7. Khawatir

Sesampai di rumah, Sean seperti orang kebingungan. Dia tidak mungkin langsung mencari barang tersebut dengan membuka tas milik Deli walau perempuan itu sudah memberi perintah untuknya.

Mata Sean kemudian menemukan Ara yang berjalan mendekat ke arahnya dan menahan langkah perempuan itu. "Bisa saya bicara sama kamu sebentar?"

Dengan wajah yang sedikit bingung, Ara mengangguk pelan. "Bisa, Mas."

Sean membawa Ara keluar dari rumah dan mengatakan apa yang tengah terjadi, perempuan itu tersenyum kecil setelahnya dan membuat Sean sedikit malu.

"Ya sudah, sebentar ya, Mas. Saya ambilin pembalutnya. Tapi, maaf saya nggak bisa ikut anterin soalnya mau cuci piring sama temen-temen yang lain."

"Iya, nggak pa-pa. Biar saya yang anter ke Deli."

Ara mengangguk pelan dan masuk ke dalam rumah. Mengambil pembalut yang Deli butuhkan juga celana dalam. Saat Sean melihat ada barang tersebut, matanya membulat sempurna. "Loh, kenapa ada celana dalam juga?" tanyanya bingung.

"Bawa aja, Mas. Deli pasti butuh itu."

Dengan sedikit ragu, Sean mengambil alih pembalut dan celana dalam milik Deli dari tangan Ara. "Ya udah, makasih ya."

"Iya, sama-sama."

Sean berjalan menuju toilet dengan cepat, dia takut Deli kenapa-kenapa saat dia tinggal sendirian apalagi perempuan itu sangat penakut.

Dari kejauhan Sean mendengar suara tangisan, pria itu yakin bahwa suara tersebut berasal dari toilet. Yang berarti Deli tengah menangis.

Tanpa berpikir panjang, Sean berlari menuju toilet dan mengetuk pintu berbahan kayu itu beberapa kali. "Del, kamu nggak pa-pa kan?"

Suara tangis Deli mereda setelah Sean mendatanginya. Perempuan itu membuka pintu toilet secara perlahan dan wajah sembabnya membuat Sean merasa iba.

"Kenapa Mas lama banget ninggalin aku?" cicit Deli di sela tangisnya.

"Maaf ya, ini pembalut kamu." Sean menyodorkan pembalut dan celana dalam milik Deli kepada pemiliknya. Saat mata perempuan itu menatap celana dalamnya, dia sangat terkejut dan beralih menatap wajah Sean yang kebingungan. "Kenapa?"

"Harusnya saya yang tanya, Mas. Kenapa ada celana dalam saya?" tanya Deli dengan panik.

Hal itu membuat Sean sedikit malu dan perlahan menjelaskan yang sebenarnya. Setelah paham, Deli merasa lega dan kembali menutup pintu toilet untuk menggunakan pembalut juga celana dalam yang baru.

Dengan sedikit malu, Deli keluar dari toilet dan mendekat ke arah Sean. Tangan kirinya sengaja perempuan itu sembunyikan karena membawa celana dalam basah untuk di jemur. Tangan lainnya tetap memeluk tangan Sean sembari kembali menuju rumah.

Sesampai di rumah, Sean dan Deli berpisah seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Selama masa haid, Deli lebih sering pergi ke toilet dan Sean selalu menjadi orang yang menemaninya. Pria itu tidak merasa keberatan untuk menemani Deli, dia malah takut jika harus meninggalkan perempuan itu sendirian.

"Mas, maaf ya ngerepotin mulu. Bentar lagi masa haid aku selesai kok," ucap Deli saat mereka tengah berjalan menuju rumah.

Sean menoleh dan mendapati Deli tengah menunduk merasa bersalah sudah merepotkannya. "Nggak pa-pa kok, santai aja."

Dari kejauhan, relawan lain melihat interaksi Sean dan Deli yang begitu intim. Mereka kemudian asyik membicarakan kedua orang tersebut.

"Kayanya mereka udah pacaran deh," tebak Dwi yang langsung membuat Oci dan Heni mengangguk pelan.

"Padahal, cantikan gue daripada Deli," sahut Oci sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lo emang cantik, tapi Deli lebih pinter ngambil hati Sean. Tau aja kan, dari pertama datang Deli seganjen apa?"

Ucapan Heni menyita perhatian Oci dan Dwi. Sayangnya, percakapan mereka harus terhenti saat Deli dan Sean sampai di hadapan mereka.

Dengan cepat, Deli melepaskan tangannya dari tangan Sean. "Eh, kalian lagi ngomongin apa?" tanya Deli mencoba untuk mencairkan suasana.

"Ini kami lagi bicarain cuaca, cerah banget ya malam ini," jawab Dwi yang membuat Deli ikut menatap langit.

"Iya, ya. Padahal kemarin ujan deras."

Berbeda dengan Deli yang dengan gampang terpengaruh ucapan ketiga perempuan di hadapannya, Sean malah sibuk memperhatikan raut wajah perempuan-perempuan tersebut saat menatap wajah Deli.

Tatapan tak suka yang selalu dia liat, membuat Sean bertanya-tanya letak kesalahan Deli di mata mereka.

Kebangetan polosnya sih, nih anak. Sampe dibenci mereka, ucap Sean di dalam hati sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Permisi ya, saya mau masuk ke dalam," ucap Sean berusaha membuat ketiga perempuan di hadapannya bergeser karena menutupi pintu masuk ke dalam rumah.

"Eh, iya, Mas. Silakan."

Deli ikut memperhatikan Sean yang baru saja masuk dan setelahnya ikut masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. "Saya juga mau masuk, Mbak. Permisi ya."

Lagi-lagi, ketiga perempuan itu harus menggeser posisi mereka dan membiarkan Deli masuk ke dalam rumah.

Ditinggal Sean dan Deli, ketiga perempuan itu kembali bergosip hingga menjelang tengah malam.

Keesokan harinya, Deli bersama dengan Ares pergi ke Balai desa untuk mengajar anak-anak. Sesampai di sana, mereka terkejut karena ada banyak anak yang datang. Mereka begitu bersemangat menyapa Deli dan Ares yang baru saja datang.

"Pagi Ibu, pagi bapak."

Deli tersenyum bahagia menanggapi sapaan mereka, Ares pun melakukan hal yang sama.

Gaya pengajaran Deli memang sedikit berbeda dengan teman-teman yang lain. Dia mencoba untuk memperhatikan semua anak satu persatu sehingga memakan waktu yang cukup lama.

Di rumah, Sean terlihat gelisah menunggu Deli pulang karena biasanya perempuan itu akan kembali saat makan siang. Namun kini, sudah nyaris pukul empat sore. Kemana tuh anak?jam segini belum balik? Apa gue samperin aja ya?

Berbagai macam pertanyaan muncul di benak Sean sekarang, dia bahkan menunggu Deli di depan rumah. Namun, sosok yang dia tunggu tak kunjung datang.

Ya udah lah, aku datengin aja. Tidak tahan jika harus menunggu lebih lama, Sean akhirnya pergi menuju balai desa, tempat Deli berada seharusnya. Jika memang perempuan itu tidak berada di sana, barulah Sean memikirkan tempat lain untuk dituju.

Di tengah perjalanan menuju balai desa, Sean bertemu dengan Deli dan Ares yang tengah berjalan mendekat ke arahnya. Menuju arah rumah mereka berada. "Loh, Mas Sean mau kemana?" tanya Deli dengan kedua alis yang terangkat bingung.

Sean terlihat menghela napas karena tau jika Deli tidak memahami rasa khawatirnya. "Mau jalan-jalan aja."

"Jalan-jalan? Ini udah sore loh, Mas," ucap Deli merasa aneh dengan sikap Sean.

"Sudah tau sore, kenapa kalian baru balik?"

Skak, pertanyaan Sean membuat Deli tertawa kaku. Perempuan itu menggaruk sisi rambut, dekat telinganya dan menoleh ke arah Ares seakan minta pertolongan.

"Maaf, Mas. Tadi kami keasyikan di balai desa ngajarin anak-anak. Tau-taunya pas selesai udah sore," jelas Ares yang langsung di-iya-kan oleh Deli.

"Iya, Mas. Mana mereka seru banget, lucu-lucu gitu," tambah Deli agar Sean mempercayai ucapannya.

Sebelum menjawab, Sean kembali menghela napasnya. Dia lagi-lagi tidak bisa marah pada Deli padahal perempuan itu berkali-kali membuatnya khawatir. "Ya udah, sekarang kita balik ke rumah. Besok, saya ikut kalian buat ngajar. Saya mau liat pekerjaan kalian."

"Iya, Mas."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top