Part. 6 - Baper

Good night, Everyone.💜

Sejak makan bareng waktu itu, aku baru sadar kalau Zozo orangnya lumayan asik. Kalau kesan pertama nyebelin, kali ini dia cukup nyenengin. Dia bisa langsung jawab kalau ditanya, trus nggak yang ngedumel nggak jelas.

Demi menjaga ketenangan, juga nggak nyaman kalau tinggal bareng sama cowok, aku mutusin untuk isi kamar dengan kulkas, meja, dan sofa. Tujuannya supaya nggak sering keluar kamar atau harus pake dapur bersama yang memungkinkan untuk seringnya ketemu sama cowok asing. Aku masih nggak nyaman.

Walau harus merogoh kocek tabungan, tapi nggak apa-apa, aku anggap aja investasi sebagai persiapan kalau nanti aku sudah mampu beli apartemen buat tinggal sendiri. Weekend ini adalah yang paling sibuk karena aku harus mengatur kurir dan tukang untuk memasang barang-barang yang kupesan di kamar.

Aku minta ijin sama Zozo untuk furniture yang tadinya milik orang terdahulu yang memakai kamar itu agar dikeluarkan saja. Overall, aku ganti semua isi kamar. Impianku adalah punya kamar sendiri yang bisa aku tempati dengan tenang. Kalau masih di rumah orangtua, aku masih harus berbagi kamar dengan Garry yang tidurnya pake jok bawah. Tentu saja, itu nggak nyaman buatku tapi sepertinya hal itu nggak jadi masalah buat Papa dan Mama yang dikiranya kami masih anak kecil.

Hari Sabtu adalah hari dimana aku mengisi kamar dengan barang baru, kemudian dilanjutkan membersihkan kamar dan seluruh lantai atas ruko supaya tetap bersih. Hari Minggu adalah pembersihan lanjutan yang ternyata nggak cukup diselesaikan dalam setengah hari. Aku capek banget tapi ketika melihat isi kamarku yang sekarang bawaannya hepi banget.


Untungnya, Zozo ada urusan kerjaan yang katanya nggak balik sampe hari Senin. Jadinya, aku merasa bebas untuk bekerja tanpa perlu merasa nggak enak hati karena sudah mengganggu ketenangan orang. Kamar Zozo sudah pasti dikunci dan aku nggak peduli karena itu bukan areaku. Tanggung jawabku adalah membersihkan ruang duduk, ruang makan, dan dapur yang ada di lantai itu.

Selesai dengan kamarku, aku membersihkan seluruh ruangan. Gosh! Capek banget. Ngepel dua kali rasanya kurang bersih. Juga, aku alergi debu. Selama masih bersin dan kulitku ruam, maka debu itu masih ada.

Sudah seharian bersih-bersih, aku capek banget. Segera mandi, aku membersihkan diri sampai keramas tiga kali dan memakai sabun sebanyak mungkin. Aku punya perasaan kalau sabun dan sampoo nggak kuhabiskan setelah berdebu, seolah debunya terus menempel di tubuh. Setelah yakin sudah bersih dengan sempurna, aku segera keluar dengan perasaan lega.

Entah sudah berapa lama aku nggak menikmati kesendirian kayak gini. Bisa dibilang saat ini adalah saat paling bahagia buatku. Punya ruang sendiri untuk dinikmati sendirian, momen sunyi dan tenang kayak gini, juga bebas lakuin apa aja yang aku suka. Melihat kamarku saat ini, aku cuma bisa senyum selebar mungkin karena merasa bangga sama diri sendiri.

Setelah memakai piyama dan mengeringkan rambut, aku segera keluar kamar untuk memasak menu sederhana karena sudah lapar sekali. Aku baru ingat kalau lupa makan siang karena belum membeli bahan, juga nggak kepengen keluar karena kecapekan, jadi aku mutusin untuk cari bahan makanan yang Zozo punya untuk kubelikan besok sebagai ganti.

Terdapat banyak kabinet di kitchen set, atas dan bawah, kemudian kulkas. Aku coba cari sesuatu di kulkas yang cuma sisa tiga butir telur dan satu karton susu. Di kabinet bagian bawah, nggak ada apa-apa. Mendongak untuk melihat kabinet atas, ketinggian. Aku nggak bisa mencapai laci kabinet itu.

Akhirnya aku berpikir untuk mengambil kursi dari ruang makan, menaruhnya tepat di depan bagian kompor, lalu naik kursi itu untuk membuka laci kabinet dengan dua tangan. Tersentak, suara seruan kencang terdengar di belakang, bersamaan dengan tumpukan tumbler mencuat keluar dan mendesak laci kabinet untuk terbuka lebih lebar.

Yang aku lakukan hanyalah menutup mata sambil mengarahkan kedua tangan untuk menutupi kepala dengan posisi tubuhku yang seperti ditarik dan ada dua tangan kuat yang melingkar di pinggang untuk supaya posisiku berpindah dari atas kursi. Kemudian, suara gaduh seperti barang-barang berjatuhan memenuhi ruangan selama beberapa saat.

Aku bisa merasakan dua kaki sudah berpijak di lantai, disusul dengan pertanyaan dalam nada cemas. "Lu nggak apa-apa?"

Membuka mata sambil menurunkan tangan, aku menoleh dan mendapati Zozo yang sedang menatapku dengan seksama. Deg! Sepasang matanya yang hitam pekat, tampak begitu tajam tapi ada kesan cemas didalamnya. Hidungnya yang tinggi, bibirnya yang terbuka, dan oh! Alisnya tebal dan rapi seperti semut berbaris.

Demi apapun aku nggak pernah nilai cowok sampai sedetail itu, tapi kenapa aku bisa menilai Zozo yang membuat pipiku seperti memanas dan degup jantung yang mengencang. Zozo begitu dekat sampai aku bisa menghirup aroma parfumnya yang tercium samar. Ya Lord, aku nggak suka dengan apa yang terjadi saat ini.

"Ada yang sakit?" tanya Zozo lagi sambil melepas dua tangannya dari pinggangku, lalu berpindah agar bisa berhadapan denganku sambil menangkup dua bahuku dengan mantap.

Wait, aku kok berubah jadi bego dan nggak tahu harus gimana?

"It's okay, lu shocked. Harusnya lu nggak usah buka laci atas karena nggak ada apa-apa, cuma isian hadiah tumbler yang entah dari siapa atau hadiah dari mana gitu. Tadi nggak ada yang kena kepala, kan?" tanya Zozo kemudian.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala.

"Lu mau apa naik-naik kayak gitu?" tanyanya lagi.

Zozo mengarahkan jalan agar aku bisa duduk di sofa, memastikan aku sudah duduk, dia segera beranjak untuk mengambil sebotol air mineral dari kulkas, membukanya, dan langsung menyuruhku untuk minum.

Ada cowok yang bukain air minum, baru satu kali dan ini pertama kalinya.

Kenapa aku jadi ngebatin yang nggak-nggak sih? Apalagi sekarang Zozo malah kayak berlutut di depanku supaya tatapan kami sama rata. Duh!

"Lu mau ngapain naik-naik ke atas? Lu cari apaan?" tanya Zozo sambil mengangkat satu alis.

Tampang tengil ala cowok itu ternyata pas di Zozo, yang bikin degup jantung ini semakin nggak jelas maunya kayak apa.

"Lapar," jawabku akhirnya. Suaraku pelan banget tapi untuk melakukan itu, energiku seperti terserap habis.

Zozo mengerjap pelan, memperhatikanku dengan seksama, lalu mengangguk. "Gue nggak punya bahan makanan karena nggak sempet belanja. Gue juga lagi sibuk banget minggu ini makanya isi kulkas dan stok makanan gue habis. Pesen makan aja gimana? Ada langganan resto yang bisa pesen anter. Lu suka chinese food? Ada nasi capcay, fuyunghai, atau..."

"Apa aja yang menurut lu enak," selaku cepat. Aku lakuin itu supaya nggak terlalu tertekan dengan perasaan konyol ini.

Segera beranjak, tapi karena terlalu cepat, jadinya kepala kami beradu. Sakit! Plus malu-maluin, apalagi aku mendengar Zozo mengumpat sambil menangkup kepalanya.

Aku nggak minta maaf, tapi hampir berlari untuk masuk ke dalam kamar, mengunci pintu, lalu duduk di pojokan sambil menatap diri di cermin yang tepat berada di depanku. Barusan itu apa? Trus kenapa mukaku merah gini sih? Ih, apa-apaan sih lu, Ra? Norak banget.

Aku mengacak-acak rambutku sambil gemes sama diri sendiri. Memang iya kalau aku nggak pernah deket sama cowok, tapi masa kayak gitu aja baperan sih? Zozo itu cuma kuatir karena nggak enak hati, itu aja.

Aku hitung dalam hati dimulai dari angka satu sampai entah berapa nomor, atau sampai degup jantungku kembali normal. Kemudian, aku mengikat rambut dalam satu ikatan ponytail biar nggak terlalu berantakan, lalu tersentak saat mendengar adanya ketukan dari luar.

"Kenapa?" tanyaku saat sudah membuka pintu dan Zozo sudah berdiri di depan sambil bersidekap.

"Gue udah pesen makanan. Kita makan nasi capcay malam ini," jawabnya.

Aku mengangguk. "Berapa?"

"Apanya?"

"Harganya."

"Nggak usah. My treat," tolak Zozo sambil menggeleng lalu memiringkan kepala untuk melihat ke dalam kamarku. "Lu beneran ganti semua isi kamar?"

Mendengar pertanyaan itu, aku langsung merasa senang dan tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala. "Yes! Mau lihat? Bagus, gak?"

Melebarkan pintu agar Zozo bisa melihat kamarku, dia menggumamkan permisi lalu melangkah untuk masuk ke dalam kamar sambil melihat sekeliling dengan tatapan menilai. Tidak lama kemudian, dia menghela napas dan menggelengkan kepala.

"Why?" tanyaku heran.

"Terlalu cewek, bikin kepala gue pusing," jawabnya sambil berbalik dan keluar dari kamar dimana aku mengikutinya sekarang.

"Yah namanya juga cewek, sukanya yang lucu-lucu," ujarku sambil menoleh pada ruang dapur dimana ada satu buah kardus besar disana.

Aku mendekati dus besar itu dan melihat ada banyak tumbler disana. Well, tumbler dengan brand kafe yang cukup terkenal dan semuanya masih tersegel rapi bahkan sepertinya sudah lama sekali disimpan. Sayang banget! Mataku tertuju pada tumbler warna silver dengan tutup hitam, itu yang terbagus dan nggak norak, yang bikin tanganku spontan meraihnya dan melihat-lihat.

"Lu suka? Kalau mau, ambil aja," ucap Zozo sambil berjalan melewatiku dan berhenti tepat di depan dus besar itu.

"Ini lu jualan?" tanyaku sambil mendongak.

Zozo menatapku dengan ekspresi yang nggak terbaca. Deg! Tuh cowok kenapa sih? Lagi dalam project ngerjain orang atau gimana? Beda banget hari ini. Mengkesel.

"Hadiah," jawabnya singkat. "Jangan tanya dari siapa karena gue lupa. Kalau lu mau, ambil aja. Kalau nggak, taro aja. Gue akan suruh OB buat bagi-bagi besok."

"Gue minta ini," ucapku sambil mengacungkan tumbler silver yang kutaksir itu dan Zozo mengangguk. "Terima kasih!"

Zozo pun berlalu menuju kamarnya dan aku yang mencoba membereskan beberapa barang sampai makanan yang dipesan Zozo tiba. Dia yang ambil makanan di bawah dan aku yang siapin alat makannya.

"Wangi banget," gumamku saat Zozo membuka bungkus pertama dan memindahkannya ke piring.

Aku hendak mengambil bungkusan yang masih ada di kantong, tapi Zozo menepis tanganku dan mengulurkan makanan yang sudah dibuka olehnya. Deg! Aku bengong dan dia berdecak sambil menaruh piring itu di depanku.

"Nggak usah lebay, cuma bukain makanan bukan berarti lu udah lakuin dosa," sewot Zozo sambil mengambil bungkusin terakhir di kantung dan memindahkannya ke piring untuk dirinya sendiri.

Dan tentu aja yang dibilang lebay itu benar-benar terasa di aku. Degup jantung yang meresahkan itu muncul lagi disaat aku berusaha menenangkan diri untuk makan.

Ternyata, yang tadinya aku laper banget jadi kenyang karena nggak tenang sama perasaan ini. Seriously, Ra? Tipe cowok lu cuma sampe se-Zozo gitu? Haish.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Aku nggak bisa denial kalau dekat sama cowok untuk pertama kalinya waktu dulu, udah pasti ada rasa suka kalau orangnya mulai rese.
Jadi, standar cowoknya masih abu2, nggak tahu mana yang bagus or nggak, pokoknya deket dan seneng aja gitu.

Kalian masih ingat momen pertama kalinya suka sama cowok? Cerita dong.
Cowok pernah yang kalian taksir itu nggak selalu jadi mantan kok.
Aku masih ingat cowok pertama yang kutaksir tapi nggak pernah jadian karena ternyata, otakku masih lebih fungsi ketimbang hati hahahaha

Yakali, anak SD mulai pacaran.
Mamaku bisa maki2 🤣

Nighty night, Genks.
I purple you. 💜



09.03.23 (21.50 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top