8. Rejected

Hari ini hari rabu dan kebetulan bertepatan dengan hari ketiga UAS-ku.

Hari yang sangat menguras otak.

Bagaimana tidak, pelajaran yang akan diujikan hari ini adalah Fisika dan Biologi.

Yang satu hitungan. Harus tau rumus dan cara pengerjaannya. Harus teliti mengerjakannya. Salah sedikit tidak akan menemukan jawabannya. Aku sih kalau tak menemukan isinya, mencari nilai yang mendekati saja. Tapi kalau masih tak menemukannya juga, aku mencari teman yang paling dekat -posisinya.

Dan yang satu lagi hafalan. Biologi adalah salah satu pelajaran favoriteku. Walaupun aku kadang bingung. Tapi aku selalu antusias pada pelajaran ini. Dan berhubungan aku pelupa. Aku sering kebingungan kalau lagi ujian biologi.

***

Aku memang bukan ahlinya dalam fisika. Tapi aku sanggup mengerjakan soal-soal ini sendirian, tanpa nyontek ke google. Bukan karena aku jenius tapi handphoneku 'kan sedang dijabel sama Abang Raka. Hehe.

10 menit lagi bel pulang berbunyi. Tapi aku sudah selesai mengerjakan Ujian Fisika ini. Kalau gue nunggu sampe bel bunyi, pasti lama. Dan temen-temen seruangan pasti pada minta jawaban padaku. Belum lagi nih kakak kelas yang berada di kursi sebelahku, pasti minta dibantuin. Dia kan anak IPS, masa minta bantuan sama anak IPA. Dan aku kan masih kelas sepuluh.

Akhirnya aku mengambil tas dan siap-siap keluar ruangan yang sesak ini.

***

Aku berdiri sendiri di balkon lantai 2 sekolah ini. Kedua tanganku bertumpu pada pagar pembatas balkon. Aku menatap ke bawah --tepatnya lantai dasar mencari sesuatu yang mungkin dapat menemaniku dalam aksi menunggu ini. Ya, kini aku sedang menunggu Suzy yang masih di dalam. Masih bermesraan dengan soal-soal rumit itu.

Oh iya, aku berada di ruang 2. Satu ruangan dengan Suzy. Tapi tidak satu ruangan dengan Ahmad Prayoga dan Ikhsan Candra Kirana. Mereka di ruang 1. Kalau Takuya berada ruang 9, karena dia kelas IPS 1.

Di tengah aktivitas menungguku, sayup-sayup aku mendengar suara motor. Sepertinya akan ada yang pulang. Siapakah gerangan yang akan pulang mendahului orang lain? Aku rasa dia orang yang jenius.

Pengguna motor itu menghentikan motornya sejajar dengan posisiku. Lalu dia mendongkak ke atas. Menatapku. Siapakah dia?

Dia tersenyum. Kepalanya tertutup helm. Membuatku tak bisa mengenalinya. Yang pasti dia adalah seorang pria. Karena dia tak mengenakan rok.

Badannya tipis. Nan tinggi.

Senyumnya hangat dan manis. Mata sipitnya ikut tenggelam dalam senyumnya.

Ketika dia tersenyum, Tahi lalat yang ada di dagunya seakan ikut tersenyum.

Ah tahi lalat itu. Dari ciri-ciri fisik yang kulihat. Aku bisa menduga bahwa itu adalah Takuya.

Bibirnya bergerak. Menandakan dia mengucapkan sesuatu.

Aku tak bisa mendengar apa yang dia ucapkan. Tapi aku sedikit mengerti gerakan bibirnya.

"Ayo, pulang bareng!" itulah sebaris kalimat yang kutangkap dari mulut manisnya.

Setengah kaget dan bahagia ku mendengarnya. Aku tersenyum. Dan mengangguk.

Aku berjalan, menuruni anak tangga yang berada di utara sekolah. Setelah sampai di bawah. Aku berlari menghampirinya.

Benar saja, dia adalah Takuya.

"Udah selesai ujiannya?" Takuya bertanya.

"Udah kok". Aku menjawab dengan senyum bahagia.

"Yaudah pulang, kuy" .

Aku mengangguk.

Akupun menaiki motor Takuya. Aku duduk dengan posisi menyamping.

Saat motor akan meninggalkan gerbang, aku melihat seseorang dekat tangga selatan sedang mematung melihatku. Badannya mirip si Iching. Tapi aku tak begini jelas melihatnya dikarenakan posisinya lumayan jauh.

Motor melesat meninggalkan sekolah.

Saat sampai diperempatan jalan dekat sekolah, aku kebetulan melihat Shin sedang menunggu angkot disana. Dia menatapku dan Takuya. Aku bisa menangkap ada rasa kecewa tersirat diwajahnya. Maafkan aku Shin.

***

Saat malam menjelma, aku tak bisa tidur. Otakku masih memikirkan Iching dan Shin yang melihatku pulang bareng dengan Takuya.

Kok aku bisa sejahat ini ya?

Ini adalah penolakan secara tidak langsung.

Shin sebenarnya belum pernah menembakku. Tapi Takuya pernah bilang bahwa Shin menyukaiku. Dan aku setengah percaya.

Kok bisa yah aku menyakiti dua insan dalam satu tindakan?

Betapa jahatnya diriku.

Maafkan aku Shin.

Maafkan aku Iching.

Maaf.

***

~Iching inside~

Fisika ? Mommy, help me. Gue ga sanggup melewati semua ujian ini. Aku stress.

Gue pengen cepet-cepet keluar dari ruangan ini. Ruangan yang sesak oleh rumus-rumus yang bikin pening.

Akhirnya gue mengangkat tangan kanan

"Iya, ada apa ikhsan ? Sudah selesai ? " ucap salah satu dari dua pengawas yang ada di ruangan ujian ini.

Semua murid tertuju pada gue. Malu anjir. Duh, sebenarnya kenapa gue ngangkat tangan, sih ? Tanggung, daripada malu gue izin permisi aja.

" Permisi, Bu. Izin ke toilet."

"Silakan."

Dan akhirnya, gue bisa keluar dari ruangan ini. Yeay. Gue ga akan pergi ke toilet. Gue akan pergi ke kantin. Lapar gue.

Gue berjalan menuruni anak tangga. Lalu meluruskan niat gue untuk pergi ke kantin.

Sesampainya di kantin gue langsung memesan bakso. Kantin saat ini masih sepi dikarenakan ini masih jam ujian dan bel pulang belum berbunyi.

Tak lama kemudian bakso yang gue pesen sudah sampai di depan mata gue. Gue udah ga sabar untuk menyantapnya. Lalu gue menuangkan 4 sendok sambal ke dalam mangkuk bakso. Siapa tau, stress gue bisa hilang.

Guepun menyantap bakso itu segera.

Akhirnya, bakso gue habis, tapi bel pulang belum berbunyi juga. Gue pengen cepet-cepet pulang. Apa gue balik ke ruang ujian lagi gitu? Ntar ditanya sama pengawasnya. Masa nunggu di kantin? Sepi. Bosen juga gue.

Ah mending gue balik ke kelas deh. Beberapa menit lagi juga bel berbunyi.

Saat gue akan menaiki tangga. Gue melihat penampakan sesosok manusia tiang listrik dari kelas IPS sedang menaiki motornya dan berhenti didekat ruang guru, sementara kepalanya mendongkak ke atas melihat ke lantai 2. Gue ga tau nama asli tiang listrik itu siapa. Yang pasti dia itu tinggi dan kurus.

Tak lama kemudian, ada seorang gadis turun dari tangga yang ada di seberang gue. Gadis itu menghampirinya dengan senyum bahagia. Merekapun bercakap-cakap sebentar. Kemudian gadis itu menaiki motor pria tiang listik itu.

Motor si Tiang listrik itu melaju menghampiri pintu gerbang. Dan mulai meninggalkan sekolah ini. Saat akan meninggalkan gerbang, gadis itu menengok ke belakang dengan senyum sumringah. Gue ikut bahagia melihat senyumnya.

Tapi dari tas mungil bergambar hello kitty yang dia gendong, keknya gue kenal sama dia.

Oh iya gue inget. Dia, kan temen sekelas gue.

Dia, kan Rista.

Yang 2 bulan lalu gue tembak.

Kok dibonceng sama si Tiang listrik?

Apa mereka udah jadian?

Kalau mereka udah jadian, berarti gue ditolak dong.

Mata gue mulai basah. Sesuatu mulai turun menuju pipi. Ini air mata.

Iching strong.

Hiks

Iching ga nangis kok. Cuma basah doang mata Iching.

Hiks

Hiks hiks

Iching ga nangis.

Tapi siapa yang sesegukan ?

Lalu gue menoleh ke sumber segukan. Ada orang lain disebelah gue. Dia sedang menangis sesegukan. Dia menatap lurus ke depan.

Lalu gue mengikuti arah kemana dia memandang.

Dia memandang apa yang gue pandang barusan.

Jadi, dia menangisi Rista juga?

Dia menoleh ke arah gue. Tak lama kemudian dia berjalan meninggalkan gue.

Siapakah yang ikut berduka melihat Rista?

Note : sudut pandang Iching pake GUE-an. Karena gue males ngedit 😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top