3. Biru
Rumit.
Mei Ling baru saja melihat salah satu benang merah paling rumit hanya karena ada satu benang merah yang melilit di antara sepasang benang merah.
***
Mei Ling baru saja singgah ke Starbucks untuk membeli sebuah Chocolate Frappe, sebelum ke rumah sakit menggantikan kakaknya menjaga Popo, ketika bertemu kakak kelasnya yang sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
Kak Gemma terlihat melamun menatap rinai hujan yang menari-nari di jendela ketika Kak Purnama datang menghampirinya. "Gems."
"Pur." Gemma berusaha tersenyum. Mei Ling meringis di dalam hati karena harus menyaksikan drama yang sebentar lagi terjadi di hadapannya. "Gue bakal kuliah di London."
"London? Seriously Gems?" Purnama terdengar tidak percaya. Ia bahkan belum sempat duduk ketika Gemma mengatakan keinginannya. "Lo ke London karena gue sama Ana pacaran?"
"Totally. Dan nggak.. Gue nggak ke London karena gue mantanan sama lo atau karena lo sekarang pacaran sama Ana. Dunia ini nggak berputar di sekitar lo doang, Pur." Gemma mengangguk lalu tersenyum sedih. Mei Ling melihat benang merah milik Gemma yang tadinya melilit bersama benang merah Purnama perlahan-lahan terurai. Cahayanya memudar hingga menyisakan cahaya temaram, Mei Ling menunduk memperhatikan benang merah Gemma dengan prihatin. "Gue duluan yah." Gemma mengambil segelas kopi grande Starbucks yang berada di hadapannya lalu berjalan pergi.
"Gems!" Purnama mengikuti Gemma keluar dari Starbucks. Mei Ling menarik nafas panjang mengikuti keduanya yang kini berbicara di luar. Mei Ling baru saja hendak mengalihkan pandangannya ketika sesosok laki-laki masuk, sebuah cengiran lebar menghiasi bibirnya.
"Ju!" Sekumpulan orang-orang yang sedang berbincang di sofa memanggil laki-laki itu.
"Bro!" Laki-laki itu menyapa mereka satu per satu lalu mengambil segelas kopi yang berada di hadapannya, menyesapnya tanpa peduli kopi itu milik siapa. Ia lalu mendesis kesal ketika panas kopi itu membakar lidahnya.
"Makanya jangan ambil kopi gue, Ju. Karma kan lo." Salah satu teman laki-laki itu memukul punggungnya yang dibalas dengan tatapan sengit nan kesal.
"Kampret lo." Mei Ling tidak tau apa yang membuatnya begitu penasaran dengan laki-laki itu, namun setelah melihat benang merah laki-laki itu, ia bisa mengerti.
***
Mei Ling menenteng kantung kertas Starbucks yang berisi chocolate frappe kesukaannya juga Caramel Macchiato kesukaan cici nya. Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mendengar sebuah puisi dari kamar sebelah rawat inap Popo. Itu suara Nadhira.
"Pulang..." Suara Nadhira mengawali puisi itu. Mei Ling merasa bersalah karena mencuri dengar pembicaraan keduanya, namun rasa penasarannya mengalahkan segalanya. Mei Ling berdiri di depan pintu rawat inap Biru, kakak kelas Nadhira dan mendengarkan puisi yang Nadhira sampaikan ke Biru.
Mei Ling mengintip dari balik jendela kecil yang berada di pintu dan melihat Nadhira yang duduk di sebelah Biru sementara Biru mendengarkan Nadhira dengan seksama. Matanya terpejam namun Mei Ling bisa merasakan rasa sakit yang menjalari keduanya tanpa perlu melihat mata Biru atau mata Nadhira. Ekspresi Biru dan getaran suara Nadhira sudah cukup untuk menggambarkan kondisi keduanya. Sama seperti Nadhira dan Dimas, benang merah keduanya juga saling melilit. Kali ini Mei Ling tidak bisa memastikan benang merah Nadhira terhubung dengan siapa karena benang merah ketiganya saling melilit dan terjalin dengan kuat.
Ah, ini bahkan lebih rumit dari apa yang pernah Mei Ling lihat. Beruntung sekali Nadhira karena bisa dekat dua cowok yang sama-sama peduli kepadanya. Mei Ling segera berbalik dan berjalan cepat menuju kamar rawat inap Popo.
"Popo!" Mei Ling menyapa Popo yang duduk di atas kasur, ia menaruh kantung kertas Starbucks di atas meja lalu mendekat ke arah Popo dan memeluk wanita tua itu.
"Mei kenapa?" Popo mengelus rambut Mei.
"Nggak tau." Mei Ling tidak tau apa yang ia rasakan setelah melihat dua jalinan benang merah yang sama rumitnya. Apalagi setelah mencuri dengar dua pembicaraan yang seharusnya tidak ia dengar hari ini. Kisah cinta yang sesungguhnya ternyata lebih rumit daripada Dedi dan Ratna, teman sekelasnya yang hobi mengumbar kemesraan di depan umum.
Suara hujan menambah suasana melankolis yang Mei Ling rasakan. Popo mengelus rambut Mei lalu berbisik lirih. "Mei, jangan pernah merusak jalinan benang merah yah." Mei Ling tidak mengerti kenapa Popo mengatakan itu tetapi ia hanya mengangguk sekilas.
***
"Kelas sepuluh enam!" Putri berteriak nyaring. Sudah tiga hari porseni berlangsung dan tidak sedikit pun teman-temannya berusaha membantunya menjalankan tugasnya sebagai panitia porseni. Anak-anak Clasix mengerang kesal ketika lagi-lagi kegiatan mereka terganggu. "Lomba tarik tambang!" Putri berteriak lagi.
Mei Ling ikut mengerang kesal seperti teman-temannya yang lain. Diantara semua lomba, tarik tambang, basket juga sepak bola merupakan lomba yang paling mereka hindari apalagi bila harus berhadapan dengan kakak kelas dua belas. Sudah berulang kali para panitia porseni yang berasal dari kelas sepuluh memprotes kebijakan sekolah yang menggabungkan semua kelas menjadi satu. Jadi alih-alih kelas sepuluh melawan kelas sepuluh, semua kelas dan tingkatan akan melawan satu sama lain. Biasanya pada saat lomba yang berhubungan dengan fisik ini lah kakak kelas akan menjadi lebih agresif dan memastikan mereka menang di setiap tingkatan lomba. Untung saja Mei Ling tidak perlu mengikuti lomba fisik hari ini karena celana olahraganya sedang di cuci dan ia hanya mengenakan rok sekolah biasa.
"Lawan siapa Put?" Arenza bertanya kepada Putri. Semua teman kelasnya menatap Putri dengan wajah penasaran sembari berharap agar tidak menghadapi kakak kelas ketika Putri membaca matriks acaranya.
"Kelas dua belas IPA lima." Teman-teman kelasnya berjalan lunglai menuju ke lapangan ketika mendengar pengumuman dari Putri. Melawan kakak kelas dua belas memang serba salah, bila mereka terlihat tidak niat dan asal-asalan, kakak kelas akan menganggap mereka meremehkan kakak kelas. Bila mereka terlalu gigih dan berhasil menang, maka konsekuensinya lain lagi, mereka harus siap mendapatkan neraka di sisa semester ini.
Yayan, salah satu teman kelas Mei, tiba-tiba berlari masuk ke dalam kelas. "Guys, bantuin gue dong. Gue disuruh putar uang nih." Mei Ling melihat Yayan yang melambaikan uang sepuluh ribu di tangannya. Teman-temannya yang lain acuh tak acuh, ini pasti karena Yayan berani melewati koridor kelas tiga hingga akhirnya ia disuruh 'putar uang'. Putar uang merupakan istilah kakak kelas untuk bayaran melewati koridor kelas tiga. Kakak kelas akan memberikan selembar uang, bisa seribu bisa juga sepuluh ribu untuk di gandakan menjadi berkali-kali lipat. "Gue disuruh jadiin uang ini seratus ribu." Yayan berteriak penuh frustasi sementara teman-teman kelasnya sendiri masih sibuk memikirkan nasib mereka kedepannya.
"Udahlah Yan. Putar uangnya nanti aja. Sekarang lu harus ikut lomba tarik tambang bareng kelas 12 IPA 5." Arenza menarik Yayan yang masih terpaku di depan kelas menuju lapangan.
"A-apa?" Yayan menelan ludah dengan susah payah melihat tambang yang sudah di persiapkan di tengah lapangan. Kakak-kakak kelas dua belas asyik berbicara dengan satu sama lain sama sekali tidak terlihat terintimidasi seperti kelas sepuluh enam.
"Tarik tambang antar kelas! 12 IPA 5 melawan kelas 10-6!" Salah seorang panitia tarik tambang mengumumkan acara lomba. Mei Ling ikut berdiri bersama teman-teman perempuannya yang lain menyoraki anak laki-laki sepuluh enam yang mengikuti lomba tarik tambang. "Satu! Dua! Tiga!"
Teman-teman kelasnya segera menarik tambang yang berada di tengah lalu berusaha menarik sekuat mungkin agar mereka menang. Konsekuensi bila mereka menang akan mereka bicarakan belakangan. Baru kali ini Mei Ling melihat teman kelasnya saling berusaha bahu membahu memenangkan sebuah lomba, melawan kelas dua belas pula. "Clasix ayo! Ayo! Ayo!"
Sedikit lagi. Sedikit lagi mereka menang bila saja kakak kelas dua belas IPA lima tidak tiba-tiba melonggarkan tambangnya lalu menariknya kuat. Menyebabkan anak laki-laki sepuluh enam yang mengikuti lomba tarik tambang terjatuh. Mei Ling yang berada di barisan terdepan menyoraki teman-teman kelasnya ikut terjatuh ketika Putu yang berada di dekatnya terjatuh dan tanpa sengaja mendorongnya ketika hendak menumpukan berat badannya ke Mei Ling. "Aduh!" Mei Ling mengaduh kesakitan, terutama ketika bokongnya bergesekan dengan lapangan.
"Kamu nggak papa?" Mei Ling mendongakkan wajahnya dan menatap wajah salah satu kakak kelasnya yang populer, Kak Rian, menatapnya dan mengulurkan tangannya untuk membantu Mei berdiri. "Seharusnya kamu nggak pakai rok saat porseni."
"Eh, ehm.. Iya kak." Mei Ling mengangguk malu.
"Ini." Kak Rian mengulurkan jaketnya kepada Mei Ling yang diterima Mei dengan raut wajah bingung dan tidak mengerti. "Ikat ke pinggang kamu. Resleting rok mu rusak."
"Makasih kak." Mei menerima jaket Kak Rian dengan wajah memerah karena malu lalu mengikatkannya di pinggang. Resleting roknya terbuka dan rusak karena jatuh tadi. Untung saja ia memakai short pants di balik roknya, tapi tetap saja memalukan bila orang-orang melihat resletingnya yang terbuka. "Eh, tapi nanti jaket kakak kotor?"
"Nggak papa. Tinggal di cuci." Rian kemudian terdiam sesaat lalu menatap Mei Ling. "Nama kamu siapa?"
"Mei, kak." Wajah Mei Ling semakin memerah.
"Kelas sepuluh enam kan? Besok jaketnya gue ambil di kelas lo deh."
"Jangan kak!" Mei Ling berkata cepat. Ia enggan memberatkan sang kakak kelas yang sudah menyelamatkannya dari bencana malu. "Nanti aku aja yang antar ke kelas kakak."
"Lo mau di suruh putar uang?" Kak Rian tersenyum geli ke arahnya, membuat Mei Ling semakin malu. "Nanti gue datang ke kelas lo, oke?" Mei Ling mengangguk sementara si kakak kelas hanya tersenyum lalu berlalu pergi mengikuti teman-teman kelasnya yang bersorak riang atas kemenangan mereka.
Mei Ling terpaku menatap punggung Kak Rian yang menjauh. "MEI! Woi, Meimei!" Arenza berteriak di hadapannya.
"Apaan sih?" ucap Mei kesal ketika tatapannya di halangi Arenza.
"Lo ngapain pakai jaketnya Kak Rian?" Arenza bertanya dengan kening berkerut di sebelahnya Putu berdiri dengan raut bersalah.
"Resleting gue rusak."
"Oh." Arenza hanya mengangguk sekilas.
"Maafin gue yah Mei," Putu menggaruk tengkuknya karena merasa bersalah telah mendorong Mei Ling tanpa sengaja.
"Nggak papa kok, Put." Mei tersenyum girang. Ia tidak bisa menyalahkan Putu karena akibat keteledoran Putu lah sampai Mei bisa berbicara dengan Kak Rian.
"Ayah! Ayah nggak papa kan?" Mei Ling nyaris saja melupakan Dedi dan Ratna ketika melihat Ratna yang berdiri di hadapan Dedi yang masih duduk di lapangan, ia jelas-jelas melebih-lebihkan suara juga raut wajah kesakitannya.
"Ayah nggak papa Bun, ow! Argggh!" Mei Ling dengan sengaja menendang tangan Dedi yang menopang tubuhnya. "Meimei jahat sama gue, Bun."
"Mei lo nggak boleh nyakitin laki gue." Mei Ling hanya bisa mendengus kesal melihat tingkah lebay keduanya. Tapi untuk kali ini bisa memaklumi tingkah keduanya, ah, mungkin karena Kak Rian meminjamkan jaketnya kepada Mei Ling untuk menutupi resletingnya yang terbuka. Mei Ling kan jadi baper sama Kak Rian. Apakah kali ini bisa mendapatkan kisahnya juga seperti novel-novel yang ia baca?
*****
Saya mendapatkan banyak sekali komentar tentang Petjah. Banyak yang memprotes karena Mei ngeliat benang merah, Nadhira dan Dimas. Saya tidak pernah bilang kalau Nadhira jodohnya Dimas. Atau Nadhira jodohnya Biru. Semua itu di tangan penulisnya Petjah, mongseptember. Semoga di bab ini semuanya jadi lebih jelas.
Kedua. Gemma, Purnama, Asa, dan Ana merupakan karakter di cerita lain yang sudah lama di hapus. Mungkin yang belum pernah baca ceritanya bakal nggak ngerti jalan cerita mereka di Benang Merah. Tenang saja, ini kali terakhir kalian melihat cameo Papercuts di Benang Merah.
Tiga. Tentang benang merah. Benang merah memang benang jodoh, tetapi ada sebagian orang yang tidak ketemu jodoh mereka sampai usia tua. Jadi jangan heran kalau nggak semua orang berakhir dengan jodohnya. Lagipula tidak semua orang punya kekuatan super kayak Mei yang bisa ngeliat benang jodoh. Tidak semua orang punya kisah yang happy ending. Yang pernah baca cerita saya yang lain juga pasti mengerti.
Some things are just meant to be broken.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top