16. Berduaan

Niat awal Ares untuk membongkar hubungan Sean dan Deli telah sirna setelah melihat kondisi Sean yang memburuk.

Sejak pulang tadi, Sean terus tidur dengan dahi mengerut seakan menahan rasa sakit.

Sebenarnya, Ares ingin menghiraukan pria itu, tetapi dia tidak bisa. Kemana ya Deli, jam segini belum balik?

Mata Ares menatap jam dinding yang sudah nyaris menunjukkan pukul 2 siang, tetapi Deli dan beberapa relawan lain belum juga datang.

Sean sudah ditangani oleh Ara, tetapi Ares masih khawatir pada pria itu sehingga dia mencoba untuk mencari Deli. Mungkin dengan kedatangan perempuan itu, keadaan Sean sedikit membaik.

Karena desa dadak tidak memiliki sinyal untuk saling menghubungi, Ares mencoba untuk mencari Deli di balai desa karena perempuan itu memiliki jadwal mengajar hari ini.

Sayangnya sesampai di sana, Ares tidak menemukan orang yang dia cari. Kemana ya dia?

Di ambang pintu balai desa, Ares memperhatikan sekeliling. Berharap menemukan Deli di jalanan. Namun setelah dicari, Ares tidak menemukannya.

Baju kaus yang Ares gunakan terasa ditarik ke bawah dan membuat pria itu sedikit ketakutan. Hanya ada dia sendiri di balai desa, tetapi ada sesuatu yang tiba-tiba mengganggunya.

Perlahan wajah Ares menunduk dan menemukan sosok perempuan kecil tengah tersenyum ke arahnya.

Ares menghembuskan napas, merasa lega karena pikiran buruknya terbukti salah. "Hai, Kani, ada apa?"

"Hai, Kak Ares. Harusnya aku yang nanya. Kakak ngapain ke sini?"

Celotehan Kani sedikit banyak membuat perasaan Ares membaik, anak perempuan berumur lima tahun itu benar-benar begitu pandai berbicara. "Kakak lagi cari Kak Deli. Kani tau nggak, Kak Deli dimana?"

Tidak ada salahnya bukan, Ares bertanya pada Kani. Apalagi, gadis itu adalah salah satu murid Deli.

"Kak Deli ya? Kayanya tadi mau ke rumah Pak Seno."

"Pak Seno?" Ares terdiam sesaat, mencoba untuk mencerna ucapan Kani dan setelah mendapatkannya, pria itu langsung mengusap lembut rambut pendek gadis di sisinya. "Makasih ya, infonya."

Ingatan akhirnya pulih setelah mendengar jawaban Kani. Mira berjanji untuk memberikan mereka baju tari hari ini, mungkin Deli ke sana untuk mengambilnya.

Dengan langkah panjangnya, Ares menuju rumah Pak Seno yang jaraknya hanya berbeda lima rumah dari balai desa.

Sesampai di sana, Ares langsung memberitahu tentang keadaan Sean dan membuat Deli amat terkejut. "Apa? Mas Sean sakit?"

Tanpa berpikir panjang, Deli berlari menuju rumah dan meninggalkan Ares juga Wahyu -Relawan lain yang memiliki jadwal mengajar bersamanya hari ini.

Tidak butuh waktu lama, Deli akhirnya sampai di rumah dan langsung menemui Sean yang tengah tertidur di ruang tengah. Tangannya sudah mengusap rambut Sean yang sedikit basah dan beberapa kali mengusapkan kata maaf.

"Udah, Del. Mas Sean nggak pa-pa kok," ucap Ara dari balik tubuh Deli. Perempuan itu datang dengan sebaskom air hangat untuk mengompres dahi Sean.

Deli menoleh dan langsung memeluk Ara sembari menangis. "Makasih ya, Ra. Makasih sudah bantuin Mas Sean."

Sebelum menjawab, Ara memberanikan diri untuk mengusap punggung temannya itu perlahan. Walau masih ada sedikit rasa cemburu pada perempuan itu, tetapi Ara tetap menganggap Deli sebagai teman terbaiknya. "Nggak usah bilang makasih, Del. Ini semua udah tanggung jawabku."

Setelah puas berpelukan, Deli perlahan melepaskan diri dan membiarkan Ara melakukan tugasnya. Di tengah Ara mengganti kompres di dahi Sean, tiba-tiba pria itu terbangun walau matanya terlihat begitu sendu.

"Del," cicitnya dan Deli langsung dengan semangat mendekatkan dirinya.

"Iya, Mas?"

"Maafin Mas ya, udah bikin khawatir kamu."

"Nggak pa-pa, Mas. Yang penting sekarang Mas istirahat yang banyak ya, biar bisa cepet sembuh."

Ucapan Deli dibalas anggukan oleh Sean dan perlahan mata pria itu tertutup kembali. Tangan Deli tak henti-hentinya mengusap kepala Sean agar membuat pria itu semakin nyaman.

Seharian, Deli menemani Sean yang tengah sakit. Dia bahkan mengabaikan jadwal latihan tarinya. Lagipula jika dia pergi, dia tidak akan memiliki pasangan.

Di tempat lain, Ara dan Ares yang tengah latihan terlihat sama-sama terdiam. Pikiran mereka kompak terbang pada hal lain sehingga membuat mereka tidak fokus dan Ara terjatuh.

"Kamu nggak pa-pa?" tanya Ares sembari mengulurkan tangannya. Membantu Ara untuk kembali bangun.

Ara menggeleng pelan dan menerima bantuan Ares dengan senang hati. Setelah berdiri dengan tegap, Mira mendekati mereka.

"Kalian keliatan nggak fokus, ada masalah apa?"

"Sean, Bu. Mas Sean tiba-tiba jatuh sakit," ucap Ara dengan sedikit terbata.

Ares yang berdiri di sisinya menganggukkan kepala, meng-ia-kan ucapan Ara.

"Jadi, gimana keadaan dia sekarang?" tanya Mira lagi dengan sedikit khawatir. Akhirnya dia tau alasan Sean tidak bisa hadir latihan hari ini.

"Pas tadi kami ke sini, panasnya udah turun, Bu. Tapi badannya masih lemas gitu."

Mira mengangguk kecil menanggapi penjelasan dari Ara. Wajahnya masih sama seperti sebelumnya terlihat begitu khawatir dengan dahi yang mengerut. "Berarti, dia nggak bisa nampil besok?"

Pertanyaan Mira spontan membuat Ara dan Ares saling bertukar pandangan. Mereka merasa tidak memiliki hak untuk menjawab pertanyaan itu.

"Kami nggak tau juga, Bu. Tapi, kalau diliat kondisi dia sekarang sih. Kayanya nggak bisa," jawab Ares dengan sedikit ragu.

Mira menghela napas pelan dan menepuk pundak Ares juga Ara bergantian. "Ya udah, nggak pa-pa. Saya ngerti kok."

"Maaf ya, Bu," cicit Ara dengan rasa bersalah yang cukup besar bahkan wajah perempuan itu tak kunjung terangkat setelah waktu yang cukup lama.

"Saya yang harusnya minta maaf, mungkin alasan Sean sakit juga karena saya."

Bukan hanya Mira yang merasa amat bersalah atas kondisi Sean sekarang, tetapi Ares juga. Mengingat bahwa Ares dan Sean sempat bertengkar semalam.

Latihan hari ini berakhir cukup cepat, hanya satu jam dan mereka pun sekarang tengah berjalan pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan, Ares terus diam dan membuat Ara sedikit penasaran. Perempuan itu beberapa kali melirik ke arah Ares yang wajahnya terlihat begitu suram.

"Kamu kenapa, Res?" tanya Ara dengan pelan dan Ares langsung menoleh ke arahnya.

Sebelum menjawab pertanyaan Ara, Ares tersenyum kecil. "Nggak pa-pa kok."

Menanggapi jawaban Ares, Ara menghentikan langkahnya dan menarik tangan pria itu sehingga ikut melakukan hal yang sama. "Kalau nggak pa-pa, kenapa muka kamu begitu?"

Ares menghela napas pelan dan perlahan menarik tangan Ara untuk mengikutinya.

Setelah berjalan cukup jauh, mereka akhirnya sampai di sebuah pondok dan duduk berdampingan. "Ada yang pengen aku omongin," ucap Ares tanpa berani menatap Ara yang terus memperhatikannya.

"Ngomong apa?" tanya Ara dengan penuh penasaran. Dia begitu semangat menanggapi ucapan Ares karena untuk pertama kalinya mereka berbincang hanya berdua.

Ares mengangkat wajahnya dan memandang wajah Ara. Tiba-tiba setetes air mata turun dari mata sebelah kiri Ares. "Ra, Deli pacaran sama Mas Ares."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top