Part 10 - Toilet Belakang
Isakan Chaca masih terdengar dari balik pintu. Raka berdiri kaku, berperang dengan akal sehatnya yang mengatakan bahwa ini semua hanya akal-akalan Chaca. Dengan ego yang tinggi Raka memutar langkah kakinya meninggalkan Chaca sendirian di sana.
Raka keluar dari toilet dengan wajah kesal. Trik klasik Chaca tidak akan bisa mengecohnya. Perempuan itu terlalu banyak drama.
"Chaca, ke mana ya? Jangan-jangan diculik alien. Di bawa ke mars, lalu dijadikan sebagai objek penelitian oleh para alien!" kata Jo heboh.
Dari arah berlawanan dengan Raka, Jo dan Bastian datang. Keduanya terlihat kebingungan.
"Atau Chaca diculik suku Pulu-pulu dari pedalaman. Dijadikan kepala suku." Imajinasi Jo semakin tinggi. Cocok jadi penulis novel di wattpad.
"Eh, Raka!" sapa Bastian saat jarak mereka sudah bekat. "Lo bolos juga?" tanya Bastian sok akrab.
"Gue diminta Bu Elen untuk nyari kalian. Ternyata lo semua ada di sini. Buruan balik ke kelas!" suruh Raka.
"Ck, gara-gara lo nih ngajak bolos. Gue bakalan kena hukum!" Jo menyalahkan Bastian.
"Lo yang ngajak bolos tadi, Nyet! Cari Chaca dulu baru balik ke kelas," balas Bastian.
"Raka, lo liat Chaca?" tanya Jo.
"Kalian cepat balik ke kelas!" Raka memasang wajah tidak peduli. Mengabaikan pertanyaan Jo dan Bastian begitu saja.
"Sombong bener. Apa yang dilihat Chaca dari cowok modelan begitu?" ujar Jo sinis.
"Yang pasti dia ganteng si, Sist," sahut Bastian.
"Cucok!" sahut Jo dengan nada gemulai. Kemudian mereka lanjut mencari Chaca.
Tadi ketiga memang bolos bersama, awalnya mereka ada di kantin sekolah. Lalu Chaca mengeluh ngantuk, perempuan itu izin ke perpustakaan karena perpustajaan adalah tempat yang cocok untuk tidur plus ngadem. Perpustakaan juga tenang dan pasti sepi. Chaca pergi terlebih dahulu ke sana, Jo dan Bastian akan menyusul. Tapi, saat mereka menyusul Chaca cewek itu tidak ada di sana.
Setengah jam Jo dan Bastian berkeliling sekolah. Mereka belum juga menemukan Chaca, akhirnya kedua cowok itu memutuskan untuk kembali ke kelas tanpa Chaca.
"Mana Chaca?" tanya Bu Elen galak.
Jo dan Bastian saling lirik. Bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan Bu Elen.
"Gak tahu, Bu," jawab Jo pelan dan penuh kehati-hatian.
"Chaca diculik suku Pulu-pulu--" Perkataan Bastian langsung terputus karena Jo menyenggol bahunya, mengisyaratkan agar Bastian tidak banyak bacot.
"Kalian bolos mata pelajaran saya bersama-sama. Kenapa bisa sampai tidak tahu Chaca ada di mana?!" Bu Elen menatap sinis.
Jo dan Bastian terdiam.
"Kalian berdiri di depan kelas sampai jam saya habis. Dan beritahu pada Chaca nanti untuk menemui saya di ruang guru kalau dia tidak mau dicorot dari absen saya!" Wajah Bu Elen benar-benar tidak bersahabat. Bahkan Jo dan Bastian yang biasanya banyak omong tidak berani membantah.
"Bu, saya izin ke toilet," celetuk Angga tiba-tiba.
"Silakan."
Kaki Angga bergerak cepat, perasaannya tidak tenang. Angga ingin tahu di mana Chaca saat ini. Sementara Raka yang duduk di kursinya menatap Angga dengan perasaan tidak menentu.
Jangan-jangan Chaca tidak bohong soal dia dibully.
"Ka, kamu kenapa?" Rere membaca kegelisahan Raka.
"Aku gak apa," jawab Raka singkat.
Sudahlah, untuk apa Raka peduli pada perempuan centil itu? Terserah dia dibully sampai dikunci di toilet sekolah. Atau bahkan mati sekalipun Raka tidak peduli.
*******
Raka memarkirkan motor besar miliknya di depan rumah keluarga Rere. Salah satu rutinitas Raka sejak Rere pindah adalah antar-jemput cewek itu.
"Masuk dulu, Ka. Aku masakin mie instant buta kamu." Rere turun dari atas motor. Ia buka helm berwarna putih yang khusus dibeli Raka untuknya.
"Lain kali aja. Takutnya hujan." Raka melihat ke arah langit yang mendung. Sepertinya sebentar lagi memang akan turun hujan.
"Oke, hati-hati di jalan. Jangan lupa kabarin aku kalau udah sampai rumah."
Rere menunggu di depan rumah hingga motor Raka tidak terlihat lagi. Setelah Raka menghilang dari pandangannya barulah Rere merogoh saku roknya untuk mencari ponsel. Senyuman Rere mengembang lebar menerima chat yang memang sangat ia tunggu-tunggu.
Sementara itu pikiran Raka terbagi antara jalanan dan Chaca. Apa cewek itu sudah keluar dari toilet? Karena sampai bel pulang tadi Raka tidak melihat keberadaan Chaca.
Pasti Angga sudah menemukannya, batin Raka. Ia pacu motornya semakin cepat membela jalan.
Shit! umpat Raka kesal. Dia tidak tenang sebelum memastikan cewek sialan itu sudah keluar dari toilet atau belum.
Raka akhirnya memutar laju motornya kembali ke sekolah. Rasa penasaran ini harus segera Raka tuntaskan. Tidak lucu kalau Chaca belum keluar dari toilet dan mati di sana.
Raka parkiran motornya secara sembarang begitu sampai di sekolah. Ia telusuri area sekolah menuju toilet yang letakkannya ada di bagian belakang gedung.
"Coba hubungi ponsel Chaca," suruh Jo.
"Ponsel Chaca ada di tasnya. Udah berapa kali lo tanya itu." Nugra kesal mendengar kata-kata yang sama keluar dari bibir Jo untuk kesepuluh kalinya.
"Apa ada area sekolah yang belum kita telusuri?" tanya Bastian.
"Gue tahu di mana Chaca!" seru Raka. Dia menghampiri keempat teman Chaca di koridor sekolah yang sedang kebingungan.
Nugra menatap remeh pada Raka. "Ini bukan urusan lo!"
"Chaca ada di toilet belakang," jawab Raka.
"Tapi tempat itu sepi. Angker. Jarang digunakan. Buat apa Chaca ada di toilet belakang sekolah. Jangan bohong lo!" Bastian tidak percaya.
"Gak ada salahnya kita cek ke sana," ujar Angga dengan tenang.
Mereka bergegas menuju toilet belakang sekolah. Begitu tiba di sana suasana sepi. Tidak mungkin Chaca ada di sini.
"Dia ada bilik nomor tiga," beritahu Raka.
Angga dengan cepat mendekati pintu nomor tiga. Saat Angga coba membuka pintu ternyata dikunci.
"Cha, lo di dalama?" Angga gedor pintu tersebut.
"Chaca!" Jo khawatir.
"Dia ada di dalam. Dobrak aja pintunya!" Raka tidak sabaran.
"Tolong gue." Suara Chaca terdengar pelan dari dalam toilet. Lalu Chaca menagis.
"Gue takut. Gue sendirian di sini," isak Chaca.
Dan saat itu juga Raka merasa menjadi manusia paling jahat. Ternyata Chaca tidak berbohong kalau ia sedang dibully. Chaca tidak sedang memainkan trik busuk untuk caper.
Cewek itu benar-benar dalam kesulitan.
"Tenang ya, Cha. Gue bakal dobrak pintunya. Lo menjadi dari pintu," instruksi Angga. Berulang kali dia coba mendobrak pintu itu, diusaha kesepuluh barulah pintu toilet tersebut berhasil di buka.
Hati Angga hancur melihat kondisi Chaca yang berantakan. Tubuhnya penuh dengan tepung terigu dan bekas telor yang dilemparkan di seragam Chaca
Chaca jongkok disudut toilet. Air matanya tidak berhenti untuk jatuh. Bersyukur ada Angga. Penyelamatnya. Tidak seperti Raka yang meninggalkan di begitu saja.
Raka meninggalkan Chaca sendiri.
Raka tidak percaya pada Chaca.
"Cha!" panggil Angga sembari meraih tubuh kecil Chaca yang gemetar.
Raka masuk ke dalam bilik toilet. Sisi kemanusiaannya tersentuh melihat kondisi Chaca yang penuh dengan tepung dan bau amis.
"Gue gak boleh nangis. Nanti maskara gue luntur," kata Chaca sambil terisak kencang.
Tbc
Apa kata yang cocok untuk Raka?
Nulis part ini ikutan kesal sama Raka. Sok kegantengan banget jadi cowok.
Spam next
Bilang yeyeye lalala 👉
100 komen bisa gk ya?
Spam ❤️
Butuh referensi yg cocok untuk visual para tokoh
Semoga kalian suka sama part ini
Ig: Ami_Rahmi98
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top