The Contest
Di bawah terik matahari yang panas. Ketika segala hal yang seharusnya dikerjakan sudah diselesaikan, Bassel pergi ke tepian Sungai Nil. Dia hanya diam, meski begitu suasana sunyi tak juga ia dapatkan. Suara tawa para pekerja proyek yang sedang beristirahat menjadi latar belakangnya.
Diam-diam, Bassel menatap para pekerja itu dengan iri. Meski mereka sama-sama memiliki kasta yang rendah sepertinya, akan tetapi mereka bukanlah budak. Mereka yang dipekerjakan kerajaan untuk membangun piramida bukanlah budak. Mereka diberi kebebasan, bahkan diberikan upah berupa roti atau gandum.
Mereka tidak akan mendapatkan cambukan jika melakukan kesalahan, sementara dirinya, luka bekas cambuk tersebut masih basah, semakin terasa perih ketika langsung terkena sengatan matahari.
"Bassel!"
Merasa namanya dipanggil, laki-laki itu menoleh dan mendapati temannya yang mengenakan pakaian kerajaan tengah berjalan mendektinya.
"Senenmut?"
Ia sudah lama berteman dengan Senenmut, mereka teman masa kecil, namun mereka memilik takdir yang berbeda. Meski dulunya suka berlari-lari tanpa alas kaki dan pakaian, kini Senenmut memiliki jabatan istimewa di kerajaan.
Laki-laki itu tersenyum lebar, kemudian memukul pelan pundak Bassel.
"Kau melamun lagi?"
"Ya."
"Apa majikanmu mencambukmu lagi?"
"Ya."
"Karena apa?"
"Aku tidak sengaja menjatuhkan makanannya."
"Oh, ya … beberapa bangsawan juga akan marah jika makanannya terjatuh."
"Senenmut, apa tidak ada pekerjaan lagi di kerajaan? Meski menjadi buruh pembangunan, aku tidak masalah."
"Masalahnya adalah, kami belum berencana membeli budak. Jika ingin mempekerjakanmu, setidaknya kami harus membebaskanmu dari majikanmu terlebih dahulu."
Bassel terdiam, tentu dia kecewa, akan tetapi ia tidak bisa melampiaskan kekecewaannya terhadap Senenmut. Apa yang dikatakan laki-laki itu memang benar. Seorang budak tidak bisa bertingkah seenaknya. Ia masih terikat dengan majikan, selama tidak ada akad bahwa ia dibebaskan, atau dijual-belikan ke majikan yang lain.
^^^
Di waktu yang sama, di kediaman Bangsawan Hauren. Laki-laki bertubuh tegap tersebut berjalan dengan raut wajah yang cerah. Ia membawa kabar baik, ya … kabar baik untuknya, bisa jadi kabar ini malah menjadi kabar buruk untuk sang istri.
"Berenike?"
Suaranya terdengar lembut saat melafalkan nama sang istri. Perempuan yang paling dicintainya. Perempuan itu sedang berada di dalam kamar, tersenyum bahagia saat melihatnya, kemudian bangkit dari tempat tidur dan menyambut kedatangannya. Perempuan dengan rambut hitamnya yang berkilau, juga kulit putih yang ditutupi dengan kain putih dari sutra terbaik di Mesir.
"Sayangku? Ada apa gerangan? Wajahmu sungguh tampak bahagia.'
"Berenike, dengarkan aku baik-baik. Namun, alangkah baiknya jika kita duduk terlebih dahulu."
"Baiklah."
Hauren menarik pelan tangan Berenike, membimbingnya ke kursi kayu yang ada di dekat jendela.
"Katakan padaku, apa yang membuatmu bahagia, Sayangku."
Masih dengan senyum yang terukir di bibirnya, Hauren menatap kedua mata sang istri lekat.
"Rombongan Ratu Hatshepsut akan mengadakan perjalanan ke negeri seberang. Mereka sedang mencari tanaman untuk menghias kuil-kuil Dewa Ra. Kupikir, ini adalah peluang yang bagus. Kita akan mengikuti rombongan mereka untuk membeli beberapa barang di sana dan menjualnya di sini."
Sesaat, Berenike merasa kecewa. Ia tidak ingin sang suami pergi meninggalkannya. Namun, ia menelan rasa kecewanya, dan berusaha untuk tetap tersenyum. Setidaknya di hadapan sang suami.
"Tidak biasanya engkau ikut langsung dengan rombongan, Sayangku."
"Tidak biasanya juga Ratu Hatshepsut ikut serta dalam perjalanan kali ini. Ratu Hatshepsut paling pandai dalam bernegosiasi, kita akan mendapatkan banyak keuntungan dalam perjalanan ini."
Hauren menyadari bahwa sang istri merasa kecewa dan sedih, tapi tidak sanggup untuk menolak gagasan ini. Sedikit banyak, sang istri pasti tahu bahwa peluang keberhasilan dari perjalanan ini hampir mencapai seratus persen.
"Tapi … aku akan kesepian. Perjalanan yang akan kau tempuh, pasti lebih dari satu purnama."
Hauren tersenyum kecut."Ya … itu sudah pasti."
"Lalu apa yang aku bisa kulakukan di sini tanpamu? Bolehkah aku ikut?"
"Jika kau ikut, siapa yang akan menjaga rumah kita?"
Hauren membelai pipi Berenike dengan sebelah tangannya, Berenike menggenggam tangan tersebut.
"Kelak, waktu yang kau lalui tanpaku akan menimbulkan rasa rindu, dan rasa rindu tersebut terobati ketika kita bertemu. Semakin besar rasa rindu tersebut, semakin kuat cinta kita satu sama lain."
Berenike tersenyum.
"Oh ya, kau juga tidak akan kesepian. Ada banyak pelayan di sini. Aku memang membawa beberapa budak, pelayan, juga pengawal, tapi aku tetap meninggalkan mereka yang biasa melayanimu di rumah."
"Tetap saja, aku tetap akan merasa kesepian."
"Atau kau bisa merekrut beberapa orang yang kau mau agar menemanimu di sini. Kita juga bisa membeli beberapa budak yang bisa kita manfaatkan di sini. Tentu, memanfaatkan dalam hal baik. Bagaimana?"
"Merekrut?"
"Aku akan membuat sayembara untuk menemukan orang yang bisa menghiburmu selama aku pergi."
"Sayangku, kau tahu bahwa itu tidak perlu."
"Aku akan menyebarkan pengumuman sayembara tersebut ke seluruh penjuru kota supaya kita bisa segera mendapatkannya."
"Tapi hal seperti ini tidak perlu, Sayangku."
Meski Berenike menunjukkan penolakan, akan tetapi Hauren tetap melakukannya. Ia sudah memerintahkan beberapa pengawalnya untuk menyebarkan sayembara tersebut di kota.
"Sayangku, mengapa kau lakukan semua ini? Aku tidak perlu siapa pun, hanya dirimu."
"Aku tidak akan bisa tenang jika saat meninggalkanmu di rumah ini … bibirmu tidak tersenyum."
Karena yang merasakan kesepian dan sakitnya perpisahan tidak hanya Berenike saja. Hauren pun juga merasakannya.
-------
Asal upload aja tanpa editing
Sejujurnya, agak cringe saat nulis hal romantis antara Hauren dan Berenike
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top