Part 8 - Rere Marah
Tuhan menciptakan amarah,
Kok kamu memilih sabar?
_____
"Huhuhu, tangan mungilku lelah." Chaca menutup buku tulis 30 lembar. Ia baru saja menyelesaikan lembar terakhir hukumannya.
Suasana di kelas Chaca sudah sepi. Bel pulang berbunyi sekitar dua jam yang lalu.
"Lapeeeer," keluh Chaca sembari merenggangkan otot.
"Harusnya hari ini jadwal kita maskeran gak sih?" Bastian mengingatkan. Lama berteman dengan Chaca membuat dia terbiasa dengan hal-hal girly yang Chaca bawa.
"Yuhuuuu, kulit gue udah kering banget." Jo bercemin di layar ponselnya.
"Embeeeer! Cucok!" sahut Bastian.
Saat ini hanya ada mereka bertiga di kelas. Nugra sedang latihan basket dan Angga ada urusan untuk persiapan olimpiade. Maklumlah, di antara mereka semua hanya dua orang itu yang waras dan dapat mengharumkan nama sekolah.
"Kalau dipikir-pikir kita bertiga ini paling gak guna ya. Nugra masuk tim inti basket. Angga pinter. Lah gue?" Bastian mengeluh.
"Lo emang gak guna. Gue sih punya masa depan yang cerah." Jo ogah dicap tidak berguna.
"Apa gue harus minum molto supaya bisa mengharumkan nama sekolah juga? Biar kayak orang-orang." Bastian berpikir keras.
"The real gak punya otak. Bukannya mengharumkan nama sekolah lo malah mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Udah ah, gue ke ruang BK dulu. Bu Eka pasti udah nungguin. Titip tas gue ya." Chaca mulai beranjak.
"Kok tadi lo bisa ada di rooftop bareng Raka, Cha?" tanya Jo.
"Gak sengaja ketemu di sana," jawab Chaca apa adanya sembari melangkah keluar kelas.
Setelah menyerahkan tugas hukaman pada guru BK Chaca segera kembali ke kelas. Tapi langkah Chaca terlebih dahulu bergerak ke arah lapangan olahraga indoor. Di sana ada tim basket sedang latihan untuk turnamen. Nugra ada di sana, dan ada .... ada Raka juga seharusnya.
Chaca hanya berani sampai luar gedung. Dia tidak benar-benar masuk. Beberapa saat Chaca hanya berdiri di sana.
"Lo nyariin siapa, Cha?" Rere tiba-tiba keluar dari gedung olahraga indoor.
Sorot mata Rere terlihat beda saat menatap Chaca, terkesan sinis. Apa karena insiden rooftop yang terjadi hari ini?
"Re." Chaca tersenyum kaku.
"Lo nyariin cowok gue?" Rere terlalu to the point.
"Apa?"
"Lo suka sama cowok gue?!" Kali ini tidak ada bercanda dalam suara Rere.
"Lo salah paham."
"Gue gak mungkin salah paham. Dari cara lo mandang Raka gue tahu lo suka sama dia." Rere mendebat.
Chaca menarik napas dalam-dalam. Rere tidak boleh membaca isi hati Chaca seenaknya. Cewek tukang selingkuh seperti Rere tidak lebih baik dari Chaca.
"Cowok dimuka bumi ini gak cuma Raka," kata Chaca.
Tapi yang gue sayang ya cuma cowok lo, lanjut Chaca dalam hati. Tidak mungkin ia katakan secara langsung. Bisa dimutilasi Rere dia.
"Terus ngapain lo caper ke cowok gue?! Berduaan di rooftop! Gak punya malu lo?" Rere memahan diri untuk tidak berteriak marah.
Chaca melirik sekitar, takut ada yang melihatnya berdebat dengan Rere. Bisa rusak image Chaca sebagai cewek anggun.
"Dengar ya, Re! Kalau lo pikir gue cewek yang bisa ditindas, lo salah! Penampilan gue boleh girly, tapi jiwa gue bisa laki. Jadi tutup mulut busuk lo itu nuduh gue yang enggak-enggak." Chaca memberi peringatan.
"Benar kata Raka lo itu cewek gak benar. Bermuka dua. Munafik. Udah ngapain aja lo bareng teman-teman cowok lo itu?" Rere tertawa sinis.
"KAMI MASKERAN BARENG!" Chaca muak orang-orang selalu menyudutkan dia dan keempat temannya. Kekesalan Chaca sudah di ubun-ubun, dia menendang kaki kanan Rere dengan kuat. Membuat cewek itu jatuh dan merintih kesakitan.
"Assssh." Rere meringis kesakitan.
"Sekali lagi lo hina teman-teman gue, gue akan--" Chaca menggantung kalimat. Akan apa? Chaca juga tidak tahu akan melalukan apa. Paling nanti dia akan mengadu pada Angga, Bastian, Jo dan Nugra.
Chaca menunjuk tepat di depan wajah Rere. "Jangan pernah lo hina gue!"
"Jangan pernah ganggu Rere!" Raka muncul. Dia hempaskan tangan Chaca yang menunjuk wajah Rere.
Chaca kaget. Di depan matanya dia melihat bagaimana Raka membantu Rere untuk bangun. Memperbaiki penampilan Rere, lalu Raka melihat biru di kaki Rere akibat tendangan Chaca.
Sepertinya sepatu Chaca menendang terlalu kuat tadi, bukan Chaca yang tendang tapi sepatunya.
"Ini ulah lo?" tanya Raka pada Chaca. Raka jongkok di hadapan Rere, ia mengusap tanda biru di kaki kanan perempuan itu.
Chaca terdiam.
"Sakit, Ka." Rere meringis.
Raka bangit dengan mata memerah penuh amarah. Dia tatap Chaca lekat-lekat. Laki-laki itu mendekat pada Chaca.
"LO APAKAN RERE?!" teriak Raka marah.
Chaca dengan gugup menelan ludahnya, mendadak tenggorokan Chaca terasa kering.
"Gue ngelakuin itu karena mau membela diri. Dia menghina teman-teman gue," ujar Chaca dengan nada sedikit gemetar.
"Tapi tidak dengan kekerasan!" Raka menyudutkan Chaca. "Lo-- gue muak sama tingkah lo ini, Chaca! Berhenti mengusik gue! Berhenti cari perhatian gue! Pergi yang jauh! Gue gak mau punya takdir yang bersinggungan sama lo!"
Hati Chaca kembali patah. Retak. Tak berbentuk. Mati-matian Chaca menahan agar air matanya tidak jatuh.
"Kalau lo tahu cewek kayak apa Rere. Gue yakin lo pasti menyesal memperlakukan gue sehina ini." Bibir Chaca gemetar.
"Jangan samakan Rere dengan cewek murahan kayak lo! Rere bukan perempuan yang hobi tebar pesona ke semua laki-laki--"
"Rere punya pacar lain!" Chaca memotong ucapan Raka dengan cepat.
Tidak terlihat raut kaget di wajah Raka. Justru Rere yang berdiri belakang Raka tampak kaget, Rere tidak menyangka Chaca tahu hal ini. Ada kepanikan juga di wajah Rere.
Chaca tersenyum penuh kemenangan bisa membuka kebusakan Rere. Walau tanpa bukti.
"Lo pikir gue akan percaya kata-kata yang keluar dari mulut cewek kayak lo?"
Senyuman Chaca seketika luntur. "Lo harus percaya sama gue! Gue pernah dengar cewek lo telponan sama cowok lain."
"Kalau lo mau bohong jangan kelewatan! Gak semua cewek murahan kayak lo, Chantika." Raka memandang Chaca penuh kehinaan.
"Gue gak bohong! Dan berhenti menghina gue sebagai cewek busuk!" seru Chaca kecewa.
"Raka," panggil Rere. "Jangan percaya semua yang keluar dari mulut busuknya. Kamu kenal aku dari lama. Gak mungkin aku berkhianat."
"Lo yang busuk!" maki Chaca.
"Jangan hina Rere," bentak Raka.
Wajah Chaca berubah pias untuk sesaat. Dadanya bergemuruh hebat.
"Gue gak tahu salah gue apa ke lo, Cha. Tapi jangan fitnah gue sekejam ini. Apa lo punya bukti?" tantang Rere.
Tidak punya. Chaca tidak punya bukti apapun.
"Sekali lagi gue lihat lo ganggu Rere. Lo berurusan sama gue!" Raka memberi peringatan tegas.
Raka menuntun Rere. Dia meninggakan Chaca yang termenung dengan rasa sakit.
"Gue gak akan pernah peduli lagi sama lo, Raka!" Janji Chaca pada dirinya sendiri.
Tbc
Satu kata untuk Raka 👉
Berapa rate part ini dari 1-10?
Spam ❤️
Spam next
100 komen bisa gk ya?
Semoga kalian suka sama part ini
Ig: Ami_Rahmi98
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top