Bab 9. Berita Mengejutkan

Happy reading, Genks 😘

🌷🌷🌷

“Mamaaa ....” Tangan mungil Ciara mengusap-usap wajah sang mama.

Miya membuka matanya perlahan. Begitu kesadarannya terkumpul, rasa terkejut menguasainya. Dia mendapati Ciara yang duduk di ranjang dan hampir menangis. Miya berusaha bangkit dan menenangkan putrinya yang merengek.

Ketika Miya berdiri, kepalanya berdenyut keras. Dia berjalan ke dapur dengan sedikit terhuyung. Wanita itu kembali lagi ke kamar dengan sebotol susu di tangan. Tangannya mengusap-usap kepala Ciara dengan lembut, memberikan rasa nyaman hingga putrinya terlelap kembali.

Miya beranjak perlahan agar tidak membangunkan Ciara. Dari tadi pandangannya mengedar, dan tidaķ menemukan sosok Galen. Dia kemudian mencari sang suami di ruang kerja, berharap menemukan Galen di sana. Namun, kekecewaan yang dia dapatkan. Galen ternyata belum pulang.

Rasa marah dan kecewa, kini berganti dengan kekhawatiran. Miya berusaha menghubungi suaminya, namun ternyata ponsel Galen tidak aktif.  Wanita itu menyibak gorden hingga cahaya mentari pagi menimpanya, menatap nanar ke arah jalanan melalui jendela. Hatinya penuh kecemasan. Ini pertama kali Galen tidak pulang ke rumah.

Miya segera meraih ponsel di meja. Dia berusaha menghubungi suaminya kembali, namun nihil. Ponsel Galen masih tidak aktif. Miya beberapa kali mengembuskan napas panjang, berharap kecemasannya berkurang. Tanpa menghiraukan kepalanya yang semakin berdenyut, wanita itu menggigit bibir bawahnya seraya berpikir. Menatap ponsel di tangan dengan ragu-ragu, dia menghubungi sebuah nomor.

“Miii ....” Suara Miya sedikit bergetar setelah mengucapkan salam. Menghubungi mertuanya adalah hal yang paling dia hindari, namun saat ini Miya tidak mempunyai pilihan lain. “Apa Galen di sana?” lanjutnya dengan ragu-ragu.

“Kalian berantem, ya?” ketus Mami Heni. “Nggak! Galen nggak pernah pulang ke rumah. Semua gara-gara kamu! Awas saja kamu, kalo sampe ada apa-apa sama anakku,” ancam Mami Heni. Selanjutnya kalimat-kalimat pedas menghujani telinga Miya.

Miya memejam sejenaķ sesaat sambungan telepon dengan Mami Heni terputus. Wanita itu mesugesti diri bahwa sekarang bukan saatnya baper terhadap omongan Mami. Dia harus fokus kepada Galen.

“Kamu di mana, Ga?” lirihnya seraya menatap ponsel. Ketika sedang termenung memikirkan keberadaan sang suami, tiba-tiba ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Dia berusaha mengabaikan, namun panggilan dari nomor asing itu kembali berbunyi.

“Ya?” ucap Miya ragu-ragu, setelah menggulirkan icon telepon ke atas dengan jemarinya.

“Apa ini dengan Ibu Miya Andara, istri dari Bapak Galen Pratama?”

Suara berat seorang laki-laki langsung menyapa rungu Miya.

“Be-benar, Pak. Maaf, ini dari mana ya? Ada apa dengan suami saya?” Suara Miya bergetar penuh kekhawatiran. Pikiran buruk seketika memenuhi benaknya. Hatinya menjadi berdebar kencang.

“Kami dari kepolisian. Suami Ibu, kami tangkap semalam ....”

Miya membeku. Matanya melebar. Tangannya bergetar hebat hingga ponsel di tangannya hampir terlepas. Wanita bertubuh mungil itu terhuyung ke belakang, kaki Miya seakan-akan tidak bertulang mendengar berita yang baru saja diterimanya.

“Ya Allaaah ....” lirihnya dengan hati tersayat. Dengan tubuh gemetar, Miya merosot ke lantai. Bahunya berguncang seiring air mata yang membasahi pipinya. Hatinya begitu terguncang mendengar penangkapan Galen hingga dia bingung harus berbuat apa.

Braaakk!

Miya terkesiap. Entah sudah berapa lama dia meratapi nasib hingga tiba-tiba suara pintu dibuka dengan keras. Mami Heni langsung masuk ke rumah dengan napas menderu.

“Mana Galen?” tanya Mami seraya berkacak pinggang. Rambut Mami yang biasanya disanggul rapi kini tergerai berantakan. Bajunya pun hanya mengenakan gaun sederhana bermotif bunga. Tidak tampak riasan di wajah Mami. Pertanda Beliau tadi datang kemari dengan terburu-buru.

“Galen, Mi ... Galen ditangkap!” Tangis Miya kembali pecah. Dia menutup wajahnya berusaha meredam kepedihan di dadanya.

“Hush! Jangan ngawur kalo ngomong!” Mami Heni malah tertawa, seakan-akan ucapan Miya hanya guyonan.

“Itu beneran, Mi. Barusan Miya ditelepon sama polisi. Kita harus ke sana sekarang,” ucap Miya dengan wajah sembab.

Mami Heni bergeming. Dia menatap tajam Miya, berusaha mencari kebohongan di sana. “I-itu sungguh?” tanya Mami dengan terbata.

Miya hanya bisa mengangguk dengan air mata yang berderai.

***
Hari sudah gelap ketika Miya memasuki rumah. Ciara terlelap dalam gendongannya. Dengan perlahan, wanita berhijab biru itu menidurkan putrinya di ranjang. Wajahnya kembali basah saat jemarinya mengusap rambut Ciara.

Rasanya sudah berpuluh kali dia menangis. Tubuh dan hatinya teramat letih. Peristiwa hari ini benar-benar mengguncang dirinya.

Ingatan pertemuan dengan Galen di kantor polisi tadi siang kembali hadir dalam ingatan. Wajah kuyu Galen selalu terbayang. Kilasan percakapan dengan sang suami terngiang di rungunya.

“Ma-maafkan aku, Miya ....” Miya berulang kali meminta maaf kepada dirinya. Sepanjang satu jam pertemuan, kedua tangan mereka saling menggenggam di meja. Galen yang tidak pernah menangis, siang tadi mengeluarkan air matanya. Pertama kali, Miya melihat sisi rapuh sang suami.

Miya mendengarkan setiap penjelasan Galen. Mulai dari paginya saat Galen ke pantai setelah pertengkaran mereka. Sampai kronologis peristiwa penangkapan sang suami. Miya mempercayai setiap ucapan Galen.

Galen terus saja mengatakan bahwa dia tidak bersalah. Suami Miya itu berusaha meyakinkan dan menguatkan istrinya. Mami Heni yang duduk di samping Miya hanya bisa menangis sepanjang pertemuan itu.

“Aku nggak bersalah Miya. Kamu nggak usah takut. Semua pasti baik-baik saja,” ucap Galen sesaat sebelum mereka berpisah. Kegetiran terasa di suaranya, meskipun nadanya memberi semangat. Miya hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan Galen, namun entah kenapa hati kecilnya merasakan suatu firasat buruk.

Setelah Galen dibawa masuk kembali ke dalam sel, seorang petugas menghampiri dan meminta Miya untuk mengikutinya.

Hati Miya hancur berkeping ketika petugas tersebut memberitahu bahwa hasil urine Galen positip. Mami Heni langsung tidak terima dan berteriak histeris. Dia hanya bisa memeluk Ciara dengan tergugu. Penyidik itu meminta Miya untuk menyiapkan seorang pengacara untuk menangani kasus Galen.

Kehebohan terjadi ketika Mami Heni akhirnya pingsan setelah berteriak-teriak kesetanan. Beliau tidak terima dan menyalahkan semua orang di sana.

Mami Heni akhirnya dibawa ke klinik terdekat. Wanita paruh baya itu shock hingga terkena serangan jantung. Miya bersyukur, dia teringat salah satu kerabat Mami yang tinggal tidak jauh dari rumah mertuanya. Bu Endang dengan senang hati menolong Miya guna menjaga Mami Heni. Kerabat Mami itu memaksa Miya pulang ke rumah dan mengurus Ciara.

Lamunan Miya terputus ketika mendengar suara putrinya.

“Mamaa ... Cia mau Papa ....” Ciara merengeķ dan terbangun dari tidurnya. Gadis cilik itu bergerak dengan gelisah di ranjang.

Miya berusaha menenangkan Ciara. Dia menciumi pipi Ciara dengan hati berdenyut. Wanita itu memilih merebahkan tubuhnya dan memeluk sang putri dengan erat. Miya memejamkan mata dan berharap ini semua hanya mimpi buruk belaka.
***

Maafkeun bila banyak typo 🙏

Anakku lagi sakit, jd gak konsen nulis. Mohon doanya, ya, biar cepet sembuh 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top