kamu tidak pernah bertemu ya memang benar, Mbak dulu bertemu dengannya juga sebelum kamu lahir." Kata Aya.
"Sewaktu Ayah masih dinas di Madura kan?"
"Iya."
"Dan itu sudah 16 tahun berlalu, selama itu juga Mbak Aya masih mengingatnya dengan baik. Adakah Mas Andi itu adalah laki-laki spesial yang Mbak Aya tunggu sampai sekarang?" pertanyaan panjang yang membuat Aya menghentikan aktivitasnya. Adiknya ini terlalu jeli untuk menyambungkan sesuatu.
"Uhhh dasar bocah. Mas Andi itu dulu seperti kakak buat aku. Lagian ya sudah 16 tahun kita tidak bertemu, sekarang juga dia sudah berumur 28 tahun. Mungkin juga sudah melupakanku__"
"__dan sayangnya Mbak Aya nggak bisa lupain dia."
"Gita__!" kata Aya sedikit tinggi mendengar adiknya langsung menjawab sebelum dia selesai berbicara. Tapi ucapan Gita memang tidak sepenuhnya salah.
"Memangnya selama ini Mbak Aya nggak nyoba untuk mencarinya?"
"Untuk apa?"
Gita mengangkat kedua bahunya kemudian berkata, "Kalau cinta itu diperjuangkan Mbak, jangan hanya diam."
Cinta? Adiknya yang masih SMP bercerita tentang cinta? Aya sendiri yang sudah kuliah semester 6 masih enggan untuk mendefinisikan apa itu cinta. Ini Gita sudah dengan gamblangnya menasihati seperti berusia lebih darinya.
"Git, kamu salah minum obat? Sebentar lagi kamu UN kan persiapan juga masuk SMA, mengapa sekarang malah membahas tentang cinta?" kata Aya.
"Bukan buatku, tapi buat Mbak Aya. Sumpek kali Mbak mendengarkan ibu-ibu bergunjing setiap pagi di tukang sayur. Buat apa sekolah tinggi kalau belum laku-laku sampai sekarang, memangnya Aya mau jadi perawan tua." Kali ini Gita menirukan kata dan gaya khas ibu-ibu ketika sedang berghibah ria.
"Astaghfirullah. Jangan memfitnah orang lain seperti itu. Dosanya besar loh."
"Ye ini bukan fitnah, aku mendengarkan sendiri mereka bergunjing dan orang yang menjadi bahan gunjingannya adalah Mbak Aya. Kesel kan jadinya."
"Jadi___?"
"Jadi Mbak Aya harus segera menikah, supaya mulut rombeng mereka terdiam." Kata Gita dengan santainya.
Pahamilah sejenak dengan memakai hati bukan tidak ingin untuk menikah, hanya saja Allah memang belum menghadirkan dia yang paling baik untuk mendampingi.
Jika banyak yang menggunjing mengapa masih betah melajang, belum menikah, tidak laku, atau terlalu pemilih? Tanpa mereka tahu alasan mengapa Aya memilih tetap sendiri. Tentu karena dia masih ingin menyelesaikan kuliahnya. Hanya saja karena Aya dan orang tuanya tinggal di desa membuatnya menjadi santapan yang lezat untuk bahan gunjingan warga yang rata-rata mereka menikahkan anak perempuannya setelah SMA. Ditambah lagi karena tidak ada seorang laki-laki yang datang berkunjung ke rumah Aya. Membuat warga sekitar seolah memberikan penilaian bahwa Aya tidak laku dan terlalu pemilih.
Padahal bagi Aya tidak seperti itu. Dia berjalan sambil tetap menunggu dia yang Allah siapkan untuknya, dan itu bukanlah hal mudah. Mungkin mereka berpikir bahwa Aya hanya duduk terdiam sambil berpangku tangan. Tidak, tentu saja tidak. Aya berusaha meminta dengan berdoa meski dia sendiri tidak tahu bagaimana rupa belahan jiwanya nanti.
Dia ingin serius tapi tidak sekarang, nanti jika saatnya tiba menjalani hubungan yang sesungguhnya setelah pernikahan bukan hubungan sampai pernikahan. Mereka datang untuk singgah sebentar. Lalu pergi meninggalkan kenangan. Membuat hati patah berkeping hingga sulit untuk disatukan.
Jalan yang dipilihnya memang tidak biasa, tapi cara itu sesuai dengan ketentuanNya. Berusaha menjaga hati dari virus merah jambu. Belajar menundukan pandangan pada dia yang belum halal. Menjaga komunikasi agar jauh dari fitnah yang menyesatkan. Bukan munafik atau sok suci. Itu hanyalah sarana penjagaan hati, untuk dia yang berani menghalalkan.
'Cukupkanlah pertanyaan dan pergunjingan tetangga ya Rabb. Izinkanlah hamba bersimpuh padaMu selalu dalam untaian doa disepanjang malam. Entah kapan jodoh itu dihadirkan, hamba hanya berusaha menjalankan.'
Sapuan kedua tangan ke muka mengaminkan semua doa yang telah terpanjatkan kehadirat Illahi Rabb dini hari ini.
🥢👣
-- to be continued --
💊 ___ 💊
Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇♀️🙇♀️
Jazakhumullah khair
💊 ___ 💊
Mohon cek typo yaaaaa
Blitar, 11 Januari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top