PROLOG
BENUA
Dua tahun sudah Benua kehilangan Nandhita. Bukan waktu yang singkat memang. Selama itu pula ia tak mampu berpaling. Atau sebenarnya enggan untuk memulai. Karena malas, takut dan juga masih ada kecewa. Bukan Ben tak berusaha. Ia sangat sangat berusaha keras. Tapi tak ada yang mampu menariknya keluar dari kubangan patah hati.
Bukan tak ada wanita lain. Bahkan banyak yang sengaja memperkenalkan bahkan menjodohkan. Tapi entah kenapa, ia selalu membandingkan dengan sosok Nandhita. Meski sebenarnya ia tahu kalau tindakan itu sangat bodoh.
Seluruh hari berjalan monoton. Dari rumah, ke rumah sakit. Selalu seperti itu. Pagi ini ia sudah siap di belakang meja kerjanya. Menunggu peralatan scanning yang baru saja dibeli. Rumah sakit ini semakin besar. Menjadi yang terbaik di kota kabupaten. Karena itu ia harus berusaha keras.
Tiba tiba ponselnya berbunyi. Dari pak bupati.
"Selamat pagi pak."
"Pagi dok,"
"Ada yang bisa saya bantu pak?"
"Begini dokter Benua. Saya mengundang untuk ikut makan malam nanti di pendopo kabupaten. Kebetulan akan ada acara pemilihan Dimas dan Diajeng kabupaten kita. Secara pribadi saya minta kesediaan dokter sebagai juri dibidang pengetahuan sosial. Setiap pemenang berkesempatan mengikuti Pemilihan Putri Indonesia wilayah provinsi. Dan akan berangkat ke Jakarta. Supaya kita bisa menjaring calon terbaik dok."
"Baik pak, kalau begitu saya akan datang nanti malam." Jawab Benua menyanggupi.
Ini adalah event tahunan yang sering diikutinya. Bukan hal baru untuk menjadi juri. Ia menerima sekedar untuk melepaskan kesunyian. Malas di rumah. Tapi juga enggan keluyuran tidak jelas.
***
LARASATI
Wajah cantik, tinggi, karier mapan. Tak membuat kehidupan Laras bahagia. Menikah dengan kekasih pilihannya. Namun ditahun keenam pernikahan itu kandas. Karena ia tak juga mampu memberi keturunan pada sang suami yang anak tunggal.
Dokter mengatakan kalau ia dan Dirga sang suami sehat. Tapi entahlah, mungkin sudah takdir kalau perjalanan cinta mereka memang hanya sampai disitu. Karena tak lama setelah bercerai, Dirga kembali menikah. Dua bulan kemudian istrinya positif hamil.
Itu membuat mata Laras bengkak dua malam. Menangis diakhir minggu sampai minggu malam. Hingga harus membubuhkan make up yang lebih tebal dari biasanya untuk ke kantor. Menatap Ig Dirga yang dipenuhi ucapan selamat atas foto testpack bergaris dua tersebut. Kemana ia harus bersembunyi?
Tak ada tempat! Ia harus tetap menjalani hari. Pura pura tegar, menebar senyum pada semua orang. Dan akhirnya kembali menangis diatas tempat tidur. Ia bukan kanak kanak yang bisa mengadu pada orangtua sesuka hati. Papanya sakit diabetes, dan mama sakit jantung. Status jandanya saja sudah cukup mencoreng wajah mereka. Jangan menambah luka hati dengan cerita konyol tentang rasa marah dan irinya pada Lia, istri Dirga.
Laras tengah mencari kesibukan, sesibuk sibuknya. Agar semua beban itu terlupakan sejenak. Kata Mandul terdengar sangat menyakitkn. Ia juga jadi sensitif, saat bertemu dengan teman lama. Ketika pembicaraan mulai mengarah pada kehidupan sempurna Dirga sekarang!
Laras pontang panting mencari kesibukan. Dan malam nanti, ia akan kembali ke kampung halaman. Untuk persiapan menjadi juri pada pemilihan Dimas dan Diajeng. Ya, ia pernah menjadi pemenang dulu. Dan dinilai sebagai sosok yang sukses membawa nama baik daerah. Meski status jandanya jelas jelas tidak bisa dibanggakan.
***
Dan hari ini, Ben tiba tepat pukul 19.30. Sudah cukup ramai disana. Ia juga mengenal para tamu yang kebanyakan adalah pejabat pemerintah dan pengusaha. Sampai kemudian tak sengaja ia menyenggol seseorang saat tengah berpapasan.
"Maaf," ucap Ben spontan.
"Nggak apa apa mas. Saya juga salah, nggak lihat lihat."
Setelah saling mengangguk barulah ia menuju kearah bapak bupati. Seperti biasa ia disambut dengan baik. Namun ada yang berbeda kali ini.
"Dok, kenalkan ini Larasati Handayani. Beliau putri daerah yang sukses di Jakarta." Ujar pak Bupati.
Keduanya segera bersalaman, dan menyebut nama masing masing. Tidak ada yang istimewa. Selain Ben yang berkemeja batik serta berkacamata. Dan Laras yang juga mengenakan dress batik simpel namun elegan.
***
Malam sudah sangat larut saat Laras tiba di rumah. Saat ini ia tinggal di kost kostan yang cukup mewah. Malas kalau harus tinggal di rumah. Karena semenjak bercerai ia memang belum berniat membeli hunian tempat tinggal.
Bukan karena tak punya uang. Pembagian harta gono gini mereka cukup untuk membeli rumah. Tapi untuk apa? Ia juga tidak butuh dapur karena malas masak. Mau masak untuk siapa? Kedua orangtuanya kalau berkunjung ke Jakarta bisa menginap ditempat masnya.
Tinggal disini membuatnya tenang. Tidak ada aturan jam malam atau yang aneh lainnya. Setiap penghuni bebas membawa siapapun untuk masuk. Tapi tetap tertib dan menjaga privacy. Karena memang ada juga penghuni yang berprofesi sebagai model dewasa, artis sinetron kurang terkenal dan lain lain. Yang sebenarnya mengandalkan hidup dengan menjadi simpanan pejabat. Hanya sekedar untuk bisa tampil mewah.
Sesuatu yang sangat disayangkan oleh Laras. Mereka semua perempuan muda yang cantik secara fisik. Kalau mau mandi, mending basah sekalian kan? Mumpung masih muda, carilah uang sebanyak banyaknya. Habis itu kalau ada jodoh yang mapan, menikah dan insyaflah. Daripada punya masa depan yang tak jelas!
Maka sekarang ini, kamar berukuran
6 x 5 meter ini adalah surga baginya. Tempat beristirahat sekaligus bersembunyi yang sempurna. Lokasi yang dekat pusat kota membuatnya mudah kemana mana. Meski kadang sekedar membuang suntuk.
Kamar tidurnya dilengkapi kamar mandi, ada juga balkon, karena menyewa dilantai tiga. Kasurnya berukuran sedang. Karena memang tidak berniat mengajak siapapun menginap disini. Dindingnya diberi wallpaper bermotif bunga kecil. Sehingga terlihat nyaman dimata.
Ia segera membuka lemari. Hendak mencari gaun dan kebaya untuk acara besok. Dimana akan diselenggarakan malam final pemilihan Dimas dan Diajeng. Ia harus tampil sempurna. Meski hanya untuk terlihat tidak sedang patah hati.
Akhirnya pilihannya jatuh pada sebuah dress berbahan tenun untuk siang hari. Dan kebaya hitam full bordir untuk malam hari. Ia memang harus menghindari kesan seksi. Terutama karena itu adalah kampung halamannya.
Laras juga segera menyiapkan aksesoris dan make up untuknya. Hampir lupa, alas kaki juga harus serasi. Pilihannya jatuh pada sepatu model sederhana keluaran YSL. Ia mampu membeli barang barang mewah tersebut dari gajinya.
Sebagai Manager communication Devalopment pada sebuah perusahaan minyak besar. Penghasilan Laras lebih dari cukup untuk membeli barang barang bermerk tersebut. Selain itu ia juga masih punya penghasilan atas cafe yang dibangun bersama teman temannya di Bali.
Wanita karier nan mapan dan berkelas. Adalah brand yang disematkan padanya. Senyum manis yang selalu menghias wajah cantiknya. Body sekelas model victoria secret yang diperoleh dari hasil ngegym rutin seminggu tiga kali. Lulusan S2 bidang komunikasi di UI. Dan yang terakhir ia adalah mantan putri kecantikan tingkat nasional. Semua memuluskan kariernya.
Tak ada yang terlihat kurang pada diri Laras. Hanya ia yang tahu betapa sepi dan menyebalkan hari harinya. Ia yang selalu melirik judes pada setiap perempuan yang berlari lari mengejar anak kecil yang lucu. Atau mual saat melihat ada pasangan yang bersikap romantis saat menonton di bioskop.
Lelah dengan pikiranya, perempuan itu segera mengambil kunci mobil. Ia akan berangkat tengah malam ini juga. Salahkan konfrensi pers di kantor yang molor hari ini. Sehingga tiket pesawatnya hangus. Dan akhirnya harus naik mobil pribadi. Beruntung ada supir kantor yang bersedia membantunya menyetir.
Ayooo... dimulai membacanya.....
Happy reading
Maaf untuk typo
270220
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top