Sembilan
Vote-nya lumayan sih, tapi komennya dikit banget. Hiks... Komen apa gitu, biar yang nulis ikut semangat, walaupun sulit balesnya. hehehe.... hepi reding n lope-lope yu ol, Gaes...
**
Ben ternganga melihat teman yang diajak Becca.
"Ini teman kantormu kena sihir dan menyusut?" Dia tidak pernah melihat Becca bersama anak-anak sebelumnya, jadi dia merasa aneh. Lagi pula, dengan karakter Becca yang blakblakan, sulit membayangkan dia bergaul dengan anak kecil. Bisa merusak moral anak-anak.
"Elsa, ayo kenalan sama Om Ben." Becca mengabaikan gurauan Ben. "Dia ini teman Tante Becca yang paling jelek, tapi sombongnya selangit."
Elsa menurut dan meletakkan tangan Ben di dahinya. "Kata Eyang Putri, kita nggak boleh sombong, nanti masuk neraka."
Becca tertawa. "Dengerin tuh, Ben." Dia menarik kursi dan membantu Elsa duduk. "Om Ben nanti memang akan masuk neraka kok, Elsa."
"Oh ya?" Mata Elsa melebar ngeri. "Kok sudah ketahuan? Om Ben kan masih hidup?" Dia melihat Ben dengan rasa ingin tahu.
"Kerjaan Om Ben itu pengacara. Dan pengacara itu sudah disiapkan tempat khusus di neraka. Banyak bohongnya kalau mereka."
Elsa mengernyit, menatap Ben dengan tampang menggurui. "Kata Papa kita nggak boleh bohong. Bohong itu dosa."
"Dan dosa itu masuk neraka, kan?" sambut Becca.
Ben menatap Becca sebal. "Jangan meracuni pikiran anak-anak!"
"Aku nggak meracuni pikiran Elsa. Dia pintar banget ini." Becca meraih buku menu yang disodorkan pelayan, dan memberikan satu untuk Elsa. "Lihat gambarnya, ya. Nanti tunjuk biar Tante Becca pesenin."
"Iya, Tante," Elsa menjawab manis. "Makasih." Dia lantas sibuk membolak-balik buku menu.
"Itu anak siapa yang kamu culik?" Ben bertanya dengan suara rendah. "Aku sedang sibuk dengan kasus Prita, jangan tambahin lagi dengan ngurus kasus penculikan anak. Human trafficking itu hukumannya tinggi banget. Kamu bisa membusuk di penjara. Kamu mau mati perawan? Sia-sia banget hidup tanpa ngerasain surga dunia."
"Emang di dunia ada surga ya, Om?" Elsa menimpali. Dia sudah melepas buku menu dan menatap Ben ingin tahu.
Becca langsung menendang kaki Ben di bawah meja. "Masih mau bilang aku yang meracuni otak anak-anak?"
Ben mengacuhkan Becca dan fokus pada Elsa. "Tentu saja di dunia ada surga, Elsa Cantik. Surga...."
"Ben!" cegah Becca. Dia bisa kena amukan Pak Bagas kalau bosnya tahu apa yang Ben ajarkan pada anaknya.
Ben bergeming. Dia seperti tidak mendengar protes Becca. "Surga dunia itu ada di bawah telapak kaki ibu," sambung Ben, masih terus menatap Elsa. "Jadi Elsa harus baik-baik sama mama Elsa, supaya nanti ketemu surga beneran."
Wajah Elsa langsung mendung. "Tapi mama Elsa kan sudah ada di surga beneran, Om. Itu nggak bisa surga dunianya di pindah ke kaki papa aja? Elsa baik dan sayang banget sama papa kok."
Becca buru-buru menunjukkan gambar di buku menu pada Elsa, untuk mengalihkan perhatian gadis kecil itu. "Ayam gorengnya mau yang mana, Sayang?"
Raut Elsa dengan cepat berubah. Dia menunjuk salah satu gambar dengan riang. "Yang ini, Tante. Aku beneran boleh nggak makan sayur, kan?"
Becca tersenyum mendengar Elsa yang tidak konsisten menyebut dirinya. Dia menggunakan kata 'aku' dan 'Elsa' bergantian. "Boleh. Tapi kenapa Elsa nggak suka sayur?"
"Rasanya nggak enak, Tante. Lagian, yang makan sayur itu kan kambing dan kelinci. Ogah."
Ben tertawa. Becca segera memelotot padanya. "Sori, Becca, tapi anak ini lucu banget."
"Elsa lihat Tante Becca, kan?" Becca mendekatkan wajahnya kepada Elsa. "Cantik banget, kan?" Senyum Becca melebar saat melihat Elsa mengangguk patuh. "Ini karena Tante rajin makan sayur. Nggak suka makan sayur saja Elsa sudah cantik gini, apalagi kalau suka makan sayur. Beuh, Tante Becca pasti kalah cantik."
Mata Elsa bersinar. "Beneran, Tante?"
"Iya dong, beneran. Bohong kan dosa. Tante Becca kan nggak mau gabung sama Om Ben di neraka. Kasihan kalau muka cantik Tante dikena api neraka."
Ben berdecak, tetapi Becca pura-pura tidak mendengar.
"Boleh deh, Elsa mau makan sayur juga." Pendirian Elsa langsung goyah. "Tapi sedikit aja."
"Iya, sedikit juga nggak apa-apa. Nanti bisa makan banyak kalau sudah biasa. Kalau Elsa sudah suka makan sayur dan tambah cantik, papa Elsa pasti senang." Becca menunjuk Ben. "Om Ben nggak terlalu suka sayur. Makanya dia jelek gitu."
Elsa langsung melihat Ben. "Tapi Om Ben kan nggak jelek. Temen Elsa di sekolah ada yang jelek banget kalau lagi nangis."
Ben tergelak senang. "Anak kecil itu jujur banget, Becca. Akui saja kalau aku memang cakep bin tampan."
"Iya, Om Ben cakep kok." Elsa ikut tersenyum pada Ben. "Tapi lebih cakep papa sih. Pasti karena papa lebih suka makan sayur dibanding Om Ben."
"Sialan!" Ben menyumpah. "Sori." Dia segera minta maaf saat tendangan Becca lagi-lagi mampir di tumitnya.
Ben menggeser kursinya mendekati Becca saat makanan mereka datang dan Elsa mulai sibuk dengan piringnya.
"Itu anak siapa sih?" bisiknya. "Kok bisa ikut sama kamu di jam kantor gini?"
"Anak bos aku." Becca ikut berbisik. "Dibawa ke kantor karena nggak ada yang jagain di rumah."
"Yang duda itu?" Ben ingat Becca pernah bercerita sedikit tentang bosnya, saat dia menanyakan siapa yang sedang bicara dengan Becca di tempat parkir kantor waktu dia menjemput Becca di sana.
"Iya. Manajerku."
Ben mengernyit. "Kelihatannya masih muda, kok anaknya sudah segede ini sih?"
"Mana aku tahu?" Becca menatap Ben kesal. Orang mau makan malah diajak bergosip. "Dia nikah muda, kali. Ngapain juga aku nanyain hal pribadi kayak gitu?"
"Trus dia minta kamu jagain anaknya, gitu?"
"Bukan aku. Teman aku yang dimintai tolong karena bos lagi meeting. Tapi karena teman aku juga ada kerjaan, dia lantas minta tolong aku."
"Minta tolong kok berantai?"
"Kamu juga, bukannya makan malah nyinyir. Kayak perempuan saja." Becca mulai menyuap.
"Jangan-jangan kamu lagi PDKT sama bos kamu, ya? Kalau mau PDKT, kenalin ke aku dulu. Aku laki-laki, jadi bisa bantuin kamu menilai. Ntar kamu nyesal sendiri kalau sampai lepas perawan sama orang yang salah."
"Bisa diam nggak, Ben? Lagi pula, aku nggak butuh bantuan kamu untuk menilai laki-laki. Setelah berteman dengan kamu selama ini, aku bisalah tahu laki-laki baik itu seperti apa."
"Tante Becca, Elsa nggak bisa potong ayamnya nih." Suara Elsa mengalihkan perhatian Becca. Dia segera menolong gadis kecil itu memotong-motong ayamnya.
Selesai makan, Becca memesan es krim untuk Elsa. Gadis kecil itu tampak gembira. Dia terlihat menikmati waktu yang dihabiskannya dengan Becca dan Ben.
Becca melihatnya prihatin. Pasti tidak mudah tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Dari celoteh Elsa sejak tadi, Becca tahu kalau gadis kecil itu memuja ayahnya, tetapi tetap saja beda hanya memiliki orangtua tunggal.
"Besok Elsa minta ikut Papa ke kantor lagi, ah. Besok boleh makan sama Tante Becca dan Om Ben lagi? Nanti Elsa makan sayur kok."
Becca tersenyum. "Wah, kalau sama Tante Becca sih bisa-bisa saja, Sayang. Tapi Om Ben sibuk banget. Belum tentu besok ada waktu ketemu kita."
"Ya...." Elsa tampak kecewa.
Ben ikut tersenyum melihat raut Elsa. " Gini aja deh, Om Ben beliin Elsa permen yang banyak saja buat ganti makan siang besok. Gimana?"
Elsa makin cemberut. " Om Ben nggak pernah jadi anak-anak, ya? Kata Papa, anak anak nggak boleh makan permen banyak-banyak, nanti giginya rusak."
Benmelongo, dan Becca tertawa melihat tampang temannya yang tampak syok diajari anak kecilitu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top