Bab 12. Talak


Hai ... hai ...
Aku datang lebih awal menyapa kalian.

Yuks, jangan lupa follow biar gak ketinggalan notif dan ceritaku yang lain.
Yang punya fb dan ig sila berteman (khusus fb please inbox krn kuota tinggal sedikit🤭)

Happy reading, Genks 😘

🌷🌷🌷



Miya bergerak gelisah di ranjang. Ucapan Dirga Hutomo benar-benar bagai bom yang memorak-porandakan kewarasannya. Alarm di otaknya berbunyi. Dia tahu betul jika sang papa sudah menitahkan sesuatu, maka pasti dilakukannya.

Tubuhnya makin terasa letih. Bola matanya menatap langit-langit kamar yang kusam. Seakan-akan dengan terus memandanginya dia menemukan sebuah solusi dari persoalan yang membelitnya.

Mengembuskan napas panjang, akhirnya Miya memilih bangkit dari ranjang. Dia bergerak menuju dapurnya yang mungil. Pandangannya meliar menatap barang-barang yang berada di sana dengan sendu.

Miya sangat mencintai rumah sederhana ini. Meskipun mengontrak, rumah ini menyimpan banyak kisah perjalanan hidupnya dengan Galen. Rumah penuh cinta yang bagi Dirga tak layak disebut tempat tinggal.

Dengan segelas teh hangat di tangan, Miya melangkah ke depan. Dia memilih duduk di karpet dan menyelonjorkan kakinya dengan beralaskan  sebuah bantal di punggungnya. Miya menangkup gelas yang terasa hangat, berharap kehangatan itu menjalar ke hatinya. Matanya memejam membiarkan uap beraroma teh menyergap indra penciumannya.

Dengan masih memejam, Miya menyesap perlahan minuman di tangannya. Menikmati setiap teguk yang melewati tenggorokan sampai perutnya terasa hangat. Dia kini memilih mengambil pensil dan buku kesayangannya. Menuangkan setiap gundah melalui goresannya.

Tanpa terasa malam semakin tua. Waktu sudah bergulir menjadi hari baru. Menjelang jam tiga pagi, Miya terlelap di karpet dengan memeluk buku kesayangannya.

“Mama ... ada olang, Maaa ....”

“Hmm ....” Miya merasa tubuhnya bergoyang pelan. Tubuhnya teramat letih, hingga dia memilih meringkuk dan memejamkan matanya. Rungunya serasa mendengar suara-suara di kejauhan. Dia hanya menggumam pelan. Hingga sebuah suara keras menyentuh kesadarannya hingga membuatnya terperanjat.

“Miya!” seru suara berat laki-laki dari balik pintu.

Miya yang mencoba duduk langsung berpaling ke arah sumber suara. Dari celah gorden yang tersingkap, tampak sosok Dirga berdiri menjulang di balik jendela. Sosok yang tertimpa matahari pagi itu menyorotnya begitu tajam.

Ketika hendak mencoba bangkit, Miya dikagetkan oleh tangan kecil Ciara yang menarik lengannya. Tampak ketakutan di binar wajah putrinya. Manik kelabu Ciara terlihat berkaca-kaca.

Seketika hatinya dipenuhi rasa bersalah. Miya langsung memeluk Ciara dan menggendongnya dengan sedikit terhuyung menuju pintu. Matanya memicing saat pintu terbuka lebar dan  cahaya mentari mengenai wajahnya. Miya berusaha menahan kepalanya yang berdenyut dan melempar senyum tipis kepada Dirga. “Masuk, Pa! Miya urus Ciara dulu.”

Fokusnya saat ini afalah Ciara. Miya tidak akan membiarkan siapa pun mengusik putrinya bahkan jika itu seorang Dirga Hutomo yang terhormat. Seakan-akan tidak memedulikan sang papa, dia mondar-mandir di dalam rumahnya yang mungil guna memenuhi kebutuhan Ciara.

Miya tahu setiap pergerakannya diawasi oleh mata tua Dirga. Mulai dari membuatkan susu, menyuapi sampai memandikan putri kesayangannya. Dia berusaha fokus kepada Ciara meskipun hatinya berdebar tidak menentu. Berada satu ruangan dengan papanya selalu membuat Miya was-was sejak dulu.

“Sebaiknya kamu bersiap diri. Hari ini, kita akan menyelesaikan urusanmu dengan Galen.” Dirga berkata tegas. Wajahnya terlihat datar seraya menatap Miya yang sedang mengepang rambut Ciara.

“Pa! Miya nggak ada urusan yang harus diselesaikan. Kami baik-baik aja!” sanggah Miya dengan memberanikan diri.

Dirga berdecak. Masih dalam posisi duduk, dia menatap Miya dengan pandangan meremehkan. “Jangan membohongi diri. Seperti Papa bilang, orang yang kamu sebut suami itu sudah melanggar perjanjian dengan papa. Dengan bodohnya dia membuat dirinya tertangkap. Dan temannya yang sekaligus saksi mata itu kemaren sudah meninggal. Jadi situasinya pasti rumit. Dengan bukti positif pasti membuat laki-laki itu bakal lama dalam jeruji besi.”

Mulut Miya menganga, dia menggeleng cepat tidak mempercayai ucapan yang keluar dari bibir sang papa. Pikirannya seketika berkecamuk. “Bagaimana bisa Papa tau informasi itu?” serunya tidak percaya.

Lelaki berkaca mata itu terbahak. Dia kembali berdecak. “Miya ... Miya ... di mana kemampuanmu berpikir? Pernikahan menjadikanmu wanita bo-doh! Apa kamu lupa bagaimana hukum di negeri ini? Apa kamu bisa mendapatkan pengacara terbaik? Hah!”

Miya mengerjap. Matanya kini basah, bayangan Galen dipenjara membuatnya ketakutan setengah mati. Dia beringsut mendekati papanya, dan mengguncang tangan besar Dirga dengan penuh permohonan. “Miya mohon, Papa harus tolong Galen! Galen tidak bersalah, Pa. Dia memang sempat pakai, tapi dia bukan pengedar. Papa harus percaya!” jerit Miya.

Dirga memiringkan kepalanya. Menatap wajah putrinya yang bersimbah air mata. “Bukan Papa yang harus percaya. Tapi Hakim yang akan memutuskan,” ucap Dirga dengan tenang.

Miya begitu kalut. Dia membenarkan setiap ucapan Dirga. Sebagian besar keadilan di negeri ini berbasis uang. Hal yang tidak dia miliki saat ini. Miya dan Galen hanya memiliki sedikit tabungan untuk putrinya. Nilainya bahkan tidak sampai lima juta. Dia juga tahu keadaan Mami Heni. Meskipun keadaan ekonominya lebih baik, namun mertuanya itu juga tidak mempunyai simpanan mengingat gaya hidupnya selama ini.

Pandangan Miya beradu dengan Dirga. Hanya lelaki di hadapan, satu-satunya yang bisa menolongnya. Dia tidak akan mampu melihat Galen dipenjara dalam waktu lama. Demi Ciara, dia akan melakukan apa pun. Dengan mengusap kasar air mata yang menderas, Miya berkata dengan bibir bergetar. “Miya akan turuti Papa. Tapi Papa harus berjanji untuk menolong Galen dan memberikan perawatan terbaik buat Mami Heni.”

Bibir Dirga melengkung sempurna. Dia mengusap air mata Miya dan menangkup wajah putrinya. “Anak pintar! Kamu membuat keputusan terbaik,” puji Dirga senang.

Miya berpaling. Dia kemudian mengambil jarak dari papanya. Hatinya hancur berkeping. Dia sendiri tidak yakin dengan ucapannya. Namun janji telah diikrarkan, pantang bagi Miya menarik ucapannya kembali. Saat ini kebebasan Galen yang terpenting. Hal lain akan dia pikirkan kemudian.

Miya hanya bisa memeluk erat Ciara dan menumpahkan segala sesak di dadanya.

***

Mata Galen membelalak melihat kedatangan Dirga Hutomo dengan seorang berpakaian rapi di sampingnya. Miya yang berjarak tiga langkah di belakang Dirga hanya bisa menunduk dengan menggandeng Ciara di sisinya.

“Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba Anda di sini?” ucapnya dengan suara tertahan. Firasatnya langsung mengatakan hal tidak baik akan terjadi. Pandangannya berpaling kepada Miya. “Katakan Miya! Jangan diam saja!” hardik Galen.

“Tutup mulutmu anak muda! Kami di sini akan menolongmu sekaligus menagih janjimu!” Dirga berkata dengan tajam.

Kening Galen berkerut. Pandangannya tiba-tiba berubah pias. Dia seketika teringat pembicaraan empat mata dengan Dirga saat itu di ruang kerjanya.

“Bagaimana, sudah ingat sekarang?” Dirga tertawa kecil.

Galen berusaha tenang. Sejak dulu sikap papa Miya memang tak pernah bersahabat. Ego dan harga diri seorang Dirga Hutomo tidak sedikit pun berkurang. Dia bersikap waspada terhadap kedatangan dokter berkaca mata itu. “Apa mau Anda?”

“Hanya menagih janji saja. Kamu yang telah mengingkari janjimu sendiri untuk menjaga putri saya. Sampah tetaplah sampah. Mana masa depan cerah yang kamu janjikan? Hah!” Terlihat rahang lelaki paruh baya itu mengeras. Emosi menggerogoti hatinya. Kebencian terhadap Galen kembali menyala. Laki-laki ini telah merusak rencananya terhadap Miya.

Galen berusaha menguatkan hatinya. “Saya memang bersalah. Tapi saya nggak akan melepas Miya dan Ciara. Saya akan bertanggungjawab dan menjaga mereka.”

Dirga terbahak hingga membuat dua petugas yang berjaga di pintu berpaling. Mereka saat ini berada di satu ruangan dengan sebuah meja berukuran sedang di tengah. Galen duduk di satu sisi, sedangkan Dirga dan seorang laki-laki berjas hitam mengawasi setiap pembicaraan mereka. Miya dan Ciara berdiri di belakang Dirga dengan jarak yang tidal terlalu jauh. Sepanjang pertemuan, wanita itu hanya bisa tersedu.

“Kamu pikir saya badut yang bisa kamu permainkan. Menjaga dirimu sendiri aja nggak bisa. Lalu gimana caranya kamu jaga mereka?” tuntut Dirga.

Galen hanya bisa terdiam. Semua perkataan Dirga menamparnya. Hatinya sakit dan dipenuhi rasa bersalah. Dia merutuki diri sendiri. Nasi memang sudah menjadi bubur. Penyesalan selalu saja datang belakangan.

Pandangannya nanar menatap wajah sedih Miya dan raut ketakutan Ciara. Dia merasa gagal dan tidak berguna. Keegoisannya berujung petaka. Galen sungguh tidak menyangka keinginannya mencari hiburan sesaat berdampak besar dan harus dibayar sangat mahal. Dia memang tidak bersalah, dirinya bukan pengedar. Galen merasa sebagai korban di waktu yang salah. Akan tetapi, berita kematian Riko kemarin membuatnya semakin sulit. Rikolah saksi kunci peristiwa itu.

“Ga ....” Suara Miya tercekat. Air di matanya keluar dengan semakin deras ketika pandangannya bertemu dengan Galen. Begitu banyak kata yang ingin terucap namun bibirnya seakan-akan terkunci. “Tolong lepas aku, Ga ....” Bibirnya bergetar hebat ketika mengatakan kalimat itu. Kedua tangan Miya menutup wajahnya dengan bahu bergetar hebat.

Galen ingin beranjak menghampiri Miya, namun seorang petugas menahannya dan memaksanya duduk kembali. Galen menggeram frustrasi. Dia memukul dirinya sendiri.

Pandangan Galen mengarah kepada Dirga yang tersenyum penuh kemenangan. Dia menyorot penuh kebencian kepada lelaki yang berstatus ayah kandung Miya itu. Galen tidak habis pikir terbuat dari apa hatinya sehingga bisa bersikap tega terhadap putri kandungnya. Namun setitik akal sehatnya berkata, tempat teraman Miya saat ini adalah keluarganya. Maminya sedang sakit sehingga tidak bisa dia harapkan.

Mengembuskan napas panjang, Galen berkata lirih dengan hati remuk redam. “Saya talak kamu Miya Andara ....”

***



😭😭😭
Beneran mewek nulis part ini. Nyesek.

Teman-teman, maafkeun, besok aku izin posting ya. Mo ambil jatah libur. Ada kesibukan duta. Biar kalian makin kangen sama Miya😁

Next, Insya Allah bakalan lebih seru karena mulai masuk konflik. Jangan bosen, ya🥰




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top