Part 1 - Bayar Uang Kas

Kalau dia benar-benar peduli, kenapa membiarkanku bersaing hanya untuk mendapatkan hatinya?

________

"Yang belum bayar uang kas bulan kemarin, bayar sekarang!" Chaca masuk ke dalam kelas yang di atas pintu terdapat tulisan 12 IPS 1.

"Lah, udah awal bulan?" sahut teman sekelas Chaca yang bernama Gustaf cowok yang selalu tampil klimis dan merasa keren.

"Jangan pura-pura kaget. Utang kas lo dua bulan. Bulan kemarin bolos lima hari. Gak piket dua kali. Ketauan makan saat jam pelajaran satu kali. Total tiga ratus ribu!" Kalau membicarakan utang teman-temannya Chaca paling ahli.

Wajah Gustaf langsung berubah masam. Senin paginya rusak perkara utang-utangan.

"Uang kas? Apa itu uang kas?"

"Uang kas itu sejenis dana sosial untuk membantu perekonomian negara."

"Aku siapa? Aku dimana?"

Murid-murid di kelas Chaca mendadak heboh sendiri saat Chaca menyinggung masalah uang kas. Bahkan ada murid yang sibuk merogoh sakunya lalu ia sembunyikan uang jajannya hari ini dalam sepatu agar tidak dirampas Chaca secara paksa.

"Uang cuma selembar-lembarnya mau dirampas untuk membiayai negara. Perut juga perlu dibiayai," ujar murid itu.

"Raka!" Chaca berjalan di antara lorong kursi menuju meja belakang. Menuju Raka yang sedang nyantai sambil main game di ponsel.

"Raka!" panggil Chaca sekali lagi.

Yang dipanggil tak menyahut. Chaca merasa seperti bicara dengan tembok China.

Senyuman Chaca mengembang sinis. Dia punya ide busuk untuk membuat Raka buka suara.

"RAKA BAYAR UANG KAS!" teriakan Chaca terdengar cempreng, tepat di telinga kanan Raka.

"Woi." Refleks Raka menghindar. Dia mendelik ke arah Chaca.

Chaca menampilkan senyuman tanpa dosa. Dia tersenyum ala iklan pasta gigi sembari membuka buka utang miliknya yang berwarna pink cute.

"Coba saya cek dulu utang Bapak yang satu ini ada berapa." Chaca menyipitkan mata sembari mencari lembar yang bertuliskan nama Raka.

"Uang kas dua bulan belum bayar. Wah, tujuh bulan lagi lahiran tuh," seloroh Chaca.

"Gak punya duit," sahut Raka singkat.

Alasan klasik.

Chaca menarik napas panjang sebelum mulai menunjukkan bakat tagih utang yang sudah menjadi bakat alamiah Chaca.

"APA? APA LO BILANG? GAK PUNYA DUIT? IYA? GAK PUNYA DUIT? TERUS YANG TIAP HARI GUE LIAT JAJAN BAKSO DI KANTIN SIAPA? YANG BAWA-BAWA ES TEH MANIS SAMBIL JALAN DAN MINUM DI LORONG SIAPA? YANG TIAP PULANG SEKOLAH JAJAN SEBLAK DI WARUNG DEPAN SIAPA?! LO KAN?!" Cerca Chaca dalam satu tarikan napas. Ah, lega.

Raka mengakhiri permainan game online yang sedang ia geluti. Kemudian Raka simpan ponsel miliknya di dalam saku celana.

"Gue gak nyangka lo memperhatikan gue seteliti itu." Mata tajam Raka tidak lepas dari wajah Chaca yang berdiri di samping mejanya.

"A-apa?" Chaca tergagap.

"Lo seperhatian ini ke semua anak-anak kelas? Atau ke gue aja?" Raka tersenyum penuh ejekan.

Sial, kenapa pipi Chaca memanas. Dia seperti seseorang yang sedang tertangkap basah menyukai seseorang.

"Ngaco lo! Pede gila!" maki Chaca salah tingkah.

Raka menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Wajah gantengnya semakin tengil.

"Gak masalah kalau lo perhatian sama gue. Tapi jangan sampai suka soalnya gue udah punya pacar," kata Raka.

"Pacar?" Chaca baru tahu kalau Raka punya pacar. Selama ini Raka terkenal tenang dan punya dunia sendiri. Tidak banyak bicara. Sikapnya memang kalem, tapi wajah Raka tidak mendukung karena selalu menunjukkan ekspresi tengil dan menilai setiap objek.

Siapapun yang ditatap Raka pasti akan merasa sedang direndahkan oleh laki-laki ini.

"Gue gak peduli lo punya pacar atau enggak. Mau punya istri atau enggak." Chaca melangkah dari area meja Raka.

"Pipi lo merah. Lo salah tingkah. Lo beneran suka sama gue ya?" goda Raka.

Chaca berdecak kesal. "BAYAR UANG KAS LO!" teriaknya kencang-kencang.

Semua teman satu kelas Chaca langsung melirik ke arah perempuan itu. Merasa terganggu lebih tepatnya.

Maklumlah pick me girl, pikir mereka.

"Cha, lo kenapa?"

"Siapa yang ganggu lo, Cha?"

"Lo oke?"

"Kalau lo mau nangih utang harusnya ajak kita."

Empat murid laki-laki memasuki kelas. Menghampiri Chaca yang berdiri kesal tak jauh dari meja Raka.

"Para pengawal datang." Chaca mendengar temannya berbisik.

Chaca melirik sekilas. Dia mengibaskan buku utang berwarna pink cute di hadapan teman-temannya. Memberi isyarat agar keempat temannya itu mengikuti langkah Chaca.

Dengan sigap keempat teman Chaca berjalan di sisi kiri dan kanan. Benar, Chaca satu-satunya perempuan dalam circle pertemanan mereka. Ada Angga, Nugrah, Bastian dan Jo. Mereka berteman dekat sejak awal masuk SMA.

Chaca berada di tengah. Mereka berjalan di koridor barisan kelas 12. Layaknya bintang siapapun tidak akan melewatkan untuk tidak melirik ke arah mereka berlima.

"Emang boleh se-starboy ini." Jo memperbaiki kerah kemeja. Jo sisir rambutnya ke belakang dengan jemari kanannya.

"Cha, kita sebenarnya mau ke mana?" tanya Bastian si paling bawel di antara mereka. Bawelnya hampir setara dengan Chaca.

"Ke perpus!" sahut Jo asal.

"Kita gak benaran ke perpus, kan? Kasihan otak mungil gue di suruh baca buku pagi buta begini," keluh Bastian lebay 

Chaca menghela napas panjang. Dia berhenti melangkah, refleks semua teman Chaca juga berhenti melangkah. Mereka berhenti di lorong sepi.

"Gawat!" ujar Chaca tiba-tiba.

"Kawat?!" pekik Bastian typo.

"Gawat," koreksi Jo dengan nada malas.

"Lo kenapa, Cha? Ada masalah?" tanya Angga,  teman Chaca ini hampir sempurna. Ganteng. Pintar. Dan paling bijaksana di antara circle pertemanan mereka.

"Kenapa, Cha?" tanya Angga dengan nada halus sekali lagi.

"Kayaknya Raka mulai curiga sama gue deh," jawab Chaca sambil memeluk buku utang berwarna pink miliknya.

Angga, Bastian, Nugrah dan Jo saling lirik.

"Hueeeee, Raka mulai curiga kalau gue suka sama dia," kata Chaca heboh.

Lagi-lagi keempatnya saling lirik dan saling senggol. Sudah bukan jadi rahasia di antara mereka kalau Chaca suka pada Raka.

"Raka bilang dia udah punya pacar." Chaca terisak-isak.

"Mungkin Raka bukan jodoh lo, Cha," ceplos Jo.

"Hueeeeee." Chaca menjerit semakin kuat.

Bastian menyenggol bahu Jo. "Bukan gitu cara buat tenang Chaca. Lo malah buat dia makin nangis."

Jo nyengir. "Ya maap."

"Chaca, jangan nangis. Biwir beureum-beureum jawer hayam. Panon coklat kopi susu." Bastian menyanyikan lagu viral dia tik-tok khusus untuk Chaca

"Biwir beureum-beureum jawer bayam. Panon coklat kopi susuuuuu." Nyanyi Bastian sambil pargoy.

Angga menghela napas. Kedua temannya itu sama sekali tidak membantu. Angga mendekati Chaca yang cemberut. Mood cewek ini tidak akan membaik setelah melihat Bastian pargoy.

"Mau jajan es krim?" tawar Angga.

Chaca menatap Angga penuh binar. Lalu dia mengangguk.

"Babang Angga, aku juga mau." Nugrah memasang tampang jablay kurang belai.

"Babang, akuh juga." Jo ikut-ikutan.

"Jauh-jauh lo semua! Angga cuma mau traktir gue!" Buru-buru Chaca menggandeng lengan Angga. Tinggi Chaca hanya sebatas bahu laki-laki itu. Jadi sangat nyaman bagi Chaca untuk nyender di tiang listrik ini.

"Beliin dua ya, Angga," ujar Chaca.

"Iyaaa," sahut Angga dengan sabar.

Chaca menarik sisa ingusnya. "Maacih."

Tbc

Bismillah 

Yuhuuuu cerita baru, semangat baru. Tapi cerita kali ini aku mau nulis teenfict. Bosen nulis cerita permantanan dan bos-bosan.

Cepek hati sama dunia dewasa, mending balik ke jaman SMA aja

Spam next 👉

Say hi sama Chaca si pick me girl 👉

Spam ❤

Ig : ami_rahmi98

☠ Awas ada typo ☠

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top