Jungkir Balik Dunia Nada

Raja memukul samsak yang sengaja ia siapkan di ruangan olahraganya. Ia terlalu banyak masalah. Ia tak mempermasalahkan Ratu akan menikah bagaimana, ia sudah tak peduli. Satu yang ia inginkan, memiliki Nada.

Raja berjalan menuju balkon, ruangan ini terasa pengap. Ia butuh udara segar, ia memilih berangkat kerja pagi ini. Hari ini akan pindah ke kantor cabang yang lain. Kantor ini sedikit bermasalah karena manager areanya bermasalah.

Raja segera berganti pakaian. Kemeja panjang warna biru tua, dengan jas warna coklat susu. Ia mengenakan dasi warna serupa. Menyambar salah satu koleksi jam tangannya yang mahal, penampilannya sudah sempurna.

Ia menaiki mobil mahalnya menuju kantor. Hari ini sangat cerah, tapi hatinya sedikit mendung. Entah bagaimana masalahnya akan menjadi terang. Ia tak dapat bertemu dengan Nada lagi.

Satu Minggu sudah hatinya menjadi carut marut, setelah ia melihat sendiri bagaimana perangai Andrawan terhadap Nada, ia yakin akan merebut Nada dari Andrawan. Tak tega karena membiarkan Nada terua berada di sisi Andrawan.

Mobil mahalnya sudah memasuki area kantor cabang, tempatnya bekerja. Ia mengedarkan pandangan, nampak seperti biasa saja, tak ada hal yang istimewa. Ia keluar dan berjalan menghampiri security yang bertugas, menyuruhnya untuk mengantarkannya ke ruangan HRD.

Perjalanannya terasa biasa saja, tak ada deretan karyawati yang berjejer ingin tahu, seperti bayangan di kepalanya. Raja terus mengikuti ke mana security itu melangkah. Hingga berhenti di depan pintu bertuliskan HRD.

Basa-basi perkenalan sudah dilakukan, karena mereka sudah kenal dekat. Tak ada yang spesial, akhirnya HRD yang bernama Rasti itu mengajak Raja menemui satu persatu departemen yang berhubungan dengannya. Dimulai dari departemen keuangan.

Raja memandang datar beberapa karyawan yang beradiri di kubikelnya masing-masing. Tak ada hal yang menarik baginya. Ia bosan.

"Baik semuanya, perkenalkan. Beliau adalah Pak Raja, yang akan menggantikan Pak Asnan." Raja hanya mengangguk. "Bu Nada sudah datang?"

"Tadi sudah kok Bu, sekarang masih di toilet."

Raja mengerjap pelan, tadi ia tak salah dengar. Rasti menyebutkan nama Nada. Raja berdehem, membuat Rasti menoleh.

"Mengapa harus ada yang terlambat?" Bodoh Raja, itu bukan pertanyaan yang seharusnya.

"Begini Pak, salah satu karyawan kami ada yang meninggal beberapa hari lalu. Istrinya sedang hamil besar, Bu Nada menggantikannya merawat istrinya almarhum, yang kebetulan juga masih karyawati di sini," jelas Rasti.

Mulia sekali kamu Nad. Batin Raja.

"Maaf saya dari toilet. Ada apa ya, Bu Rasti?" tanya Nada.

Hati Raja bersorak-sorai melihat Nada berdiri di depannya. Lain halnya dengan Nada, ia sedikit terkejut dengan keberadaan Raja di dekatnya. Tak ada pemberitahuan apapun tentang Raja di sini.

"Nad, ini Pak Raja yang menggantikan Pak Asnan. Jadi nanti tolong kamu bantu ya, masalah laporannya." Nada hanya mengangguk dan tersenyum manis ke Rasti.

Tapi senyuman itu membuat Raja melayang. Tak peduli senyuman itu bukan untuknya, yang jelas ia akan semangat bekerja ada Nada di sini. Rasti mengajak Raja kembali berkeliling, meskipun ia enggan harus berpisah dari Nada.

***

Nada duduk menikmati kopi susu di kantin. Ia tak menyangka kehidupannya akan berubah secepat kilat. Menghela napas berat, ia ingin ada yang harus diakhiri. Semakin lama Ratu gencar menemui Andrawan ke rumah, tak tahu jam. Nada muak akan hal itu.

Belum lagi sindiran mandul tersemat padanya saat Ratu bercengkrama dengan ibu mertuanya. Andrawan tak membela apapun, lantas untuk apa lagi ia harus bertahan. Jika Andrawan marah, ia tak segan-segan melakukan KDRT padanya.

Raja berjalan tanpa beban menuju meja Nada, ia tahu jika Nada hanya melamun. Ia melambaikan tangannya di depan wajah Nada, membuat Nada terkejut.

"Bapak ada apa ke sini?" tanya Nada.

Raja menunjukkan secangkir kopi hitam di depan Nada. Ia tetap duduk untuk menikmatinya dengan khidmat. Tak menyangka jika rasa kopi ini lebih nikmat jika ada Nada di depannya. Sungguh nikmatnya dunia.

"Nad, apa suami kamu masih suka melakukan KDRT?" Nada terkesiap dengan pertanyaan Raja. "Untuk apa kamu terus bertahan?"

Nada hanya terkekeh pelan, ia tak tahu harus menjawab apa, bukan itu, ia tak menyangka ada yang perhatian padanya, walau ia adalah lelaki yang masih bersaudara dengan madunya.

"Saya hanya akan pergi jika ia benar-benar menyuruh saya pergi, Pak. Jika belum mungkin saya akan bertahan walaupun terluka." Raja hanya diam.

"Andaikan kamu berpisah darinya, saya yang akan menikahi kamu," ucapan itu tak serta merta membuat Nada bahagia. Ia merasa takut.

"Masih banyak wanita lain yang lebih terhormat dari saya. Kata suami dan mertua saya, saya ini mandul Pak. Untuk apa Bapak mendekati saya?"

"Saya tak peduli mandul atau apapun itu. Saya hanya jatuh cinta sama kamu. Lantas jika mandul, apa tidak berhak bahagia?" Nada tertawa kecil, menertawakan nasibnya yang entah bagaimana bisa seperti ini.

Ponsel Nada berdering, tertera nama Risa. Ia menggesernya untuk menjawab panggilan Risa.

"Ya Ris?"

"Mbak, ini Ani. Mbak Risa mau melahirkan sekarang. Kami sudah ada di rumah sakit."

"Risa melahirkan? Oke saya ke sana!" Nada menutup panggilannya.

"Pak, saya harus ke rumah sakit. Risa mau melahirkan."

"Saya antar, kamu butuh sampai di sana segera 'kan?" Nada hanya mengangguk, ia sudah tak peduli.

Berlari di antara kerumunan karyawan, mereka berdua menuju mobil mahal Raja, bergegas ke rumah sakit. Nada hanya diam dan terus berdoa agar Risa dan bayi kembarnya selamat. Raja sesekali melirik Nada yang hanya diam seribu bahasa. Bahkan wanita ini tak terkesima atau memuji Raja. Berbeda dengan beberapa wanita yang pernah ia kencani dulu.

Mobil mewah Raja sudah memasuki parkiran rumah sakit, Nada bergegas turun tanpa mempedulikan Raja. Ia menuju ruang operasi, tempat Risa melahirkan.

Tepat sekali Risa akan masuk, ia menarik Nada agar ikut masuk menemaninya di sana. Dokter menyetujui. Nada harus disterilkan dan memakai baju hijau beserta masker sebelum masuk ruang operasi yang dingin.

Nada terus memegang tangan Risa dan menguatkannya dengan kata-kata. Risa harus tetap bertahan demi kedua buah hatinya.

"Mbak, seandainya aku nggak ada, tolong jadikan anak-anakku bagian darimu. Adopsi keduanya, karena aku percaya kamu bisa, Mbak." Nada hanya mengangguk, ia tak mampu menjawab.

Kedua buah hati Risa sudah keluar, bayi kembar lelaki dan perempuan. Suster membawa keduanya di samping Risa, ia menangis melihat kedua buah hatinya yang amat ia sayangi.

Tekanan darah Risa mulai menurun, pendarahannya tak dapat dihentikan. Bahkan jantung Risa mulai melemah, kedua buah hatinya diletakkan dalam box kaca di ruangan itu, Nada sedikit menjauh, memberi ruang agar dokter dan beberapa perawatan memberikan pertolongan pada Risa.

Beberapa kali jantung Risa dipacu agar bisa berdetak kencang, namun Tuhan sekali lagi berkehendak lain. Risa telah tiada, menyusul almarhum suaminya. Nada memeluk Risa untuk yang terakhir kalinya.

Ia harus kehilangan Risa, sahabat terbaiknya. Ia keluar ruangan menemui kerabat terdekat Risa dan menyampaikan kabar duka. Semuanya menangis. Nada duduk menyendiri di samping poli kandungan. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, ia menangis tergugu. Bahkan kehadiran Raja di sampingnya ia tak tahu.

Tangan Raja menggantung di udara, ia ingin membelai kepala Nada yang tertutup kerudung, bahkan ia ingin memeluknya jika Nada halal baginya.

"Nada!" seru Andrawan.

Nada yang menangis kini terhenti, ada apa suaminya semurka itu. Andrawan yang baru saja mengantarkan Ratu periksa kehamilan, ia merasa marah jika Nada berada terlalu dekat dengan lelaki yang akan menjadi kakak iparnya. Ia tak rela.

Andrawan menyeret Nada menuju lorong rumah sakit yang kosong, ia bahkan tak peduli lagi jika Nada terluka atau jatuh. Ia menampar Nada untuk kesekian kalinya.

"Dasar murahan! Kamu masih istri sahku, kenapa berdekatan dengan lelaki lain? Bodoh kamu, nggak punya otak?" maki Andrawan.

Ia bahkan mencekik leher Nada karena emosi memuncak. Mengabaikan Nada yang kesakitan. Raja menarik tangan Andrawan dari leher Nada, ia tak terima Nada disakiti seperti ini.

"Ban**at kamu Andra!" maki Raja.

"Kamu belain perempuan murahan seperti Nada? Baik, ambil saja kalau perlu, aku sudah tidak butuh dia!" Andrawan melihat Raja membantu Nada berdiri. "Aku talak kamu Nada, mulai hari ini kita cerai."

***

Waktu dan tempat saya persilakan jika ingin memaki mereka.
Andrawan
Ratu
Raja
Bu Siti

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top