CHAPTER 13
Double update.
Gue males edit, bantu revisi qlo ada typo. Ato mo bantu coli? Lol.
"Arrrgghhhh!" keluh gue sambil banting pembolong kertas ke sudut tembok.
Gue paling benci ngerjain administrasi karena emang paling bete ketik-ketik dan bikin kolom. Kalo bukan karena besok pagi-pagi harus ngebut ke bandara buat meeting di Bali, gue nggak bakalan mau urusan ginian. Sialnya, ini urusan dadakan dan admin gue udah pada pulang.
Terdengar suara pintu dibuka dan gue auto nengok untuk melihat Rara yang masuk dengan ekspresi ngeri.
"Kenapa? Ada apa? Ada yang jatuh?" tanya Rara sambil menutup pintu dan berjalan ke arah gue.
"Nggak ada!" jawab gue ketus karena nggak suka diganggu kalo lagi kerja. Ditambah liat muka Rara, gue tambah kesel karena kalo ada doi bakalan ada urusan.
"Tapi tadi gue ada denger bunyi kenceng dari atas," seru Rara bersikeras.
"Gue lempar barang! Nggak ada yang jatoh! Yang jatoh itu cuma lu kemaren!" sewot gue kesal.
"Kok lu marah? Kan gue tanya," decak Rara.
"Gue nggak seneng lu tanya-tanya! Sana keluar, nggak usah kepohin urusan gue! Gue lagi kerja!"
"Gue tahu lu lagi kerja makanya gue nanya ada apa karena tadi bunyi kenceng banget pas lagi bikin indomie menyek!"
"Terus kenapa?"
"Gue mau nawarin lu mau gak? Kali aja lu bego karena laper, butuh asupan micin karena otak lagi dehidrasi!"
Gue berdecak kasar dan kembali pada laptop yang bikin gue sakit kepala. Kerjaan gue masih banyak dan sekarang udah jam sembilan. Nggak bakalan keburu meski cuma buat makan.
"Nggak usah deh, gue lagi banyak kerjaan," celetuk gue akhirnya.
Gue menoleh saat merasakan adanya pergerakan Rara yang mendekat dan mengerutkan kening saat melihatnya menggeser laptop gue dan memiringkan kepala untuk melihat apa yang tertera di layar.
"Kenapa lu nggak bikin kolom tabel aja dan ketik manual di word? Gunanya Excel itu buat itungan dan ada rumusnya juga," komentar Rara kemudian.
Gue menatap Rara sesaat lalu mengarahkan laptop padanya. "Contohin."
Rara berdecak dan berjalan memutari meja sambil mengambil bangku kecil yang ada di belakangnya dan duduk disitu sambil menatap laptop.
"Kalo lu mau buat itungan, baiknya bikin kolom. Disini ada beberapa keterangan, item, jenis, juga kuantiti untuk rincian penawaran, kan? Make it simple, lu bikin kelompok sesuai jenis atau barang, lalu nanti tinggal disusun dan ditotalin di akhir," cerocos Rara dengan dua tangan yang sudah bekerja dengan cepat.
Gue cukup takjub liat doi yang kerjanya cukup cepet. Tatapan di dokumen, tapi dua tangan tetep ngetik diatas keypad tanpa perlu melihat tapia pa yang dia ketik bener semua, nggak ada salahnya. Tangannya udah kayak dewa, mainin touchpad, ketik di keyboard, sesekali liat ke arah layar dengan bibir yang kayak lagi ngitung dalam ati.
"Lu bisa ngerjain ginian?" tanya gue tolol.
Rara melirik sinis tanpa menghentikan kerjaan dan kembali pada dokumen. "I'm accountant, Silly. Of course I can do all this shit. Buat orang yang modalnya cuma ngebacot kerjanya kayak lu nggak bakalan paham soal ketik ginian!"
"Gue jago ngetik, yang laen tapi," balas gue keki.
Cara Rara nyombong gitu bikin emosi tapi jasanya diperlukan saat ini. Gue minta doi buatin satu bundle dokumen yang selembar aja udah gue coba buat selama sejam tapi nggak jadi-jadi, dibikin sama doi kurang dari sejam. Gokil!
"Udah kelar?" tanya gue nggak percaya.
"Lu coba cek aja," balas Rara sinis.
Gue melihat apa yang dikerjakan Rara dan persis seperti apa yang gue mau. Gilak! Tangan Rara memang tangan dewa buat gue. Saat Rara beranjak, gue refleks tahan doi dengan pegang tarik tangannya hingga doi memekik kaget.
"Lu kenapa sih ngagetin orang mulu kayak setan?" omel Rara sambil menepis tangan gue hingga lepas dari pergelangan tangan doi.
Ih, sok suci banget lau.
"Lu mau kemana? Ini belum kelar," cetus gue sambil menunjuk beberapa map dokumen yang ada di sisi kanan.
Rara mengerutkan kening sambil melihat ke arah tumpukan map dan kembali melihat gue sambil bertolak pinggang. Mukanya jahat banget.
"Gue itu kasih contoh dengan kerjain satu bundel, bukannya babu yang bakalan ngerjain kerjaan lu sampe kelar!" desis Rara galak.
"Bantuin orang jangan setengah-setengah," balas gue kalem.
"Bantuin my ass! Ini namanya aji mumpung! Ogah! Kalo gue digaji itu beda cerita!" tukas Rara sambil meloyor keluar dan ucapannya bikin gue auto ikutin doi.
"Wait! Apa lu bilang barusan?" tanya gue sambil kembali menahannya dengan menangkap tangannya.
Tubuh Rara auto berbalik dan menatap gue kaget. Kami saling menatap, mungkin dua detik, nggak tahu juga tapi kayaknya cukup lama buat diem-dieman sambil liat-liatan. Sepasang mata hitam Rara yang membulat tuh kasih kesan seru dalam dada, juga ekspresi kagetnya yang cukup gemes.
Rara kembali menepis tangan gue dan mundur dua langkah buat menjauh. Doi kayak salah tingkah.
"Lu bisa gak sih nggak main tarik orang kayak gitu?" decaknya sebal.
"Abisnya kerjaan lu kalo nggak ngoyor kuar, ya main nyelonong aja!" balas gue.
"Urusan gue udah kelar dan sekarang gue mau makan!" sewot Rara sambil berjalan kembali.
"Makan apa? Tadi lu bilang masa kapa?" tanya gue sambil ikutin doi dari belakang.
"Mie nyemek!" jawabnya judes tanpa menoleh dan terus menaiki anak tangga.
Ikutin Rara dari belakang sambil naik tangga bikin gue bisa melihat bokong doi yang cukup lumayan. Bulat, padat, dan kalo dari belakang rasanya...
Gubrak! Shit!
"KYAAAAA"
Gue kesengkat kaki sendiri karena nggak keinjek lantai anak tangga terakhir dan jatuh ke depan dengan nabrak Rara yang ... Anjir! Tuh cewek nyusruk.
"Eh, Ra! Sori, lu nggak apa-apa?" pertanyaan tolol itu keluar aja dari mulut gue saat melihat tubuh kecil Rara ketindih dengan posisi doi jatuh telungkup. Aduh, kasian amat anak orang, kemaren jatuh karena dikejer anjing, hari ini nyusruk karena ditimpa gue.
"Hiks... hiks"
Sial! Drama nangis dimulai. Kenapa sih cewek kalo ada apa-apa pake nangis? Orang kan nggak sengaja. Cemen!
"Gue minta maaf, jangan nangis!" sewot gue sambil angkat doi dengan mudah dan membalikkannya untuk melihat keadaannya.
Sama seperti waktu itu, Rara yang menangis sangat lucu dan menggemaskan. Doi kalo nangis kenapa terlihat lebih menarik ketimbang judes? Rara nangis sambil menyentuh keningnya yang memerah dan spontan gue menyibakkan poni untuk melihat ruam merah yang ada disitu. Kayaknya sakit banget.
Rara auto dorong dada gue untk menjauh dan cemberut liatin gue. Yang tadinya pegang kening, sekarang pegang dada dengan wajah yang memerah. Ruamnya pindah.
"Jalan aja nggak bisa liat! Buta kali lu!" seru Rara dengan suara gemetar tapi masih nangis.
"Gue udah minta maaf, nggak sengaja banget. Sini, pake salep biar nggak memar. Jidat lu merah," balas gue sambil hendak mengulurkan tangan untuk kembali melihat kening Rara tapi doi langsung berbalik untuk melanjutkan jalan sambil tersaruk-saruk menuju pantry.
"Nggak usah sok baik kalo lu ada maunya! Gue nggak suka basa basi!" sewot Rara.
"Sama! Gue juga nggak suka basa basi! Kalo ada maunya, gue pasti ngomong!" tukas gue sambil duduk di kursi kosong saat Rara kembali dengan sepanci mie goreng yang dibuatnya.
Sepanci mie goreng itu ditaruh di tengah dengan dua mangkuk kosong di sisi beserta alat makannya. Seperti sudah terbiasa, Rara akan otomatis mengambilkan makanan buat kami berdua di setiap sesi makan bersama.
"Abis makan langsung kerja sana, nggak usah ganggu orang lagi!" ucap Rara dengan sikap ngambek ala cewek yang bikin keki.
"Lu yang duluan samperin gue ke ruang kerja," sahut gue nggak terima.
Rara mengangkat tatapan dengan wajah sembap dan kening yang semakin memerah. Duh, jadi nggak tega juga liat memar segede gitu.
"Yauda nggak perlu bikin gaduh kayak tadi jadi orang nggak usah panik dan pake samperin!" sembur Rara nyolot.
Gue cuma membalas semburan Rara dengan menyendok mie dan memakannya. Mata gue auto melotot karena ini enak dan pedes. Tangan Rara jago masak dan gue akui hasil masakannya enak. Urusan tangan yang lain nggak tahu deh sama enaknya ato nggak.
"Gue mau tawarin sesuatu sama lu," ujar gue sambil mengunyah.
"Apaan?" balas Rara.
"Jadi aspri," sahut gue dan Rara auto tersedak.
Gue meringis sebal melihat respon Rara yang berlebihan. "Gue cuma nawarin jadi aspri, bukan istri. Tolong jangan salah paham apalagi kepedean."
Rara mengibaskan tangan seolah kepedesan dan segera beranjak untuk mengambil air dingin di kulkas dan langsung meneguknya cepat. Gue lanjut makan sambil bodo amat kalo doi mau rese ato protes. Satu hal yang gue dapetin dari cewek naif yang kurang pengalaman kek Rara, kege-eran.
"Gue nggak mikir sampe sejauh itu," ujar Rara sambil kembali duduk. "Ini kepedesan."
Gue auto angkat muka dan melihat Rara dengan bibir yang memerah. Jidat merah, bibir merah, apa semua yang ada sama Rara juga merah? Sial! Gue sangat suka dengan apa yang ada dalam otak gue saat ini.
"Gue nggak jago admin," ucap gue.
"Lu jagonya mandorin!"
"Bener!"
"Juga ngebossy."
"Itu juga bener."
"Sukanya kasih kerjaan, pokoknya tahu beres."
"Exactly!"
"Yang intinya lu bakalan jadi bos yang rese."
"Kalo itu nggak bener. Gue termasuk orang yang santai tapi kalo soal kerjaan harus serius. Jadi, gue butuh bantuan!"
"Lu butuh bantuan atau babu?"
"Buat cewek yang punya pikiran selalu jelek kayak lu, rasanya nggak bisa nilai hal baik dalam dunia ini. Gue nawarin kerjaan, bukan masalah. Toh juga lu lagi nganggur, kan? Lu juga kepusingan karena nggak punya duit, ya'kan?"
Rara auto kicep. Doi nggak bisa bales gue karena emang apa yang gue sampein itu bener semua.
"Jadi gue cuma ngerjain rekapan kayak tadi?" tanya Rara kemudian. Yes!
"Lebih dari itu, atur jadwal gue juga. Tapi saat ini, gue mau lu bantu gue kerjain yang tadi karena besok gue pesawat pagi ke Bali," jawab gue mantap.
"Cuma bikin proposal sama penawaran kayak tadi?" tanya Rara seolah memastikan dan gue langsung mengangguk.
"Oke, itu kecil! Gue makan dulu, nanti baru kerja," lanjut Rara sambil menunduk untuk melanjutkan sesi makannya.
"Start kerja hari ini ya, ato mau itungan besok? Anggap aja malam ini trial," ujar gue yang bikin Rara kembali mengangkat kepala untuk menatap gue.
"Trial? Jelas-jelas lu nggak nyangka kalo gue kerjain data itu dengan jago, masih aja lu bilang itu trial?" balas Rara sewot.
Mulai nyombong nih anak.
"Iye!" sahut gue nyolot.
Kami berdua sama-sama lanjut makan tanpa ngobrol apapun lagi. Nggak pake lama, mungkin sekitar lima belas menitan kami kelar. Rara membereskan meja dan cuci piring, sedangkan gue lanjut ke ruang kerja.
Dengan adanya Rara yang bantuin gue, maka gue bisa fokus kerjain yang lain, sampai akhirnya Tomo telepon dan bikin gue auto males. Tomo nggak bisa join ke Bali buat ketemu klien kami karena nyokapnya harus opname. Shit.
Gue nggak mungkin pergi sendirian karena banyak banget yang perlu gue bawa dan jelaskan. Sampai akhirnya, gue ngeliat Rara yang masih begitu serius dalam ngerjain data di laptop dan ide itu muncul begitu aja.
"Ra," panggil gue tegas.
Rara auto nengok dan mengangkat alis seolah bertanya kenapa.
"Besok pagi, lu ikut gue ke Bali! Kita kerja bareng!" putus gue tanpa ragu.
170623 (11pm)
We'll have fun in Bali. I promise.
Tangan uda lama ga dimainin buat ngerjain anak org lol.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top