Pembanding Yang Tak Seimbang


Ratu mengoleskan krim wajahnya, ia tak ingin Andrawan berpaling darinya. Ia memandang arah kamar mandi, di sana masih terdengar gemericik air. Setelah beberapa hari mereka mampir dan diusir paksa oleh Nada, membuat Andrawan sedikit merasa sedih. Ia ingin dekat dengan anak-anak Nada.

Hatinya masih terpaut dengan Nada, tetapi berada dekat dengan Ratu membuatnya ent ah mengapa ada sedikit keraguan. Ia menghela napas kasar, dengan Ratu ia hanya bentuk tanggung jawab saja. Jika ada yang tanya, apakah ia mencintai Ratu? Entahlah, hatinya masih saja terpaut pada Nada. Menghilangkan Nada tak secepat itu.

Ia keluar dengan menggunakan kimono dan handuk kecil yang menggantung di tengkuknya. Ia melihat Ratu masih duduk di depan meja rias. Dulu saat Nada masih bersamanya, ia jarang untuk memoles dirinya seperti Ratu. Nada adalah sosok istri idaman semua Pria. Sepulang bekerja, ia lebih memilih dapur dari pada meja rias. Untungnya Nada tetap terawat.

Andrawan terkesiap saat Ratu memeluknya dari belakang, ini mengingatkannya pada Nada. Bukan Nada yang seperti ini, tapi ia. Nada wanita yang kuat dan mandiri, tak mudah bagi Andrawan membuat Nada terkesan dengan hal remeh. Tapi Nada tak pernah membentak ataupun menyakiti hatinya. Apakah sekarang ia menyesal? Sepertinya ya.

"Aku lapar," ucap Andrawan, ia ingin melepaskan pelukan Ratu.

"Kayaknya tadi bibi udah masak." Andrawan melepas belitan tangan Ratu dari pinggangnya.

"Kenapa bukan kamu?" ratu tertawa, ia duduk kembali di kursi depan meja rias.

"Aku ini seorang istri, bukan pembantu, Mas. Pekerjaan pembantu itu membersihkan rumah, masak, nyuci. Kewajiban istri itu, cuma melayani suami dan merawat diri."

Andrawan berbalik menuju lemari pakaian, ia mengambil asal kaos dan celana pendek untuk ia kenakan. Ia baru saja tahu tentang teori seperti itu. Dulu saat ia masih bersama Nada, ia tak pernah mengatakan jika lapar. Nada yang mengajaknya untuk makan. Segalanya ia yang masak dan sudah terhidangkan di meja makan. Mengapa Ratu tak bisa seperti Nada? 

Ia keluar menuju ruang makan, mencicipi kopi yang sudah terhidang di meja. Kopi ini dingin, ia tak suka. Takaran rasanya berbeda dengan yang Nada buat. Bahkan kepulan asapnya masih terlihat. Ratu mengikuti Andrawan duduk di kursi makan, menikmati  hidangan yang dibuat oleh pembantunya. Sekali lagi ia merasa berbeda. Bukan rasa masakan Nada yang pas di lidahnya. Lagi dan lagi ia membandingkan segalanya dengan Nada dulu.

Andrawan tak banyak bicara, ia tetap menikmatinya dengan tenang, tanpa berminat merespon segala yang Ratu ceritakan. baginya tak penting. Ia membayangkan rasa masakan Nada yang sedang ia makan saat ini dan berhasil membuat masakan itu masuk sempurna melewati tenggorokannya dan mendarat di lambung dengan sempurna.

Mungkin nanti, ia bisa merasakan masakan Nada lagi. Entah bagaimana alurnya nanti. Ia memandang Ratu yang tengah bercerita tentang kedatangannya ke salon tadi, mendapatkan perawatan yang benar-benar menguras kantong Andrawan. Sekali lagi ia mulai membandingkan Nada dengan Ratu. Nada tak pernah menghabiskan uang Andrawan untuk hal yang tidak berguna. Ia hanya meminta uang Andrawan untuk keperluan rumah dan ibu Andrawan jika datang berkunjung. Itu saja.

"Mas, kamu dengerin aku apa enggak sih, dari tadi?" Hanya deheman yang ia keluarkan.

"Mas, kalau besok kita makan steak gimana?" tawar Ratu.

"Enggak, kamu bisa belajar masak? Atau paling tidak ... buatkan aku kopi yang panas dan enak," jawab Andrawan sarkas.

Ia berlalu pergi begitu saja, tanpa ada kalimat manis yang mampir di telinga Ratu, bahkan memuji penampilan baru ratu pun tak ada. Ia merasa kesal, bagaimana seharusnya suami bersikap seperti ayahnya.

***

Nada tersenyum bersama dengan teman kantornya. Mereka baru saja mendapatkan bonus tambahan dari kantor. Kebutuhan anak-anak sudah ia penuhi, dan sekarang ia tengah menikmati waktunya bersama yang lain. Mereka makan siang bersama di kafe dekat kantor. Sesederhana itu membuat mereka bahagia.

Raja menghampiri mereka dan duduk tanpa beban di samping Nada. Ia bahagia meskipun itu hal kecil. Mereka selalu menjodohkan Nada dengan Raja dan itu membuat Raja bahagia. Tapi Nada tak sekalipun tak acuh pada mereka, baginya lebih baik menyendiri.

"Bapak mau pesan minuman apa?" tanya Nada, mampu membuat Raja bahagia.

"Cappucino, saya ke toilet dulu."

Setelah Raja berlalu pergi dan mulai tak terlihat, ia berdehem menarik atensi kawan-kawannya. "saya dan Pak Raja tidak ada perasaan apapun," Mereka hanya diam, "satu lagi, Pak Raja adalah kakak ipar dari mantan suami saya. Jadi saya tidak akan menjadikannya suami."

Mereka hanya bisa diam dan meminta maaf. Nada mengerti, tapi ia lebih baik pergi. Mungkin beberapa hari ia terlalu dekat dengan Raja, sehingga menciptakan berita yang tak semestinya. Mumpung kantornya hari ini pulang setengah hari, ia memutuskan mengunjungi mall di kota gudeg. Mencari beberapa pernak-pernik untuk si kembar.

Ia mencari ke toko mainan anak-anak, mencari mainan edukasi untuk si kembar. Tak sengaja ia melihat Andrawan di tempat itu. Ia memilih dua benda untuk lelaki dan perempuan. Nada merasa aneh, ia memilih pergi. Tapi Andrawan menyadarinya, hingga menarik lengan Nada.

"Bisa kita bicara sebentar?" pintanya.

Nada mengangguk setuju, ia mengikuti Andrawan menuju food court di sana. Memesan minuman untuk pelepas dahaga. Tetapi Nada tak menyentuh minuman itu sedikit pun. Meskipun yang di pesan Andrawan minuman kesukaannya.

Andrawan tersenyum, ia tak menyangka akan kehadiran Nada yang tak terduga. Ia mulai menikmati minumannya dan memandang Nada, meski pun ia hanya diam.

"Langsung ke intinya, Bapak mau apa?" Andrawan berdecak kesal karena panggilan Nada kembali seperti dulu, sebelum mereka menikah. "Tidak seharusnya kita duduk di sini."

"Oke." Andrawan menghembuskan napas berat. "Gimana kabar anak-anak?"

Sekali lagi ia mulai merasa muak, untuk apa bertanya anak di depannya. Mereka bukanlah pasangan suami-istri yang harmonis. bukan pula rumah tangga idaman semua orang. Sekali lagi berada di hadapan Andrawan, membuat lukanya kembali menganga lebar. Perlakuan Andrawan yang tak baik padanya, terasa seperti film yang berputar.

Andrawan memegang jemari Nada, perlakuan itu membuat Nada terkesiap. Ia segera menarik jemarinya ke bawah meja. Jemarinya saling meremas, ia sedikit merasakan ngilu di sekujur tubuhnya. Bayangan Andrawan memukul tubuhnya karena membantah lata-kata dari Andrawan, tiba-tiba terlintas. Nada tak sadar mengusap lengan kananya, hal ini tentunya menarik perhatian Andrawan.

"Kamu kenapa? Sakit?" Andrawan ingin meraih tangan Nada, segera ia tepis kasar. Luka itu memang telah lama hilang, tapi bayangannya belum.

"Saya nggak suka basa-basi. Bapak mau apa?"

Andrawan memandang Nada heran, bagaimana menjelaskannya jika ia merindukan Nada. tentunya Nada akan menertawakannya. Biarkanlah ia tertawa, asal terus bersama Nada.

"Aku rindu ... ka--kebersamaan kita," ucapnya sedikit terbata.

Nada diam, ia memang tak salah dengar. Hanya saja perasaan itu sudah mati. Ia bahkan tak menunjukkan ekspresi bahagia di hadapan Andrawan. datar dan dingin, itu gambaran wajah Nada bagi Andrawan. Tak ada senyuman hangat yang selalu ditunjukkan padanya dulu. nada sudah lelah, ia tak ingin lagi luka dan ketakutan itu kembali hadir. Tak ada yang tahu bagaimana hati dan fisik Nada selepas bercerai dengan Andrawan. Ia menjadi wanita yang kuat, menutupi segala luka.

"Kita sudah lama usai, nggak seharusnya Bapak ada di sini dengan saya."

"Dia berbeda sama kamu Nad, dia--"

"Didik dia dengan benar, sesuaikan apa yang Bapak inginkan. Cukup saya yang pernah terluka karena perlakuan Bapak." Andrawan tetap diam, ia merasa bersalah padanya, "andaikan suatu saat nanti kita bertemu, jangan pernah bahas apapun soal masa lalu. Bagi saya, masa lalu itu sudah mati, seperti perasaan saya ke Bapak. Mati dengan semestinya."

"Ah, satu lagi. Jangan dekati, bertanya atau memberikan barang sekecil apapun untuk anak-anak saya. Karena saya hanya mengingat ucapan yang pernah Bapak lontarkan dulu. Tak perlu repot-repot mengeluarkan uang untuk yang bukan anak Bapak."

Andrawan terdiam cukup lama, ia tak menyangka pernah mengatakan itu pada Nada. Ia menghela napas berat, apa selanjutnya kehidupannya dengan Ratu akan seindah dengan Nada?

"Gunakanlah uang Bapak untuk kebutuhan calon anak Bapak. Itu keinginan Bapak dari dulu 'kan? Ingin seorang anak dari wanita yang tidak mandul."

"Tapi Nad--"

"Tuhan punya kejutan besar untuk Bapak, suatu saat nanti."

***

Tempat dan waktu dipersilakan untuk menghujat mereka.

Andrawan

Ratu

Raja

Nada

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top